Kota Padang (ANTARA) - Dalam kurun beberapa tahun terakhir, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terus menggencarkan peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Langkah ini selaras dengan kebijakan PT PLN Persero yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang memasifkan penggunaan energi hijau dan bersih.
Di Sumbar, transisi energi fosil ke EBT secara perlahan, namun pasti, sudah mulai dirasakan masyarakat, salah satunya keberadaan puluhan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik.
Saat ini, terdapat 63 SPKLU tiang (pole mounted charging) maupun nontiang yang tersebar di 73 lokasi kabupaten dan kota se-Sumbar. Teranyar, PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumbar menambah 30 SPKLU tiang guna memperluas jangkauan pengisian kendaraan listrik, masing-masing dengan daya 22 kilowatt (kW) dan 100 kW, sehingga total keseluruhan 93 unit.
Dari jumlah itu, dua SPKLU di antaranya merupakan ultra fast charging, tujuh fast charger, 51 medium fast charger serta 31 slow charger yang tersebar di 33 lokasi. Pemasangan tersebut, sekaligus dalam rangka menyiapkan serta mengantisipasi peningkatan volume kendaraan listrik saat Hari Raya Idul Fitri 1447 Hijriah.
Berdasarkan data Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat), Provinsi Sumbar, saat ini tercatat ada 630 unit kendaraan listrik roda dua serta 139 kendaraan listrik roda empat. Artinya, puluhan SPKLU tiang maupun nontiang itu sudah cukup untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN UID Sumbar Heri Kurniawan Indarto mengatakan penambahan 30 SPKLU tiang itu dalam rangka untuk mendukung transisi penggunaan kendaraan listrik di Ranah Minang.
Apalagi, kata dia, berkaca dari Idul Fitri 2024, dimana mobilitas kendaraan listrik yang masuk ke Provinsi Sumbar tergolong besar. Oleh sebab itu, PLN mengantisipasi agar tidak terjadi antrean panjang di SPKLU pada saat hari besar keagamaan pada 2025 dengan menambah keberadaan SPKLU.
Puluhan SPKLU tersebut tersebar di beberapa titik, dengan kapasitas yang bervariasi, yakni 22 kW hingga 200 kW. Tidak hanya itu, pada 2026 PLN UID Sumbar juga berencana menambah sekitar 20 unit SPKLU yang saat ini sedang dalam tahap menunggu pagu anggaran guna membangun fasilitas kendaraan listrik di Ranah Minang.
Sementara itu, General Manager PLN UID Sumbar Ajrun Karim mengatakan pemerintah bersama PLN akan terus memaksimalkan berbagai potensi EBT yang ada di Ranah Minang. Selain membangun SPKLU, PLN juga sedang menyiapkan salah satu agenda besar, yakni pembangunan PLTS terapung dengan kapasitas mencapai 90 Megawatt peak (MWp). Proyek besar ini akan dikerjakan langsung oleh PT PLN Indonesia Power.
Rencana pembangunan PLTS terapung merupakan upaya pemerintah, setelah sebelumnya berhasil membangun PLTS terapung berkapasitas 192 MWp di Cirata, Kabupaten Purwakarta, dan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Selain itu, juga terdapat beberapa pekerjaan yang sedang berlangsung maupun dalam tahap pengusulan, di antaranya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), masing-masing di Muara Laboh, Kabupaten Solok Selatan, Bonjol di Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Tanah Datar. Tidak hanya itu, Sumbar juga sedang mengerjakan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMh) di sejumlah daerah.

Meskipun Provinsi Sumbar, saat ini sudah surplus energi listrik, upaya percepatan pembangunan PLTS masih sangat dibutuhkan. Alasannya, Indonesia, bahkan dunia, saat ini terus berupaya beralih pada energi hijau dan bersih. Apalagi, negeri ini mempunyai komitmen yang jelas terkait program net zero emission (NZE).
Energi hijau menjadi komitmen dan semangat PLN untuk mengganti energi fosil menjadi energi hijau.
Senada dengan itu, Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengatakan PLTS Terapung Danau Singkarak yang berlokasi di Kabupaten Tanah Datar tidak hanya ditujukan untuk mendistribusikan listrik di wilayah Provinsi Sumbar, namun juga bagi berbagai daerah lain di Pulau Sumatra.
Direncanakan, PLTS Terapung Danau Singkarak ini akan menjadi pembangkit listrik dengan daya paling besar di Sumatra.
Selain itu, rencana pembangunan PLTS Terapung Danau Singkarak sejatinya mendapatkan respons positif dari anggota DPD RI asal Sumbar Irman Gusman. Menurut dia, megaproyek itu mampu semakin menguatkan Sumbar sebagai provinsi hijau di Indonesia. Apalagi, provinsi itu, sebelumnya berhasil membangun PLTP di Muaro Laboh, Kabupaten Solok Selatan, yang dikelola oleh PT Supreme Energy Muara Laboh.
Dalam skala lebih besar, Irman melihat pembangunan PLTS Terapung Danau Singkarak merupakan salah satu solusi dalam menjawab tantangan perubahan iklim, sekaligus diharapkan menjadi gerbang transisi menuju energi baru terbarukan yang mendukung upaya Indonesia dalam menuju net zero emission pada 2060.
Dan bagian terpenting dari pembangunan itu ialah tidak hanya sebatas proyek strategis energi, melainkan mampu memberikan dampak positif yang berkelanjutan terhadap lingkungan, terutama masyarakat.
Secara umum, pembangunan PLTS sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya poin kedua, yakni memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Provinsi Sumbar pada hakikatnya memiliki potensi energi terbarukan yang tergolong besar, mulai dari cahaya Matahari, air, hingga energi panas bumi atau yang disebut juga geotermal. Besarnya potensi itu menjadi alasan kuat pemerintah untuk memanfaatkannya demi kepentingan, sekaligus kesejahteraan rakyat.
Langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan PLN tersebut selaras dengan upaya Pemerintah Provinsi Sumbar yang bertekad menggarap EBT hingga 58,29 persen pada 2030 atau sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumbar 2025–2029, khususnya misi lumbung pangan nasional dan ekonomi berkelanjutan.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Sumbar, Ranah Minang baru menggarap sekitar 33 persen EBT dari total potensi yang ada. Sebagai gambaran, daerah itu mempunyai potensi energi panas bumi sebesar 1.651 Megawatt (MW), bioenergi 923,1 MW, energi surya setara 5.898 MW serta 428 MW energi angin.
Artinya, apabila pemerintah daerah bisa menggarap potensi tersebut, maka Sumbar bisa menjadi percontohan implementasi EBT di Indonesia. Apalagi, transisi energi hijau dan bersih, kini menjadi sorotan dunia karena eksploitasi energi fosil yang masif berdampak pada perubahan iklim.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Geliat Tanah Minangkabau menuju transisi energi hijau
