Painan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat membantah pernyataan anggota Komisi X DPR-RI Lisda Hendrajoni soal kuota Program Indonesia Pintar (PIP) didaerah itu yang mencapai 30 ribu siswa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Salim Muhaimin menyampaikan jumlah itu sangat jauh berbeda dengan data siswa penerima beasiswa PIP 2023 yang diberikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Tinggi.
"Jadi, menurut kami data itu tidak benar," ungkap Salim di Painan, Senin (16/10)
Salah satu media online menulis Lisda Hendrajoni kembali menyalurkan bantuan PIP untuk masyarakat Sumatera Barat yang bersumber dari anggaran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset danTeknologi Tinggi.
Ia mengaku pada 2023 mendapatkan kuota penyaluran untuk 48.000 siswa di Sumatera Barat dan 30.000 diantaranya dibagikan pada siswa di Pesisir Selatan, bahkan tahap I telah ia bagikan pada sekitar 8.700 siswa.
Sementara untuk tahap II politisi Partai Nasdem itu mengaku pihaknya kini sedang melakukan proses pemeriksaan terhadap 18 ribu data usulan calon siswa penerima yang masuk.
Salim melanjutkan sementara berdasarkan data Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Tinggi kuota Pesisir Selatan tahun ini hanya untuk 20.116 siswa atau senilai Rp9,7 miliar dari total 68.200 siswa jenjang SD dan SMP.
Sedangkan yang disalurkan pemangku anggota Komisi X DPR-RI di Pesisir Selatan hanya 3.736 siswa, bukan 30 ribu siswa. Jumlah itu terdiri dari 3.081 siswa jenjang pendidikan SD dan 635 siswa jenjang SMP.
"Jika memang ada 30 ribu penerima, tentu ada surat resmi Kementerian Pendidikan pada daerah," ujar Salim di Painan.
Kemudian ditambah dengan SK nominasi atau usulan sebanyak 2.496 jenjang SD dan 943 jenjang SMP. Angka tersebut menurut Salim masih bersifat calon penerima, karena belum mendapatkan surat keputusan penetapannya.
"Nah, itu baru usulan dari Komisi X. Mereka yang diusulkan itu baru sebatas siswa calon penerima. Butuh verifikasi lebih lanjut dari pemerintah pusat," terangnya.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam laman resminya merilis penerima PIP adalah siswa yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Keluarga miskin dan rentan miskin, para pemegang kartu keluarga harapan, anak yatim atau piatu dari sekolah panti asuhan atau panti sosial, terkena dampak bencana dan putus sekolah.
Menderita kelainan fisik, korban musibah, orang tua di PHK, berada di daerah konflik, keluarga kena pidana, mempunyai saudara lebih dari tiga orang. Berasal dari lembaga kursus atau pendidikan non formal.
Persyaratan tersebut kemudian dicocokan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di tiap-tiap sekolah dan jenjang pendidikan, mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga SMA sederajat.
Jika tidak sesuai dengan persyaratan, siswa dipastikan tidak akan menerimanya. Meski begitu sekolah bisa mengusulkan kembali jika memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan pemerintah.
Tahun ini siswa penerima PIP untuk jenjang SD 10.306 siswa yang Masing-masingnya menerima Rp450 ribu per tahun. Jenjang pendidikan SMP 4.696 siswa, Rp750 ribu per tahun.
"Jenjang pendidikan SMA tercatat sebanyak 2.296 siswa dan SMK 984 siswa penerima, dengan berasan bantuan biaya pendidikan yang mereka terima mencapai Rp1 juta per siswa per tahun," terang Salim.
Ia juga menegaskan hingga kini pihaknya belum menerima surat resmi dari pihak Kemendikbudristek maupun Kementerian Sosial terkait adanya penambahan kuota PIP untuk Pesisir Selatan.
Informasi penambahan yang beredar baru hanya sebatas klaim dari pihak tertentu, namun tidak disertai dengan surat resmi dan besaran jumlah kuota yang ditambah untuk tahun ini.
Menurutnya pemerintah kabupaten tentu akan sangat senang hati jika memang ada penambahan kuota untuk daerah, karena bantuan tersebut sangat membantu para orang tua siswa.
Karena itu dirinya mengimbau pada semua pihak agar tidak menjadikan program PIP sebagai komoditi politik, karena itu adalah hak mereka sebagai warga negara yang memang layak menerima.
Apalagi pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat, sehingga menjadi urusan wajib bagi pemerintah pusat daerah, sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Nah, bagi yang merasa berhak, tapi belum menerima, segera lengkapi persyaratan di kantor nagari (desa). Kemudian berikan pada sekolah," sebut Salim.