Dinkes Pesisir Selatan temukan 1.076 Kasus TBC pada 2024

id TBC,Pessel, Sumbar,berita pessel,berita sumbar\,dinkes pessel

Dinkes Pesisir Selatan temukan 1.076 Kasus TBC pada 2024

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Erna Juita, di ruangan dinasnya di Painan, Selasa (17/12/2024). ANTARA/Holy Adib

Painan (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menemukan 1.076 kasus tuberkulosis atau TBC terjadi di daerah itu pada 2024.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Pesisir Selatan, Erna Juita di Painan, Rabu, mengatakan 1.076 kasus itu merupakan kasus yang ditemukan hingga November 2024.

Menurutnya, ada kemungkinan temuan kasus TBC di kabupaten tersebut tahun ini melebihi 1.076 karena data Desember masih belum masuk.

Erna menjelaskan bahwa 1.076 kasus tersebut diidentifikasi oleh fasilitas kesehatan, yaitu puskesmas dan rumah sakit. Kasus paling banyak diidentifikasi di RSUD M. Zein (384 kasus), lalu RS Bhakti Kesehatan Masyarakat (151 kasus), Pukesmas Air Haji (70 kasus).

Lalu di Puskesmas Balai Selasa (60 kasus), Puskesmas Kambang (42 kasus), Puskesmas Surantih (42 kasus), Puskesmas Koto Baru (35 kasus), Puskesmas Tarusan (33 kasus), Puskesmas Salido (32 kasus), Puskesmas Tapan (27 kasus).

Kemudian di Puskesmas Inderapura (23 kasus), Puskesmas Pasar Kuok (23 kasus), Puskesmas Pasar Baru (20 kasus), Puskesmas Air Pura (18 kasus), Puskesmas Tanjung Beringin (16 kasus), Puskesmas Barung-Barung Balantai (15 kasus), Puskesmas Koto Berapak (13 kasus), Puskesmas Ranah Ampek Hulu (11 kasus), Puskesmas RSUD Tapan (10 kasus), Puskesmas Tanjung Makmur (10 kasus), Puskesmas Asam Kumbang (9 kasus), dan Puskesmas Lumpo (6 kasus).

"Semua penderita 1.076 kasus TBC itu sudah diobati. Keberhasilan pengobatan dapat dilihat pada 2025. Pada 2023, angka keberhasilan pengobatan pasien TBC di Pesisir Selatan mencapai 90 persen," ujar Erna.

Selain itu, hingga November 2024 pihaknya sudah memeriksa 6.823 orang yang terduga mengidap TBC.

Erna menjelaskan bahwa terduga pengidap TBC ialah orang yang memiliki gejala TBC, seperti batuk berdahak berulang selama 14 hari, berat badan turun secara drastis dalam waktu singkat, berkeringat pada malam hari tanpa beraktivitas, dan nafsu makan menurun.

"Orang yang memiliki gejala TBC sebaiknya segera memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit tanpa menunggu gejalanya makin parah. Jangan malu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan karena TBC merupakan penyakit menular yang berbahaya. Pada 2023, 43 warga Pesisir Selatan meninggal akibat TBC," tuturnya.

Jika positif TBC, kata Erna, orang tersebut akan diberi obat yang harus diminum tiap hari selama enam bulan. Orang tersebut diwajibkan datang ke fasilitas kesehatan sekali sepekan untuk dipantau minum obatnya.

Untuk memutus rantai penularan TBC, kata Erna, pihaknya tidak hanya memeriksa orang yang satu rumah dengan penderita TBC, tetapi memeriksa orang di dua puluh rumah di sekitar penderita. Sementara itu, penderita dianjurkan untuk menggunakan masker untuk keluar rumah karena penularan TBC terjadi melalui cipratan air liur dari batuk penderita.

Untuk mencegah penularan TBC, kata Erna, Dinas Kesehatan Pesisir Selatan melakukan imunisasi BCG kepada bayi dan memeriksa orang-orang yang berkontak serumah dengan penderita TBC. Kemudian, pihaknya melakukan surveilans, antara lain melakukan investigasi kontak, dan surveilans aktif di puskesmas dan rumah sakit.

Pihaknya juga melakukan promosi kesehatan dengan memanfaatkan media massa dan media sosial serta bertatap muka dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan pencegahan dan pengendalian TBC, bermitra dengan lintas sektor terkait, baik pemerintah maupun swasta, untuk meningkatkan pelaksanaan program dan memberdayakan masyarakat melalui pemberian informasi, penyuluhan, dan membantu masyarakat agar berperan aktif dalam pencegahan TBC.

Pada 2025 pihaknya akan menjalankan program Active Case Finding tahap III. Erna menjelaskan bahwa ACF adalah kegiatan yang bertujuan menemukan kasus TBC melalui serangkaian pemeriksaan, seperti pemeriksaan riwayat penyakit dan gejala, dahak, tuberculin, dan rontgen dada.

"Pada ACT tahap III 2025, kami menargetkan pemeriksaan terhadap 3.000 orang yang berisiko terkena TBC, yaitu orang kontak serumah dengan penderita TBC, perokok, pengidap diabetes melitus, penderita gizi buruk, dan pengidap HIV," ujarnya.

Ia menambahkan pada 2025 pihaknya menargetkan insiden TBC (jumlah kasus baru) turun 50 persen dan kematian akibat TBC turun 75 persen.*