Jakarta, (Antara) - Majelis hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak keberatan mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
"Satu, menyatakan nota keberatan terdakwa dan penasihat hukum Jero Wacik tidak dapat diterima, kedua menyatakan sah dakwaan penuntut umum KPK dan ketiga memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini," kata ketua majelis hakim Tipikor Sumpeno dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Majelis hakim yang terdiri dari Sumpeno, Tito Suhud, Casmaya, Ugo dan Alexander Marwata menyatakan bahwa keberatan penasihat hukum Jero yang diketuai oleh Sugiyono tidak dapat diterima.
Sugiyono dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan pada 22 September 2015 menyatakan bahwa dakwaan KPK melanggar prinsip "integrity criminal justice system" karena menerapkan pasal-pasal yang berbeda di surat dakwaan dengan pasal sangkaan pada proses penyidikan.
Sugiyono mengungkapkan bahwa pada dakwaan pertama dari pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 ada penambahan pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang kewajiban pembayaran uang pengganti hasil korupsi dan penerapan pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan pidana berlanjut yang tadinya tidak ada dalam proses penyidikan.
Pada dakwaan kedua, Sugiyono juga memprotes penerapan pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terakhir, Sugiyono memrotes adanya pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
"Dimasukkannya pasal baru dalam dakwaan tidak menjadikan batalnya suatu dakwaan karena pemeriksaan penyidikan tidak menjurus hanya kepada satu tindak pidana tertentu, kadang-kadang sedemikian rupa gambarannya bisa dua atau tiga pidana, sehingga tidak selamanya penuntut umum menarik kesimpulan mudah jika bertemu hal yang demikian," tutur anggota majelis hakim Casmaya.
Atas dasar itu, penuntut umum diberikan kebebasan untuk menyusun surat dakwaan dalam bentuk kombinasi.
"Penuntut umum bisa membuat dakwaan kumulatif asalkan tidak menyimpang dari hasil penyidikan, karena itu perbedaan pasal dalam penyidikan dan penuntutan tidak menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum," tambah Camsaya.
Dengan alasan tersebut, surat dakwaan Jero pun tidak melanggar prinsip "integrtiy criminal justice system".
"Alasan yang dikemukakan tim penasihat hukum yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum karena penuntut umum melanggar prinsip 'integrity criminal justice system' tidak dapat diterima, dan karena tidak dapat diterima maka surat dakwaan penuntut umum dinyatakan telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP sehingga dapat menjadi dasar pemeriksaan perkara ini, maka nota keberatan terdakwa dan penasihat hukum tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan," jelas hakim Casmaya.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 12 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB dengan menghadirkan 4 orang saksi.
Dalam perkara ini Jero didakwa melakukan tiga perbuatan yaitu pertama merugikan keuangan negara dari Dana Operasional Menteri (DOM) sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada periode 2008-2011 hingga Rp10,59 miliar yang Rp8,4 miliar di antaranya digunakan untuk keperluan pribadi dan keluarganya.
Perbuatan kedua adalah Jero menerima hadiah sebanyak Rp10,381 miliar sepanjang November 2011-Juli 2013 saat menjabat sebagai Menteri ESDM yang digunakan untuk berbagai keperluan dirinya.
Ketiga, Jero didakwa menerima Rp349 juta dari Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Herman Arief Kusumo untuk perayaan ulang tahun ke-63. (*)