Hanya berjarak dua hari dari bencana jebolnya tanggul Situ Gintung Tangerang Banten yang menelan korban 98 orang meninggal dunia dan lebih dari 100 orang masih dinyatakan hilang, Senin pagi (30/3/2009) air bah (Galodo) juga menerjang sejumlah wilayah yang berada di Kabupaten Tanah Datar dan kabupaten Agam Sumatera Barat yang terletak di kaki Gunung Marapi, menyusul hujan dengan intensitas tinggi dua hari berturut-turut sebelumnya. Kejadian ini mengingatkan kita pada bencana serupa yang terjadi tahun 1979 silam (30 tahun lalu). Bencana tersebut telah meluluh lantakkan sejumlah infra struktur wilayah, rumah, lahan pertanian (sawah) serta sejumlah ternak masyarakat hanyut, dan dari data yang ada sampai saat ini tercatat 1 orang warga meninggal dunia (data ini bisa saja berubah) serta kerugian material milyaran rupiah. Kita semua ikut prihatin dan merasakan kepiluan yang menimpa saudara-saudara kita yang terkena bencana tersebut. Kita mendoakan agar mereka tabah menerima suratan ini dan segera bangkit menatap kehidupan yang lebih baik. Sementara itu, bagi saudara-saudara kita yang diberi kelapangan dan rezeki yang berlebih, sudilah kiranya mengulurkan tangan membantu sanak saudara kita yang tertimpa bencana. Demikian juga dengan aparat pemda diharapkan dapat segera mendata semua kerugian dan kerusakan infrastruktur untuk secepatnya direhabilitasi, karena ini menyangkut roda kehidupan dan perekonomian masyarakat. Terutama kerusakan jalan, jembatan, rumah/tempat tinggal yang hancur dan sarana prasarana umum lainnya. Kerusakan alam. Biasanya setiap bencana alam yang terjadi hampir selalu dikaitkan dengan ulah tangan manusia yang ceroboh dalam memanfaatkan alam yang ada. Seperti yang disinyalir oleh pegiat lingkungan, bahwa ada indikasi telah terjadi kerusakan alam dilereng gunung Marapi, akibat ulah tangan-tangan yang tidak terkontrol dan tidak bertanggungjawab dalam mengeksploitasi hutan, dampaknya dapat dirasakan, yakni terjadinya banjir bandang seperti bencana galodo ini. Melalui tulisan ini, penulis sebagai putra Minang tidak ada salahnya kembali dan tidak henti-hentinya berbagi pikiran berkaitan dengan bencana demi bencana yang mendera sanak saudara kita, hanya karena kealpaan atau kelalaian kita dalam memanfaatkan alam ini yang berakibat munculnya bencana yang maha dahsyat. Sebagai umat beragama kita amat yakin bahwa segala sesuatunya yang terjadi di permukaan bumi ini adalah atas kehendakNya. Kalau yang diatas sudah berkehendak maka terjadilah, tidak satupun makhluk yang dapat menahannya. Namun sebagai makhluk yang berakal kita harus selalu belajar dari fenomena alam, kalau tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Di kaki gunung Marapi paling tidak ada empat sarasah (kantong penyimpan air) yang mengalir dari atas gunung, diantaranya sarasah Gadang, sarasah Pinang, sarasah Sitincak dan sarasah Bungsu. Akibat berkurangnya jumlah tanaman/tumbuhan-tumbuhan keras yang akarnya cukup mampu menahan dan menyimpan air hujan agar tidak langsung mengalir deras, telah menyebabkan bencana itu terjadi. Solusi ke depan. Dalam rangka mengantisipasi kemungkinan terulangnya bencana serupa ke depan, paling tidak pemerintah daerah dan unsur terkait serta masyarakat perlu melakukan beberapa hal. Pertama, perlu segera melihat dan mengakaji sejauh mana terjadi kerusakan alam di kaki/lereng gunung Marapi yang berdampak timbulnya aliran air deras bila hujan tiba yang menyebabkan terjadinya bencana galodo. Kedua, bila memang sudah terjadi kerusakan alam, maka perlu diambil langkah-langkah untuk menghijaukan/menanam kembali spesies tumbuhan yang cocok dengan kondisi tanah dan mampu menahan air, serta memberikan penyadaran kepada sanak saudara kita yang berdiam dan berpenghidupan di sekitar kaki/lereng gunung Marapi agar bertanggungjawab menjaga kelestarian alam. Ketiga, untuk masyarakat yang berdiam/bertempat tinggal di lokasi/tempat yang kerendahan dan kemungkinan akan menjadi tempat mengalirnya air dari lereng gunung atau yang selama ini telah menjadi aliran galodo perlu dipertimbangkan untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman/ketinggian, agar aman dari kemungkinan bencana berikutnya. Dalam praktiknya memang tidak mudah melaksanakan hal diatas, namun apapun alasannya agar kita terhindar dari bencana serupa ke depan, mau tidak mau kita harus melakukan sesuatu. Terakhir mari kita tidak henti-hentinya memanjatkan doa kepada yang maha kuasa, agar kita semua terhindar dari bencana yang akan menimpa, dan saudara-saudara kita yang tertimpa bencana diberi ketabahan serta segera dapat kembali menjalani kehidupan seperti sediakala, amin. (***)

Pewarta : Drs. Bastiam, MM
Editor :
Copyright © ANTARA 2024