Berbekal semangat dan niat tulus akan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, sejumlah ibu-ibu di Padang sepakat menggagas Komunitas Sumatera Barat Peduli Asi (KSPA).
"Gencarnya promosi susu formula di media massa sampai tempat umum menyebabkan banyak yang tidak tahu ASI adalah hak bayi, menyusui adalah hak ibu," kata penggagas KSPA Ria Oktorina di Padang.
Karena itu, KSPA berdiri untuk meningkatkan persentase jumlah ibu menyusui di Sumatera Barat, mengingat selama ini banyak yang belum tahu akan pentingnya ASI.
Ria yang merupakan pegawai negeri sipil tersebut menjelaskan KSPA secara rutin terus menyebarluaskan informasi tentang pentingnya ASI serta mengedukasi masyarakat.
"Tidak hanya para ibu tetapi juga calon ibu dan keluarga agar ikut berperan mendukung pemberian ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan melalui sejumlah kegiatan," ujar dia.
Alumni Universitas Erasmus Rotterdam Belanda itu menerangkan berdasarkan penelitian semua ibu yang melahirkan dikodratkan bisa menyusui dan hanya satu dari 1.000 ibu yang tidak bisa karena ada indikasi medis.
Namun, banyak yang tidak tahu serta tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekat sehingga pesimistis untuk menyusui bayi setelah melahirkan, kata dia.
"Fitrah ibu adalah menyusui tetapi karena maraknya iklan susu formula membuat banyak ibu yang menganggap ASI dapat digantikan dengan susu formula," ucapnya.
Padahal, lanjut dia, ASI dibandingkan dengan susu formula itu jauh lebih baik dan belum ada produsen yang bisa menciptakan susu formula dengan kandungan dan nilai gizi yang setara dengan ASI.
"Kami tidak memusuhi dan memerangi susu formula hanya saja pemberiannya sebaiknya harus melalui dokter karena ada indikasi medis pada bayi, atau saat besar," tegas dia.
Ia khawatir jika tidak dilakukan kampanye dan edukasi maka akan semakin marak pandangan di tengah masyarakat susu formula adalah pengganti ASI.
Sementara, penggagas KSPA Windi Dutria mengatakan setelah resmi terbentuk pihaknya mulai melaksanakan kegiatan seperti turun ke jalan membagi-bagikan brosur tentang ASI hingga bersilaturahim dengan sejumlah tokoh masyarakat.
KSPA juga pernah diundang oleh salah satu sekolah di Padang untuk menyosialisasikan pentingnya ASI di hadapan orang tua siswa, kata dia.
Selain itu KSPA Sumbar secara rutin juga melakukan bimbingan seputar ASI, bahkan saat ini sudah ada tiga dua orang konselor bersertifikat siap memberikan penjelasan, kata dia.
Sementara itu, konselor KSPA Maharani menjelaskan ASI eksklusif diberikan kepada bayi berusia 0-6 bulan tanpa dicampur oleh makanan dan minuman lain.
Jika ada ibu yang memberikan makanan tambahan seperti bubur, susu formula bahkan air putih kepada bayi berusia 0-6 bulan maka hal itu tidak dikategorikan lagi sebagai penerima ASI eksklusif, kata pemilik sertifikat konselor ASI mengacu kepada standar organisasi kesehatan dunia WHO.
Ia menjelaskan pemberian ASI dapat berlangsung hingga bayi berusia dua tahun dan disarankan memberikan makanan pendamping setelah berusia enam bulan.
Maharani mengatakan berdasarkan informasi yang dihimpun saat ini jumlah bayi yang memperoleh ASI ekslusif di Indonesia baru 26 persen.
Sementara berdasarkan target program Millenium Development Goals minimal 85 persen bayi di Tanah Air pada 2015 harus mendapatkan ASI ekslusif, kata dia.
Menurut dia, pemberian susu formula pada bayi berusia 0-6 bulan memiliki dampak karena kandungan yang ada di dalamnya tidak ramah bagi pencernaan bayi.
Salah satu contoh zat yang terkandung dalam susu formula adalah casein yang merupakan protein padat yang susah dicerna oleh bayi, ujarnya.
ASI eksklusif memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan susu formula diantaranya mengandung anti bodi yang akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi, ujar Maharani.
"ASI mengandung nutrisi yang sangat lengkap untuk bayi berusia satu sampai enam bulan," kata dia.
Selain itu, ASI juga menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes dan penyakit degeneratif lainnya, lanjut dia.
Tidak hanya itu, ia mengatakan pemberian ASI eksklusif juga akan mendekatkan hubungan ibu dan anak serta jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan susu formula.
Anak yang diberikan ASI juga menjadi lebih sehat dan jarang sakit sehingga jika ibunya bekerja akan menjadi lebih produktif.
Kendala
Lebih lanjut Maharani menceritakan secara umum persoalan yang banyak dikeluhkan ibu menyusui adalah air susu yang sedikit dan belum keluar pada hari pertama dan kedua menyusui.
"Pada kondisi seperti itu akhirnya banyak yang mulai berpikir untuk memberikan susu formula untuk memenuhi kebutuhan bayi," ungkapnya.
Menurut dia, ibu harus sabar dan diberikan dukungan, karena secara bertahap ASI akan keluar dan dapat memenuhi kebutuhan bayi.
Kondisi kejiwaan ibu juga akan menentukan banyaknya air susu, karena ketika ibu berada dalam kondisi stres maka ASI akan sedikit dan sebaliknya saat bahagia akan membuat ASI lebih banyak
Tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ASI eksklusif juga berasal dari kalangan tenaga kesehatan yang belum sepenuhnya mendorong terwujudnya hal itu.
Pernah dijumpai produsen susu formula yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk mempromosikan produknya kepada ibu yang baru melahirkan, kata dia.
Ia pernah menyaksikan bayi yang baru lahir langsung diberikan susu formula, padahal harus ada izin tertulis dari orang tuanya.
Tidak jarang dijumpai ibu yang baru melahirkan diberikan bingkisan perlengkapan bayi, berisi susu formula yang akan membuat mereka berpikir bahwa ini diberikan tenaga kesehatan sehingga boleh digunakan.
Ia juga melihat kalangan yang lebih banyak memberikan susu formula kepada bayi adalah masyarakat ekonomi bawah akibat gencarnya serbuan iklan.
"Para orang tua tersebut tidak ingin anaknya seperti mereka, melihat iklan susu formula yang menggambarkan anak akan cerdas akhirnya terpengaruh dan memberikannya pada bayi," kata dia.
Selama mengampanyekan ASI ekslusif, relawan KSPA pernah mendapatkan ejekan dari tenaga kesehatan karena dianggap terlalu berlebihan, sementara pihak medis saja tidak terlalu proaktif mengampanyekannya.
Padahal dari sisi regulasi sebenarnya Indonesia dapat disebut sebagai negara paling peduli dengan ASI karena telah diatur melalui undang-undang yang melindungi ibu menyusui dan hak bayi.
Lebih ekstrem di luar negeri seperti Italia penjualan susu formula sangat ketat dan hanya dijumpai di apotek dan bahkan untuk membelinya harus memperoleh rekomendasi dokter.
Dukungan Keluarga
Persoalan lain yang kerap dijumpai dalam pemberian ASI eksklusif adalah kurangnya dukungan kepada ibu menyusui, terutama dari keluarga terdekat
Untuk dapat mewujudkan ASI eksklusif harus ada dukungan dari keluarga terdekat seperti suami hingga orang tua sehingga motivasi ibu menyusui menjadi tinggi, kata dia.
Terkadang ibu yang menyusui karena tidak ada dukungan suami merasa berjuang sendiri dan akhirnya mudah menyerah sehingga beralih menggunakan susu formula, ujarnya.
Menurut dia, para ibu banyak yang memahami pentingnya ASI ekslusif namun karena faktor lain seperti bekerja akhirnya pesimistis tidak akan dapat memberikan ASI secara penuh.
Ke depan, KSPA akan menggelar kelas reguler edukasi untuk memberikan pemahaman yang utuh seputar ASI ekslusif menuju dibentuknya organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia perwakilan Sumatera Barat.
Meski pun tidak dibayar, perjuangan KSPA mengampanyekan ASI demi menyelamatkan generasi tidak boleh terhenti demi lahirnya anak-anak bangsa yang sehat dan cerdas.