Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia (BI) perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mencatat laju inflasi provinsi itu pada 2016  mencapai 4,89 persen atau berada pada urutan ke-4 tertinggi secara nasional.

         "Artinya inflasi Sumbar tidak lagi tertinggi nasional seperti  2013 dan 2014, dan tidak lagi sebagai provinsi dengan inflasi terendah nasional seperti  2015," kata Kepala BI perwakilan Sumbar Puji Atmiko di Padang, Rabu.

         Ia menyebutkan angka tersebut berada di atas inflasi nasional yang mencapai 3,02 persen dan sedikit dibawah  Bangka Belitung  sebesar 6,75 persen  Sumatera Utara 6,33 persen  dan Bengkulu 5 persen.

         Puji mengatakan secara spasial inflasi Sumbar  disumbang oleh pergerakan harga di Kota Padang dan Bukittinggi yang masing-masing secara bulanan tercatat inflasi 0,07 persen  dan deflasi 0,57 persen.

         "Pada 2016  Kota Padang tercatat  sebagai kota dengan laju inflasi tertinggi ke-75 dan Kota Bukittinggi dengan deflasi terdalam ke-2 dari 82 kota sampel inflasi di seluruh Indonesia," katanya.

         Sementara pada   Desember 2016 mengalami deflasi 0,01 persen  atau menurun signifikan dibandingkan November 2016 yang mencapai 1,12 persen.

    Penurunan harga bahan pangan bergejolak disumbang oleh turunnya harga komoditas strategis cabai merah dan bawang merah seiring dengan panen raya yang dimulai pada bulan Desember 2016, kata dia.

         Ia mengatakan laju deflasi kelompok pangan bergejolak sedikit tertahan dengan kenaikan harga komoditas beras dan telur ayam ras.

         Kenaikan harga beras dipicu oleh terganggunya proses penjemuran gabah dalam musim penghujan, sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras dipicu oleh tingginya permintaan menjelang liburan akhir tahun, ujarnya.

         Namun demikian, andil beras dan telur ayam ras relatif kecil dalam mendorong inflasi bulanan Sumbar yaitu m sebesar 0,06 persen  dan 0,02 persen .

         Selain itu kenaikan harga tiket pesawat karena tingginya permintaan menjelang liburan akhir tahun serta kenaikan harga rokok kretek juga berkontribusi terhadap peningkatan inflasi, katanya.

         Ia memperkirakan tekanan inflasi ke depan  cukup stabil dan terkendali, karena terjaganya pasokan kelompok bahan pangan bergejolak.

         Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Tanaman pangan Sumbar, sejumlah komoditas strategis seperti cabai merah dan bawang merah telah memasuki musim panen raya pada bulan Desember 2016 dengan pasokan yang masih akan terjaga hingga empat bilan ke depan, katanya.

         Ia menilai risiko inflasi diperkirakan masih bersumber pada gangguan cuaca, seiring dengan prakiraan cuac BMKG pada bulan Januari 2017 yang masih menunjukkan curah hujan pada level menengah di wilayah Sumbar,namun cenderung menengah dan tinggi di wilayah Jawa.

         Sebelumnya Gubernur Sumbar Irwan Prayotno meminta bupati dan wali kota mempelopori pengembangan cabai di pekarangan rumah masyarakat sebagai salah satu solusi mengatasi kelangkaan stok dalam rangka menekan laju inflasi.

         "Saya minta kepala daerah membantu siapkan bibit, bagikan 10 sampai 20 batang untuk ditanam di pekarangan masyarakat, jika semua kabupaten kota melakukan akan mencegah terjadinya kelangkaan cabai," katanya.

         Menurutnya untuk memenuhi kebutuhan cabai Sumbar jika hanya mengandalkan dari petani tidak memungkinkan karena hasil produksi selama ini merupakan kategori baik dan lebih banyak dipasarkan ke luar provinsi.

         Petani tentu juga ingin untung, kalau dijual ke luar provinsi harga lebih tinggi karena itu sulit mempertahankan cabai lokal untuk dipasarkan di Sumbar, katanya. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024