Kita tahu sejak lama bahwa air itu adalah sumber energi yang sangat besar, begitu juga dengan aliran air sungai. Sejak dulu orang tahu bahwa energi listrik bisa dihasilkan dari aliran sungai namun sejauh ini tidak banyak yang mencoba.
Kini, sejak semua serba mahal akibat kenaikan harga BBM, banyak orang yang sudah mulai melirik sumber energi lain untuk menjadi alternatif.
Pembicaraan soal pemanfaatan energi alternatif sudah menjadi topik yang serius oleh pemerintah Indonesia, di tengah makin tingginya harga minyak dunia akhir-akhir ini.
Bahkan pemerintah terus mengajak masyarakat berhemat dalam penggunaan energi dari sumber fosil dan saatnya beralih pada pemanfaatan energi alternatif.
Himbauan pemerintah serta kalimat "Dimana ada kemauan, disitu ada jalan", menjadi pemicu semangat seorang pria berumur 30-an tahun, yakni Yananda, untuk melahirnya satu karya pemanfaatan energi alternatif untuk penerangan dirumahnya.
Karya yang diciptakan pria yang bermukim di perkampungan Sungkai, Kelurahan Lumbung Bukit, kawasan Gunung Sago, Kota Padang, Sumbar, merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mini.
Dengan kata lain, memanfaatkan aliran sungai itu, dia bisa menerangi rumahnya dengan lampu.
PLTA mini yang dirakit secara tradisional itu, memanfaatkan potensi air aliran sungai Geringging yang mengalir dibelakang rumah mertuanya itu.
Yananda menjelaskan, perangkat PLTA mini itu, satu unit dinamo (ganerator) berkapasitas 3.000 watt, dua roda terbuat dari kayu dan satu kincir air yang tak hentinya berputar di derasnya air sungai.
Sejak dua bulan PLTA mini itu, sudah bisa mengeluarkan daya listrik 250 watt, sehingga tiga kepala keluarga (KK) yang tinggal pada satu rumah semi permanen berdekatan dengan hamparan sawah itu, sudah bisa menikmati penerangan listrik dan menyalakan televisi.
Pengerjaannya, kata dia, sudah berlangsung sejak lima bulan silam, karena sering bongkar pasang untuk mencari posisi yang tepat. Pemilihan posisi itu, supaya bisa mengeluarkan daya lebih tinggi. Maka mulai pekan pertama April 2008 arus masuk sudah agak stabil.
Sistem operasinya PLTA mini itu, sepanjang debit air sungai naik, makin lebih baik karena putaran kincir air kencang dan daya yang dikeluarkan akan lebih tinggi.
"Saat ini daya yang 250 watt itu bisa menghidupkan enam titik bola lampu listrik dan satu televisi," kata pria punya anak satu itu.
Pemukiman penduduk di Sungkai, Kelurahan, Lambuang Bukit, Padang, dihuni sekitar 24 kepala keluarga (KK) tergolong tidak mampu dan menuju ke sana sekitar satu kilometer harus menempuh jalan yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua.
Karena pemukinan yang terpencil dan berada di kawasan perbukitan, sehingga jauh dari jangkauan jaringan Perusahaan Listrik Nenaga (PLN). Hingga saat ini warga di sana hanya mengandalkan lampu semporong (pelita) dan ada juga yang lampu petromaks.
Kendati kegemerlapan di kawasan perbukitan itu dan keinginan keluarganya untuk penerangan yang layak, sehingga Yananda terinspirasi menciptakan PLTA mini itu.
Musliadi mertua Yan, menceritakan proses pembuatan energi alternatif itu, berawal dari keinginan keluarga yang berencana membeli genset untuk penerangan rumah di kawasan perbukitan itu.
Harga genset tergolong murah, dibanding harga biaya pembuatan PLTA mini yang sampai beroperasi dengan kapasitas 250 watt, sudah menghabiskan biaya Rp6,5 juta.
Setelah dipikir-pikir dan semua anggota keluarga, berpendapat kalau pemanfaatan genset untuk penerangan, bahan bakarnya tentu premiun.
Harga BBM makin mahal dan ketergantungan akan makin tinggi, jelas keluarga tidak akan mampu dalam jangka panjang, maka berpikir membuat PLTA mini.
Pembuatan PLTA mini membutuhkan biaya awalnya Rp8 jutaan. Dalam jangka panjang biaya keluar akan semakin kicil, kecuali ketika rusak saja.
"Kami keluarga kurang mampu. Kami mendukung rencana Yan untuk menciptakan PLTA mini tersebut," kata Musliadi yang berprofesi petani itu.
Bisa Enam Rumah
Menurut Yananda, bila kincir air makin kencang berputar maka watt pada generator bisa mencapai 3.000 watt. Bisa menerangi enam rumah warga di sekitarnya.
Saat ini masih terkendala pada belum terarahnya pasokan air ke parit yang manjadi lokasi kincir sehingga belum bisa menerangi rumah tetangga di sekitar PLTA mini itu.
Dia mengatakan, pengendalian arusnya tergantung pasokan air yang memacu kecepatan putaran kincir airnnya. Dia juga menghadapi kendala dana untuk mengatur parit agar arus air menjadi deras.
Parit penyaluran air ke kincir belum dibeton. Jika musim kemarau dan debit air sungai turun maka berpengaruh pada daya, bahkan bisa tidak beroperasi, katanya.
"Kami sekeluarga harus kumpulkan uang dulu untuk mengatasi masalah itu," katanya.
Pemko Akan Bantu
PLTA mini di pinggir kota itu, mendapat sambutan positif Pemerintah Kota Padang, karena merupakan solusi pemanfaatan energi alternatif yang perlu diterapkan secara luas.
Bahkan, Dinas Perindustrian, Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Kota Padang, bertekat akan terus mendorong warga pinggiran kota yang belum tersentuh penerangan PLN, untuk menciptakan PLTA Mini.
Kepala Disperidagtamben Kota Padang, Haryanto Rustam, di Padang, mengatakan, inovasi yang dilakukan salah seorang warga di Kelurahan Lumbung Bukit, Padang, harus di dukung baik moril maupun materil.
Haryanto mengatakan, pihaknya akan meninjau PLTA Mini hasil karya warga itu, jika ada kendala pendanaan maka akan diusahakan mencarinya.
PLTA Mini yang memanfaatkan sumber air sungai dibuat oleh warga Sungkai, Kelurahan Lumbung Bukit, satu pemukiman penduduk belum tersentuh aliran PLN.
Jika penggunaan atau pemakaian PLTA mini itu, lebih irit daripada mesin genset yang mengandalkan bahan baku premium, maka akan meringan beban masyarakat.
"Hingga kini baru satu PLTA mini yang diciptakan warga Padang, untuk penerangan," katanya. Dia menyatakan ke depan akan menjadi program Disperindagtamben untuk penerangan pada pemukiman penduduk yang belum atau sulit terjangkau jaringan PLN. (***)
Warga Pinggir Kota pun Ikut Menikmati Indahnya Malam
Pembicaraan soal pemanfaatan energi alternatif sudah menjadi topik yang serius oleh pemerintah Indonesia