Awan kelabu mungkin masih menyelimuti keluarga korban yang meninggal dalam peristiwa alat berat/crane  jatuh di jantung kota Mekkah, yaitu Masjidil Haram, pada Jumat sore, 11 September 2015.

      Masjid yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim itu kini semakin populer seiring dengan sorotan dunia atas musibah yang menewaskan sedikitnya 111 orang  dan melukai lebih dari 300 jamaah  dari mancanegara.

        Tidak hanya cidera fisik, jamaah dan keluarga korban  mungkin juga masih banyak  terluka dan menyimpan duka mendalam ketika orang yang mereka cintai wafat dalam peristiwa yang tak terduga.

      Ada yang bisa menerima kenyataan itu dengan ikhlas  dan mungkin banyak juga yang belum bisa menerima ditinggal begitu cepat oleh orang yang mereka cintai.

        Erni Sampe Dosen misalnya. Istri Darwis Rahim Cogge, masih tidak menyangka suaminya kini telah tiada.

        Ia bersama suami, serta ayah dan adiknya tiba di Mekkah pada Jumat (11/9) dinihari dan langsung umrah qudum (kedatangan) sampai subuh. Sukacita sampai di Tanah Suci membuat mereka kembali Masjidil Haram untuk ibadah Shalat Jumat hingga Ashar.

      Ibu tiga anak tidak menduga dalam berapa jam kemudian sebuah bayangan gelap yang belakangan diketahui pecahan crane roboh, menghempas napas kehidupan suaminya.  

   "Saat itu juga saya yakin suami saya terkena pecahan itu, saya terus mencarinya meski saya juga mengalami luka saat itu," katanya.

        Darwis merupakan salah satu dari 11 jamaah Indonesia yang menjadi korban musibah di Masjidil Haram. Selain itu, ia sementara ini menjadi jemaah meninggal yang terakhir terindentifikasi.

        Sama dengan keluarga korban lainnya, Erni berusaha ikhlas dan pasrah menerima kenyataan kepala keluarganya telah diambil Yang Maha Kuasa, di tempat yang mulia, Tanah Suci, Mekkah Al Mukarammah, dan di hari Jumat.

    
Penyejuk

   Selain Erni, ratusan keluarga lain korban crane roboh juga pasti mengalami kegetiran yang sama. Ada orang tua yang kehilangan putra-putra mereka, ada juga suami yang kehilangan istrinya.

      Angin spiritual yang bisa menyejukkan keluarga korban (mungkin) adalah pernyataan Ulama dan Imam Besar Saudi, Syeikh Suud bin Muhammad bin Ibrahim As Suraim.

      Dalam akun twitter resminya ulama besar yang lebih dikenal Syeikh Suraim mengatakan "Mereka yang meninggal tertimpa reruntuhan Masjidil Haram kita anggap mereka adalah syuhada".

      Ia mengatakan demikian karena alasan Nabi Muhammad SAW  menggolongkan korban reruntuhan (shahibul hadmi) adalah Syahid, dengan mengutip Hadist Bukhari dan Muslim.

        Bagi umat Islam, hal itu tentu kabar yang menggembirakan karena ada jaminan masuk surga bagi mereka yang mati syahid.

        Salah satu Hadist juga menyebut "ibadah haji adalah jihad, sama dengan berperang di jalan Allah".

        Tidak saja hanya penyejuk spiritual. Selang beberapa hari setelah peristiwa itu, Raja Salman sebagai Khadimul Haramain atau "Pelayan Dua Tanah Suci" mengumumkan pemberian santunan kepada ahli waris korban musibah crane.

       Tidak hanya kepada ahli waris korban meninggal, namun korban yang cidera  baik luka yang menyebabkan cacat fisik maupun luka ringan mendapatkan santunan yang tidak bisa dibilang kecil.

        Ahli waris dari korban meninggal dan cacat fisik mendapat santunan sebesar 1.000.000 riyal atau sekitar Rp3,8 miliar dan mereka yang terluka mendapat santunan sebesar 500.000 riyal atau sekitar Rp1,9 miliar.

        Bahkan Raja yang baik hati  itu juga memerintahkan agar pemerintah Arab Saudi memprioritaskan dua ahli waris untuk beribadah haji tahun depan.

        Kepastian titah Raja itu, juga disampaikan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa Bin Ibrahim Al Mubarak di Jakarta, Jumat (18/9).

        Setiap kejadian selalu ada hikmahnya, setidaknya itu diucapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Mereka yang meninggal dalam musibah crane roboh, kata dia, tidak hanya mendapat penilaian sebagai syahid, tapi juga keluarga yang ditinggalkan mendapat santunan yang besar.

       "Jadi ini sebuah musibah atau berkah?" ujarnya.

    
Tuntutan
Pada kesempatan bertemu dengan pers Indonesia, Mustafa juga mengungkapkan musibah crane roboh  tidak lepas dari kesalahan teknis perusahaan kontraktor perluasan Masjidil Haram, yaitu Grup Bin Ladin.

        Kelalaian tersebut terkait standar operasional yang diabaikan seperti ketika crane  tidak digunakan, maka penahan derek utama harus diturunkan.

      Selain itu, menurut dia, seharusnya crane juga tidak diarahkan ke tempat jamaah sedang shalat.

      Kontraktor pun dinilai tidak memperhatikan peringatan cuaca yang disampaikan lembaga meteorologi dan perlindungan lingkungan Arab Saudi.

      "Pengembang dan konsultan bertanggung jawab sebagian atas peristiwa ini. Hasil penyelidikan sudah kami limpahkan ke Jaksa Penuntut Umum untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Mustafa.

        Oleh karena itu pula, Pemerintah Arab Saudi mempersilahkan bila ada keluarga korban ingin menuntut secara khusus perusahaan Bin Ladin tersebut.

       "Yang Mulia Raja Salman menyampaikan, meskipun para korban telah mendapat santunan, itu tidak menggugurkan hak (korban dan keluarganya) untuk mengajukan tuntutan haknya secara khusus (al-haw alkhos) kepada pengadilan yang menangani masalah tersebut," ujarnya.

      Kabar itu, tentu saja menggembirakan keluarga korban, meskipun tidak mungkin menghidupkan kembali orang-orang yang mereka cintai. Namun setidaknya, empati dan kebaikan Raja serta keterbukaan dan keadilan yang coba ditegakkan Pemerintah Arab Saudi merupakan 'obat' pelipur lara mereka yang berduka.

      Pemerintah Indonesia sendiri langsung melakukan gerak cepat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin langsung mengumumkan pemerintah melalui Perwakilan di Arab Saudi akan mempelajari kemungkinan melakukan tuntutan khusus kepada perusahaan kontraktor yang mengoperasikan crane roboh tersebut.

      Bahkan, bila dianggap perlu, pemerintah akan menyewa pengacara untuk melakukan tuntutan tersebut, 
   "Kalau dipandang perlu, kita akan lihat bagaimana kebutuhan terkait (menyewa pengacara) itu," ujar Amirul Hajj itu.

      Sebagai langkah awal, pemerintah akan mengajukan nama-nama jamaah yang meninggal dan luka pada peristiwa tersebut dan berjanji  akan memfasilitasi realisasi santunan Raja itu.

      "Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama, akan bahu-membahu dalam menindaklanjuti pencairan santutan tersebut," ujar Lukman.

        Secara khusus, ia juga menyampaikan penghargaan atas itikad baik Raja Salman bin Abdul Aziz yang telah bermurah hati mengulurkan santunan yang terbilang tidak kecil itu.

      "Mudah-mudahan ini bagian tersendiri, tidak hanya dari Pemerintah Arab Saudi, tapi juga Raja dan kerabatnya dalam berempati kepada keluarga korban yang berduka sangat dalam," ujar Lukman. *

Pewarta : Risbiani Fardaniah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024