Guratan ketakutan, pucat, lelah dan kelaparan masih menghiasi wajah Syahrul (10 tahun) saat menceritakan deritanya kepada seorang polisi lalu lintas berpangkat Brigadir Dedi Mustika di Pos Polisi Alang Lawas Koto, Kota Padang, Selasa pagi. "Tolong wak pak, wak nyo ciloknyo jo urang lah ampek hari wak samo urang tu, wak nyo suruah jadi pengemis, awak ingin pulang pak, (Tolong saya pak, saya diculik orang, sudah empat hari ini saya disuruh jadi pengemis, saya ingin pulang pak)" kata bocah yang mengaku murid SD Negeri 08 Pakan Sanayan, Kota Bukittinggi itu kepada Dedi Mustika. Syahrul menceritakan kisahnya sehingga ia bisa terdampar di Kota Padang, bermula saat ia bermain di pasar dekat rumahnya, ia dihampiri oleh dua orang pemuda yang membawa becak motor, saat itu ia ditawari untuk naik kendaraan tersebut untuk bermain. Nalurinya sebagai anak kecil tidak mengetahui niat buruk dua orang pemuda tersebut sehingga ia ikut menaiki kendaraan tersebut. Namun tidak berapa berselang, kedua pemuda tersebut mengarahkan kendaraannya menuju Kota Padang, mengetahui kendaraan tersebut sudah jauh dari rumahnya, Syahrul meronta dan meminta kedua pemuda itu untuk menghentikan kendaraannya. Namun permintaan bocah tersebut ditanggapi dengan hardikan oleh dua pemuda itu, selain itu Syahrul juga mendapat pukulan di kepala menyuruhnya agar ia diam, namun bocah tersebut terus meronta, tindakan itu mendapat ganjaran dari pemuda tersebut yang langsung mengikat kaki dan kedua tangan Syharul dan langsung menyekapnya dalam becak motor itu. Syahrul baru sadar saat ia sudah sampai di sebuah rumah dan langsung mendapat hardikan keras dari dua pemuda itu agar menuruti segala perintahnya agar dapat makan. Dikatakannya, pemuda itu langsung mengantarnya ke perempatan jalan di sebuah lampu merah bersama tiga orang yang berusia sebayanya,dia tidak mengenal ketiga rekannya tersebut. Sebelumnya dua pemuda itu sudah menyuruhnya untuk bisa manghasilkan uang dengan cara meminta kepada kendaraan yang berhenti di lampu merah tersebut. "Waang di siko harus cari pitih sabanyaknyo, kalau indak dapek waang den tampa, jaan cubo lari dari den, waang den bunuah, (Kamu disini harus cari uang sebanyaknya, kalau tidak dapat kamu saya tampar, jangan coba lari dari saya, kamu saya bunuh," jelas Syahrul yang menirukan kata-kata kedua pemuda tersebut. Sahrul mengatakan, setelah siang kedua pemuda tersebut mengumpulkan ia dan rekan-rekannya untuk makan sekaligus mengumpulkan seluruh penghasilan dari setiap orangnya yang berjumlah sekitar lima-delapan orang. Makan siang yang diberikan tersebut kata Syahrul, hanya nasi pakai kuah gulai dan cabe, ditambah sedikit sayur ubi, tidak ada lauk dan nasi satu bungkus itu harus dimakan tiga orang. "Kalo saketek dapek pitih, wak ndak nyo agiah nasi do Pak, sudah tu wak kanai tampa lo,(Kalau sedikit dapat uang saya tidak dikasih makan, selain itu saya kena tampar)" kata Syahrul sambil makan lontong pemberian polisi Dedi Mustika. Selain itu kalau malam datang, ia harus tidur di atas tikar dan tidak diberi selimut, selain itu pada malam itu juga sebelum tidur ia juga mendapat perlakuan kasar dari dua pemuda tersebut,yakni tamparan, sundutan api rokok, serta tendangan dari dua pemuda itu. "Sabalun lalok wak nyo tampanyo, kadang tangan jo punggung waknyo agiah api rokok,(sebelum tidur saya diatampar, kadang tangan dan punggung saya dibakar pakai api rokok)," kata Syahrul sambil membuka bajunya memperlihat bekas sundutan api rokok yang membanjiri pungunggnya. Derita itu harus ia rasakan setiap malam, karena dua pemuda itu menilai, apa yang dihasilkannya tidak sesuai dengan keinginan dua pemuda itu. Setiap malam ia terus teringat almarhumah ibunya dan bapaknya yang sudah nikah lagi dengan orang lain, dan tidak tinggal bersamanya. sementara itu ia dititipkan bersama neneknya yang sudah renta. Setiap malam itu juga ia terus berpikir untuk bisa melarikan diri dari cengkraman dua pemuda itu. Kesempatan itu akhirnya datang saat pagi buta, ia melihat kedua pemuda tersebut masih tertidur pulas, perlahan dan mengendap ia mebuka jendela rumah dan langsung melompat keluar, ia tidak berpekir kemana harus lari. namun yang ada dipikirannya ia harus terus lari sejauh mungkin dari rumah itu, ia tidak menghiraukan kakinya yang terinjak paku, dan kerikil. Tekadnya ia harus lari secepat mungkin sebelum kedua pemuda itu mencarinya. Akhirnya ia bisa bernapas lega ketika pagi menjelang, saat itu aia melintasi sebuah pos polisi yang di dalamnya ada seorang polisi, ia langsung menangis di depan pos tersebut melepaskan himpitan beban yang selama ini ia derita. Polisi yang bernama Dedi Mustika langsung memberikan sarapan pagi dan mengantarnya kesebuah rumah dekat pos tersebut dan menyuruh Syahrul mandi. Dedi mengatakan, Syharul akan diantarkan ke Polresta Kota Padang, selanjutnya ia akan diproses dan diminta keterangan, serta akan diantarkan ke rumahnya. Ia menambahkan, sudah menghubungi pihak sekolah tempat Syahrul menempuh pendidikan, dan ia membenarkan keterangan Syharul bahwa ia murid SD Negeri 08 Pakan Sanayan, Kota Bukittinggi. "Kita sudah melakukan koordinasi denga kepala sekolahnya, dan pihak sekolah juga mengatakan kalau syahrul sejak lima hari lalu tidak masuk sekolah, sementara ini ia tinggal dengan neneknya, bapak nya sudah nikah dan tinggal di Padang Panjang," katanya. ***


Pewarta : Agung Pambudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024