Mantan Ketua Komjak turut tanggapi kasus eks Dirut Garuda

id Logo kejagung

Mantan Ketua Komjak turut tanggapi kasus eks Dirut Garuda

Kejagung, Kejari, Kejati (antarajateng.com)

Padang (ANTARA) - Mantan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Halius Hosen turut menanggapi kasus yang menjerat eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp9,3 triliun.

"Saya juga heran kenapa perkara ini bisa lolos, gelar perkara yang sedemikian ketatnya yang saya tau dilakukan tidak hanya untuk perkara perkara besar atau kecil saja juga tidak akan lolos, karena ada asas ne bis in idem," kata dia melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Padang, Jumat.

Halius yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Sumbar) itu memandang prinsip asas pidana Indonesia bukan pembalasan, melainkan lebih kepada keadilan dan kemanfaatan.

"Bilamana saya lihat dari uraian penasehat hukum, jelas sekali bahwa perbuatan materi yang diuraikan dalam dakwa tempus delicti dan locus delicti adalah hal yang sama. Hanya saja ada perbedaan kalau pada KPK ada lima kasus, di kejaksaan ada dua kasus. Tetapi jelas bahwa dua kasus tersebut adalah kasus yang didakwakan ketika KPK mengajukan perkara ini ke persidangan," kata Halius.

Menurutnya, apabila objek dan uraian materi dakwaan itu sama persis dengan objek subjek dakwaan dan tuntutan KPK, maka ia menilai perbuatan yang sudah pernah diadili atau pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem.

Ia mengatakan orang tidak pernah dihukum dengan pasal karena pasal hanya limitatif untuk mengukur apakah sebetulnya orang yang bersangkutan wajar atau adil di hukum.

"Orang dihukum karena perbuatannya, bukan pasal. Kita bisa mengambil kesimpulan apakah perkara ne bis in idem apa tidak, jelas bahwa objek subjek kemudian materi yang saya garisbawahi secara mendasarnya materi perbuatan dari yang bersangkutan itu persis sama," kata dia.

Apabila nantinya ada alasan bahwa pasalnya yang berbeda yang semula sekarang diajukan dengan pasal suap, seharusnya juga uraiannya perbuatannya secara materil dipandang berbeda tidak bisa copy paste dari dakwaan yang mestinya sudah ada penyidik kpk dari sebelumnya, ujar Halius.

Di sisi lain, Halius menyinggung soal pertanggungjawaban hukum terhadap tindak pidana korupsi secara berlanjut.

"Tadi udah dimasukan Pasal 65 pada dakwaan dan ini merupakan perbuatan berlanjut dari masa ke masa, saya tidak tau persis apakah keberlanjutan perbuatan ini juga menjadikan keberlanjutan tanggung jawab? Karena orang hanya bisa dihukum sepanjang hal-hal yang dilakukan, bilamana ada perbuatan berlanjut ini perlu diteliti lagi kelanjutan seperti apa secara materil, apakah keberlanjutan ini merupakan persengkongkolan dengan pejabat yang lama, apa keberlanjutan ini dari kelalaian yang bersangkutan," ujar Halius.

Halius pun berpendapat jika dugaan dakwaan JPU kabur. Sebab penggunaan suap yang digunakan pada proses kejaksaan yang tidak digunakan pada proses KPK tinggal membuktikan suap yang seperti itu, apakah suap yang sebenarnya atau suap yang bagaimana karena proses suap pun merupakan pasal pasal yang ada di tipikor, kata dia.

Diketahui, Emirsyah Satar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya di KPK, kasus yang memidanakan Emirsyah selama 8 tahun penjara adalah terkait dengan suap-menyuap dan gratifikasi pengadaan proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, dan Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, anak perusahaan GIAA, serta pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600.