Padang (ANTARA) - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan mantan Kepala Kepolisian Resor (Polres) Solok Selatan AKBP Arief Mukti sebagai saksi di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Sumatra Barat (Sumbar) pada Rabu (21/5).
Arief yang kini bertugas di Mabes Polri menjadi saksi dalam kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Solok Selatan pada November 2024 dengan terdakwa Dadang Iskandar yang waktu itu menjabat Kepala Bagian Operasional (Kabagops).
"Pada saat kejadian saya sedang tidur di rumah dinas, kemudian mendengar bunyi letusan yang diiringi suara pecahan kaca," kata Arief memberikan kesaksian di Padang.
Untuk diketahui, AKBP Arief Mukti yang datang ke Pengadilan mengenakkan kemeja hitam bercorak itu selain berstatus sebagai saksi juga berstatus sebagai korban, karena ia juga menjadi sasaran penembakan oleh terdakwa.
Arief menerangkan bahwa setelah mendengar suara letusan pada malam itu, dirinya langsung memanggil sejumlah anggota yang berada di ruangan sebelah rumah dinas, kemudian berlindung.
Ia juga menerangkan setelah itu ia keluar dan menyaksikan mobil yang dikendarai oleh terdakwa, hanya saja ia tidak menyaksikan diri terdakwa secara langsung.
Menurutnya setelah penembakan itu terdakwa pergi meninggalkan lokasi, lalu tidak lama berselang datanglah Kepala Bagian Operasional pada Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan Abdul Rahim.
Dari sana barulah ia mengetahui bahwa terdakwa sebelumnya juga menembak Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ulil Riyanto Anshar yang akhirnya meninggal dunia.
"Saya lalu memerintahkan jajaran Reskrim untuk mengejar pelaku, sedangkan Kepala Satuan Lalu Lintas saya suruh membawa korban ke Puskesmas terdekat dengan harapan masih bisa tertolong," jelasnya.
Ia juga menceritakan bahwa dirinya menjabat sebagai pimpinan di Polres Solok Selatan pada 2022, sedangkan terdakwa Dadang Iskandar sudah bertugas lebih dulu sebagai Kabagops.
Arief juga menerangkan antara dirinya dengan terdakwa tidak ada permasalahan, bahkan keduanya sama-sama hadir pada acara peyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada siang sebelum kejadian penembakan.
Dalam persidangan juga diungkapkan saksi bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa aktivitas tambang batu dan pasir ilegal yang ditindak oleh Satreskrim Polres Solok Selatan ada kaitannya dengan terdakwa.
Karena diketahui perselisihan terjadi ketika Dadang meminta bantuan kepada korban selaku Kasatreskrim agar melepaskan sopir yang diamankan karena dugaan aktivitas tambang ilegal.
Hanya saja permintaan itu tidak dipenuhi oleh Ulil sehingga diduga telah membuat Dadang kesal, terdakwa juga tersinggung dengan sikap korban ketika mereka bertemu langsung di Polres Solok Selatan.
Terdakwa mengulurkan tangan untuk bersalaman namun tidak disambut oleh korban, dan ketika terdakwa meminta agar dua sopir dilepaskan, korban hanya menjawab "Sebentar, sebentar".
Hal tersebut sesuai dengan isi dakwaan yang dibacakan oleh tim JPU pada sidang perdana yang digelar di Pengadilan Padang sebelumnya.
Tim JPU yang menyidangkan perkara merupakan gabungan dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sumbar, Kejaksaan Negeri Padang, dan Kejaksaan Negeri Solok Selatan.
Sidang dipimpin langsung oleh majelis hakim Pengadilan Padang yang diketuai oleh Adityo Danur Utomo, dan telah digelar sebanyak tiga kali.
Dadang Iskandar selaku terdakwa didakwa oleh JPU dengan pasal 340 KUHPidana, 338 KUHPidana, 340 Juncto (Jo) pasal 54 KUHPidana, dan 338 KUHPidana Jo pasal 54 KUHPidana.