Ketika sejarah baru Garuda Muda tercipta
Jakarta (ANTARA) - Peluit panjang yang ditiup wasit asal Korea Selatan Kim Daeyong dalam laga terakhir Grup K kualifikasi Piala Asia U-23 2024 antara Indonesia dan Turkmenistan di Stadion Manahan, Solo, Selasa (12/9), menandai sejarah baru yang diciptakan Garuda Muda.
Bunyi peluit panjang itu memastikan Timnas Indonesia U-23 mengunci kemenangan 2-0 atas Turkmenistan melalui gol dari Ivar Jenner dan Pratama Arha
Tiga siulan nyaring peluit itu adalah puncak rasa haru dan bangga 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan pada pertandingan itu, dan juga seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan melalui layar kaca sang Garuda Muda terbang ke level Asia.
Timnas U-23 melaju ke putaran final yang pada edisi kali ini dimainkan di Qatar pada 15 April sampai 3 Mei itu dengan laju sempurna dari dua laga kualifikasi Grup K dengan mengumpulkan 6 poin, mencetak 11 gol, dan tanpa kebobolan.
Adalah Shin Tae-yong yang menjadi aktor utama timnas U-23 melenggang ke Asia untuk pertama kali. Pelatih asal Korea Selatan yang dikontrak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Januari 2020 berbekal portofolio mentereng seperti ketika mengalahkan Jerman dengan skor 2-0 di Piala Dunia 2018 saat masih menukangi timnas Korea Selatan itu, tahun ini menuai hasil-hasil yang manis dari kerja kerasnya tiga tahun silam.
Pujian dari berbagai arah seketika langsung menghampiri Shin setelah ia mencatatkan sejarah di timnas U-23, salah satunya adalah dari mantan pelatih timnas U-23 yang kini menjadi pelatih klub Persikabo 1973 Aji Santoso.
Dihubungi ANTARA pada Kamis (14/9), Aji yang dulu sempat memegang timnas U-23 untuk kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016, tapi gagal melaju ke putaran final mengatakan peran Shin pada keberhasilan timnas U-23 menembus putaran final Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya begitu vital.
Sebagai sesama pelatih, ia mengatakan Shin mampu memberikan warna tersendiri bagi permainan timnas U-23 dari segi menyerang atau bertahan. Penampilan-penampilan apik dari beberapa pemain timnas U-23 seperti Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, hingga Rafael Struick, kata Aji, adalah buah dari instruksi yang tepat yang dikomandoi oleh pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Hasilnya, dari dua laga kualifikasi, timnas U-23 tampil kolektif dengan gol yang mampu dilesatkan hampir setengah punggawa dan tidak ketergantuangn dari peran para striker.
Timnas U-23 adalah level timnas ketiga yang dibseti Shin ke Piala Asia setelah sebelumnya juga membawa timnas senior dan timnas U-20 ke kancah Asia.
Dimulai dari mengarsiteki timnas senior di kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni tahun lalu, Shin membawa Marc Klok dan kawan-kawan lolos ke Piala Asia 2023 Qatar 12 Januari 10 Februari tahun depan setelah finis sebagai runner-up di babak kualifikasi dengan 6 poin. Saat itu, tim Garuda hanya sekali kalah dengan Yordania, tim yang ada di atas Indonesia, dengan skor tipis 0-1.
Ajang Piala Asia level senior menjadi yang kelima diikuti Indonesia setelah terakhir kalinya pada 2007 yang saat itu menjadi tuan rumah Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Tangan dingin Shin lalu berlanjut saat menangani timnas U-20 yang saat itu dihuni pemain-pemain seperti Hokky Caraka, Arkhan Fikri, hingga Dony Tri Pamungkas. Pada laga kualifikasi yang dimainkan September 2022, timnas U-20 yang bergabung bersama Vietnam, Timor Leste, Hong Kong lolos ke putaran final setelah menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan atau mendapatkan 9 poin.
Namun, pada putaran final Piala Asia U-20 2023 yang dimainkan di Uzbekistan Maret lalu, gagal lolos dari babak penyisihan grup karena menempati posisi ketiga dengan 4 poin. Satu-satunya kemenangan Indonesia saat itu adalah menaklukkan Suriah dengan skor tipis 1-0 melalui gol Hokky Caraka.
Menjadi sosok yang mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia, kata Shin, ada sebuah pencapaian yang membuatnya bangga dan mungkin masyarakat Indonesia merasakannya. Ia menyebut sepak bola Tanah Air sudah berkembang jauh lebih baik.
Memang benar, sejak pria Korea Selatan itu mengambil alih timnas, permainan 11 pemain terpilih di lapangan terlihat menyenangkan dan menggairahkan ditonton. Lebih berani memainkan apa itu “keindahan” permainan si kulit bundar, yang sudah percaya diri memainkan bola dari kaki ke kaki dan sudah tidak ada umpan-umpan lambung yang membosankan.
Mungkin sesekali umpan lambung itu ada. Namun, sudah tepat caranya yaitu dilambungkan saat rekan satu tim berada di ruang kosong atau menuju ke ruang kosong, bukan asal melambungkan bola ke depan karena tidak percaya diri memegang bola.
Tentu, mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia merupakan prestasi bagi Shin walaupun saat ini, pria 52 tahun itu belum mempersembahkan trofi. Namun, rasanya satu piala dalam genggaman itu tidak terlalu penting. Terlebih yang dipersoalkan adalah Piala AFF, trofi selevel Asia Tenggara.
Apalah daya jika masyarakat masih tidak memandang kesuksesan Shin hanya karena nihil trofi AFF. Mungkin saja, teriakan-teriakan bising itu layaknya buzzer di media sosial yang sebenarnya jumlahnya sedikit, tapi masif gerakannya.
Apa bangganya memenangkan Piala AFF berkali-kali, tapi level timnas hanya mentok di level Asia Tenggara. Timnas Singapura memenangkan Piala AFF empat kali, tapi sampai sejauh ini belum mampu menyentuh putaran final Piala Asia melalui jalur kualifikasi. Negara tetangga Indonesia itu hanya sekali merasakan Piala Asia yang ketika itu bermain sebagai tuan rumah pada edisi 1984.
Tiga tahun dan tiga kali meloloskan Indonesia ke Piala Asia adalah bukti bahwa persoalan trofi itu sekali lagi tidak layak untuk dibicarakan di atas meja.
Sebab, Shin telah membawa level sepak bola Indonesia terlalu kecil jika hanya bermimpi merajai Asia Tenggara. Shin menaikkan mental sepak bola Tanah Air bahwa dengan 270 juta penduduk, Indonesia patut bermimpi lebih tinggi, yaitu bersaing di Asia yang dibuktikan tiga level timnas telah ia bawa ke sana.
Nihilnya trofi bukanlah masalah karena mimpi sejati penggemar sepak bola adalah melihat tim kesayangannya tampil di Piala Dunia. Dengan membawa Indonesia ke level Asia, tentunya pintu menuju kejuaraan akbar itu semakin terbuka dan semakin dekat.
Timnas U-23 dan timnas senior memiliki peluang itu. Timnas U-23 menuju Olimpiade 2024 Paris, Prancis dan timnas senior melangkah ke Piala Dunia 2026 Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko yang akan diikuti sebanyak 48 tim dengan kuota zona Asia bertambah menjadi 8,5 atau delapan tim otomatis lolos dan satu tim dapat lolos jika berhasil melalui babak play-off. Bukan tidak mungkin, bermain di kejuaraan dunia nantinya sudah tidak lagi menjadi mimpi di siang bolong.
Dengan apa yang dicapainya sampai saat ini, Shin telah melukis tinta emas di canvas hati masyarakat Indonesia, seperti halnya yang melekat pada 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan saat Indonesia mengunci putaran final Piala Asia U-23 2024, Selasa (9/9) mengagung-agungkan namanya. Tiga kali atau bahkan lebih dari itu dan Shin membalasnya dengan melambaikan tangan tanda terima kasih ke arah tribun yang meneriaki namanya.
Sorakan ribuan penonton saat itu begitu menggetarkan jiwa. Gelegar dari suara-suara ribuan penonton di Stadion Manahan itu adalah gambaran rasa bangga memiliki Shin di sepak bola kita. Tidak masalah belum mempersembahkan trofi karena pria kelahiran 11 Oktober 1970 itu telah memimpin Garuda Muda terbang tinggi ke Asia. Di bawah racikannya, sepak bola kita akhirnya berproses panjang dan menapaki jalan yang semestinya dituju sejak lama.
Selanjutnya: Jam terbang tinggi para pemain muda
Jam terbang tinggi para pemain muda
Racikan gemilang Shin Tae-yong membawa timnas Indonesia U-23 ke pentas Piala Asia untuk pertama kalinya dalam sejarah tidak lepas dari perannya yang berani memotong satu generasi para pemain langganan timnas senior yang ia gantikan dengan mayoritas pemain-pemain muda.
Datang pada Januari 2020, Shin dihadapkan pada turnamen pertamanya yaitu kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia putaran kedua Juni 2021 menghadapi Thailand, Vietnam, dan Uni Emirat Arab. Pelatih asal Korea Selatan itu langsung membuat gebrakan dengan tidak memanggil hampir keseluruhan skuad kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia putaran kedua Oktober dan November 2020 yang sebelumnya diasuh pelatih Simon McMenemy dan Yeyen Tumena.
Shin hanya menyisakan Evan Dimas yang dipanggil, di antara pemain-pemain senior berpengalaman yang sebelumnya menjadi andalan pelatih Simon dan Yeyen seperti Bayu Pradana, Beto Goncalves, Dendi Santoso, Greg Nwokolo, Rizky Pora, hingga Otavio Dutra.
Sebagai gantinya, ia membawa mayoritas skuad muda di bawah 25 tahun seperti Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Witan Sulaeman, Rizky Ridho, hingga Syahrian Abimanyu sebagai pijakan awal membentuk timnas jangka panjang.
Hasilnya tidak jauh beda dengan apa yang ditorehkan pelatih-pelatih sebelumnya dimana Indonesia imbang 2-2 melawan Thailand pada 3 Juni 2021 dan keok pada dua laga setelahnya dengan skor telak 0-4 dari Vietnam pada 7 Juni 2021 dan kalah 0-5 dari Uni Emirat Arab pada 11 Juni 2021. Indonesia gagal lolos dari penyisihan grup.
Pijakan awal Shin tidak berakhir manis. Namun, itu hanya awal pelatih asal Korea Selatan itu meraba-raba kualitas pemain-pemain Indonesia yang kelak menjadi calon-calon tulang punggung di tim nasional.
Oktober 2021, Shin memulai petualangan turnamen keduanya mengasuh skuad Merah Putih. Masih dengan mayoritas pemain-pemain muda, ia dihadapkan pada dua laga melawan China Taipei di Playoff kualifikasi Piala Asia 2023. Pada laga itu, tercatat Shin hanya menggunakan satu pemain senior di atas 30 tahun yang ada pada Fachruddin Aryanto. Dua laga dilalui dengan ciamik dengan dua kemenangan dan Indonesia lolos ke babak kualifikasi Piala Asia 2023.
Menutup tahun 2021, Shin mengasuh timnas senior ke Piala AFF yang berlangsung pada Desember 2021. Saat itu, ia memilih Victor Igbonefo sebagai pemain veteran untuk membimbing para skuad mudanya di turnamen Asia Tenggara tersebut.
Pada turnamen itu, Shin mengantarkan Indonesia sebagai finalis Piala AFF 2020 karena di laga final dikalahkan Thailand dengan agregat 2-6.
Setelahnya, kritikan dari berbagai sudut mendatangi Shin terkait pemilihan skuadnya yang diisi pemain-pemain muda. Namun, di tengah kritikan Shin tetap menjalankan programnya dan tetap percaya mengisi timnas senior dengan para pemain muda untuk tujuan panjang membentuk pondasi timnas yang kuat.
Hasilnya dapat dilihat sekarang. Shin memanen benih yang dahulunya ia rawat dan disiram terus-menerus. Bibit-bibit muda muncul sebagai tulang punggung timnas.
Nama-nama kunci yang membawa Garuda Muda ke Asia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah adalah nama-nama yang sudah kenyang merasakan atmosfir bermain di tim senior.
Jam terbangnya matang dan pola bermainnya sebagai anak muda terasah dan berkembang ke arah yang benar.
Nama-nama itu, ada pada sosok Pratama Arhan, Rizky Ridho, Ernando Ari, Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman, Elkan Baggot, dan Ramadhan Sananta.
Dilansir dari Transfermarkt, Ernando memiliki 3 caps di timnas senior dan Sananta memiliki 4 caps di timnas senior. Selebihnya, Arhan, Marselino, Ridho, Witan, dan Elkan memiliki 10 caps lebih untuk timnas Garuda.
Dua pemain 21 tahun, Arhan dan Witan adalah nama dengan caps terbanyak timnas senior dari timnas U-23 di kualifikasi Piala Asia U-23 2024 dimana Arhan meniliki 31 caps dan Witan memiliki 30 caps.
Tidak ketinggalan, penampil dari dua pemain naturalisasi yang kini berusia 19 tahun dan 20 tahun, Ivar Jenner dan Rafael Struick juga menjadi sorotan. Keduanya selalu tampil sejak awal pada dua laga ketika Indonesia mengalahkan China Taipei 9-0 dan mengalahkan Turkmenistan dengan skor 2-0.
Ivar menjadi jenderal di lini tengah dengan umpan-umpan membelah lautannya dan Rafael yang bermain di lini depan acap kali merepotkan barisan pertahanan lawan melalui pergerakan cerdasnya.
Ajang itu merupakan berkah bagi kedua pemain yang memiliki 2 caps untuk timns senior tersebut. Pasalnya, keduanya berhasil pecah telur mencetak gol debutnya bagi timnas dimana Rafael mencatatkannya pada laga melawan China Taipei dan Ivar mencatatkannya pada laga melawan Turkmenistan.
Kematangan beberapa pemain di timnas U-23 yang mengantarkan ke Piala Asia U-23 menarik perhatian mantan pelatih timnas U-23 yang kini sedang melatih Persikabo 1973 Aji Santoso.
Aji yang pernah mengarsiteki timnas U-23 pada era kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016 yang dimana dirinya gagal lolos ke putaran final, memuji Shin yang pintar mengumpulkan pemain-pemain terbaik Indonesia, baik yang sedang memperkuat klub dalam negeri maupun luar negeri.
Menurutnya, hal ini menjadi pembeda dengan skuad timnas U-23 yang ia asuh pada era dahulu yang menurutnya mayoritas pemainnya tidak sematang yang dimiliki Shin saat ini.
Selanjutnya: Sinergi dengan Ketum PSSI Erick Thohir
Sinergi dengan Ketum PSSI Erick Thohir
Rasanya tidak elok melupakan kesuksesan timnas U-23 melenggang ke Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya dalam sejarah jika tidak menyinggung sosok Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Ketum PSSI) Erick Thohir.
Terpilih menjadi Ketum PSSI periode 2023-2026 setelah mendapatkan 64 suara, mengalahkan La Nyalla Mattalitti yang hanya mendapatkan 22 suara, Erick langsung menunjukkan kepiawaiannya sebagai orang nomor satu di PSSI.
Keberuntungan langsung menemui pria 53 tahun tersebut. Pasalnya, belum resmi dilantik menjadi Ketum PSSI, ia mendapatkan hadiah manis berupa medali emas SEA Games 2023 Kamboja yang Indonesia sudah 32 tahun tidak mendapatkannya.
Medali emas SEA Games menjadi pembuka Erick di persepak bolaan Indonesia. Setelahnya, ia membuat gebrakan-gebrakan baru yang dua di antaranya adalah bekerja sama dengan Japan Football Association (JFA) dalam bidang pengembangan sepak bola Indonesia yang mencakup pengembangan sepak bola wanita, sistem perwasitan, dan insfrasutruktur liga domestik dan pergi ke Deutscher Fusball-Bund (DFB) yang kemudian menggandeng Frank Wormuth sebagai konsultan pelatih untuk nantinya membantu mewujudkan visinya membawa timnas usia muda ke panggung Piala Dunia U-20 2025.
Aji Santoso yang merupakan pelatih timnas U-23 pada kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016 memberikan pujiannya pada Erick. Menurutnya, selain peran pelatih Shin Tae-yong dan seluruh pemain timnas U-23, keberhasilan Garuda Muda terbang ke Asia juga tidak lepas dari campur tangan mantan petinggi di Inter Milan tersebut.
“Menurut saya pengaruhnya sangat luar biasa setelah pak Erick menjadi ketua ini untuk meningkatkan timnas kita,” kata Aji ketika dihubungi ANTARA pada Kamis (14/9).
Pengamat sepak bola Akmal Marhali tidak luput memberikan kata-kata istimewa untuk Erick yang dimana menurutnya pria kelahiran 30 Mei 1970 itu berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif di kepengurusan PSSI.
Efeknya, para pelatih dan pemain fokus mengerahkan kemampuan terbaik di lapangan hijau dan tidak memikirkan masalah non teknis seperti keuangan dan lain-lain karena semuanya telah didukung penuh dan terjamin.
"PSSI yang sehat, maka timnas juga akan sehat dan kuat. Itu menjadi harapan kita semua," kata Akmal melalui keterangannya setelah timnas U-23 melaju ke putaran final Piala Asia U-23, Selasa (12/9).
Sejak Erick memimpin PSSI, timnas senior meraih dua kemenangan, dua imbang, dan satu kekalahan pada FIFA Matchday. Sementara timnas U-23, selama Erick memimpin PSSI, meraih hasil positif dimana meraih medali emas SEA Games 2023, finalis Piala AFF U-23, dan lolos ke putaran final Piala Asia U-23.
Nyali permainan yang ditampilkan para pemain terlihat berani memainkan sepak bola yang nyaman ditonton. Tentunya hal ini tidak terlepas dari nyali yang harus ada dan Erick tekankan untuk dimiliki timnas Indonesia dalam rancangan besar “Garuda Mendunia”-nya.
Nyali itu terus ia bentuk dalam rangkaian FIFA Matchday yang kata dia, tidak hanya fokus pada peningkatan ranking, tapi juga tes adu nyali dengan negara-negara terbaik dunia yang terakhir kali ditunjukkan ketika melawan juara dunia Argentina pada 19 Juni.
“Memang ada FIFA Matchday yang fokus terhadap peningkatan ranking, tapi ada juga pertandingan istilahnya kita tes nyali lah, dan supaya kita dilirik dunia, salah satunya (melawan) Argentina,” kata Erick pada 5 Juni.
Erick akhir-akhir ini kerap melontarkan slogan “Tradisi Kemenangan” yang dimana slogan ini diamini. Setelah menjuarai SEA Games 2023 Kamboja dan finalis Piala AFF U-23, tradisi kemenangan yang diteruskan Garuda Muda dengan mulus lolos ke Piala Asia U-23 itu, kini semakin dekat dengan pintu bersaing di level dunia.
Tentunya, dari timnas U-23 masyarakat Indonesia terus berharap tradisi kemenangan yang kerap digaungkan Erick, kembali menjadi nyata pada 15 April hingga 3 Mei mendatang di panggung Piala Asia U-23 2024 sehingga Garuda Muda terbang ke arena lebih tinggi dan lebih prestisius yaitu Olimpiade 2024 Paris, Prancis, guna kembali menciptakan sejarah baru untuk kedua kalinya tampil di pesta olahraga seluruh dunia itu setelah yang pertama pada edisi 1956 di Melbourne, Australia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ketika sejarah baru Garuda Muda tercipta
Bunyi peluit panjang itu memastikan Timnas Indonesia U-23 mengunci kemenangan 2-0 atas Turkmenistan melalui gol dari Ivar Jenner dan Pratama Arha
Tiga siulan nyaring peluit itu adalah puncak rasa haru dan bangga 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan pada pertandingan itu, dan juga seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan melalui layar kaca sang Garuda Muda terbang ke level Asia.
Timnas U-23 melaju ke putaran final yang pada edisi kali ini dimainkan di Qatar pada 15 April sampai 3 Mei itu dengan laju sempurna dari dua laga kualifikasi Grup K dengan mengumpulkan 6 poin, mencetak 11 gol, dan tanpa kebobolan.
Adalah Shin Tae-yong yang menjadi aktor utama timnas U-23 melenggang ke Asia untuk pertama kali. Pelatih asal Korea Selatan yang dikontrak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Januari 2020 berbekal portofolio mentereng seperti ketika mengalahkan Jerman dengan skor 2-0 di Piala Dunia 2018 saat masih menukangi timnas Korea Selatan itu, tahun ini menuai hasil-hasil yang manis dari kerja kerasnya tiga tahun silam.
Pujian dari berbagai arah seketika langsung menghampiri Shin setelah ia mencatatkan sejarah di timnas U-23, salah satunya adalah dari mantan pelatih timnas U-23 yang kini menjadi pelatih klub Persikabo 1973 Aji Santoso.
Dihubungi ANTARA pada Kamis (14/9), Aji yang dulu sempat memegang timnas U-23 untuk kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016, tapi gagal melaju ke putaran final mengatakan peran Shin pada keberhasilan timnas U-23 menembus putaran final Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya begitu vital.
Sebagai sesama pelatih, ia mengatakan Shin mampu memberikan warna tersendiri bagi permainan timnas U-23 dari segi menyerang atau bertahan. Penampilan-penampilan apik dari beberapa pemain timnas U-23 seperti Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, hingga Rafael Struick, kata Aji, adalah buah dari instruksi yang tepat yang dikomandoi oleh pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Hasilnya, dari dua laga kualifikasi, timnas U-23 tampil kolektif dengan gol yang mampu dilesatkan hampir setengah punggawa dan tidak ketergantuangn dari peran para striker.
Timnas U-23 adalah level timnas ketiga yang dibseti Shin ke Piala Asia setelah sebelumnya juga membawa timnas senior dan timnas U-20 ke kancah Asia.
Dimulai dari mengarsiteki timnas senior di kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni tahun lalu, Shin membawa Marc Klok dan kawan-kawan lolos ke Piala Asia 2023 Qatar 12 Januari 10 Februari tahun depan setelah finis sebagai runner-up di babak kualifikasi dengan 6 poin. Saat itu, tim Garuda hanya sekali kalah dengan Yordania, tim yang ada di atas Indonesia, dengan skor tipis 0-1.
Ajang Piala Asia level senior menjadi yang kelima diikuti Indonesia setelah terakhir kalinya pada 2007 yang saat itu menjadi tuan rumah Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Tangan dingin Shin lalu berlanjut saat menangani timnas U-20 yang saat itu dihuni pemain-pemain seperti Hokky Caraka, Arkhan Fikri, hingga Dony Tri Pamungkas. Pada laga kualifikasi yang dimainkan September 2022, timnas U-20 yang bergabung bersama Vietnam, Timor Leste, Hong Kong lolos ke putaran final setelah menyapu bersih tiga laga dengan kemenangan atau mendapatkan 9 poin.
Namun, pada putaran final Piala Asia U-20 2023 yang dimainkan di Uzbekistan Maret lalu, gagal lolos dari babak penyisihan grup karena menempati posisi ketiga dengan 4 poin. Satu-satunya kemenangan Indonesia saat itu adalah menaklukkan Suriah dengan skor tipis 1-0 melalui gol Hokky Caraka.
Menjadi sosok yang mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia, kata Shin, ada sebuah pencapaian yang membuatnya bangga dan mungkin masyarakat Indonesia merasakannya. Ia menyebut sepak bola Tanah Air sudah berkembang jauh lebih baik.
Memang benar, sejak pria Korea Selatan itu mengambil alih timnas, permainan 11 pemain terpilih di lapangan terlihat menyenangkan dan menggairahkan ditonton. Lebih berani memainkan apa itu “keindahan” permainan si kulit bundar, yang sudah percaya diri memainkan bola dari kaki ke kaki dan sudah tidak ada umpan-umpan lambung yang membosankan.
Mungkin sesekali umpan lambung itu ada. Namun, sudah tepat caranya yaitu dilambungkan saat rekan satu tim berada di ruang kosong atau menuju ke ruang kosong, bukan asal melambungkan bola ke depan karena tidak percaya diri memegang bola.
Tentu, mengantarkan tiga level timnas ke Piala Asia merupakan prestasi bagi Shin walaupun saat ini, pria 52 tahun itu belum mempersembahkan trofi. Namun, rasanya satu piala dalam genggaman itu tidak terlalu penting. Terlebih yang dipersoalkan adalah Piala AFF, trofi selevel Asia Tenggara.
Apalah daya jika masyarakat masih tidak memandang kesuksesan Shin hanya karena nihil trofi AFF. Mungkin saja, teriakan-teriakan bising itu layaknya buzzer di media sosial yang sebenarnya jumlahnya sedikit, tapi masif gerakannya.
Apa bangganya memenangkan Piala AFF berkali-kali, tapi level timnas hanya mentok di level Asia Tenggara. Timnas Singapura memenangkan Piala AFF empat kali, tapi sampai sejauh ini belum mampu menyentuh putaran final Piala Asia melalui jalur kualifikasi. Negara tetangga Indonesia itu hanya sekali merasakan Piala Asia yang ketika itu bermain sebagai tuan rumah pada edisi 1984.
Tiga tahun dan tiga kali meloloskan Indonesia ke Piala Asia adalah bukti bahwa persoalan trofi itu sekali lagi tidak layak untuk dibicarakan di atas meja.
Sebab, Shin telah membawa level sepak bola Indonesia terlalu kecil jika hanya bermimpi merajai Asia Tenggara. Shin menaikkan mental sepak bola Tanah Air bahwa dengan 270 juta penduduk, Indonesia patut bermimpi lebih tinggi, yaitu bersaing di Asia yang dibuktikan tiga level timnas telah ia bawa ke sana.
Nihilnya trofi bukanlah masalah karena mimpi sejati penggemar sepak bola adalah melihat tim kesayangannya tampil di Piala Dunia. Dengan membawa Indonesia ke level Asia, tentunya pintu menuju kejuaraan akbar itu semakin terbuka dan semakin dekat.
Timnas U-23 dan timnas senior memiliki peluang itu. Timnas U-23 menuju Olimpiade 2024 Paris, Prancis dan timnas senior melangkah ke Piala Dunia 2026 Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko yang akan diikuti sebanyak 48 tim dengan kuota zona Asia bertambah menjadi 8,5 atau delapan tim otomatis lolos dan satu tim dapat lolos jika berhasil melalui babak play-off. Bukan tidak mungkin, bermain di kejuaraan dunia nantinya sudah tidak lagi menjadi mimpi di siang bolong.
Dengan apa yang dicapainya sampai saat ini, Shin telah melukis tinta emas di canvas hati masyarakat Indonesia, seperti halnya yang melekat pada 15.890 penonton yang hadir di Stadion Manahan saat Indonesia mengunci putaran final Piala Asia U-23 2024, Selasa (9/9) mengagung-agungkan namanya. Tiga kali atau bahkan lebih dari itu dan Shin membalasnya dengan melambaikan tangan tanda terima kasih ke arah tribun yang meneriaki namanya.
Sorakan ribuan penonton saat itu begitu menggetarkan jiwa. Gelegar dari suara-suara ribuan penonton di Stadion Manahan itu adalah gambaran rasa bangga memiliki Shin di sepak bola kita. Tidak masalah belum mempersembahkan trofi karena pria kelahiran 11 Oktober 1970 itu telah memimpin Garuda Muda terbang tinggi ke Asia. Di bawah racikannya, sepak bola kita akhirnya berproses panjang dan menapaki jalan yang semestinya dituju sejak lama.
Selanjutnya: Jam terbang tinggi para pemain muda
Jam terbang tinggi para pemain muda
Racikan gemilang Shin Tae-yong membawa timnas Indonesia U-23 ke pentas Piala Asia untuk pertama kalinya dalam sejarah tidak lepas dari perannya yang berani memotong satu generasi para pemain langganan timnas senior yang ia gantikan dengan mayoritas pemain-pemain muda.
Datang pada Januari 2020, Shin dihadapkan pada turnamen pertamanya yaitu kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia putaran kedua Juni 2021 menghadapi Thailand, Vietnam, dan Uni Emirat Arab. Pelatih asal Korea Selatan itu langsung membuat gebrakan dengan tidak memanggil hampir keseluruhan skuad kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia putaran kedua Oktober dan November 2020 yang sebelumnya diasuh pelatih Simon McMenemy dan Yeyen Tumena.
Shin hanya menyisakan Evan Dimas yang dipanggil, di antara pemain-pemain senior berpengalaman yang sebelumnya menjadi andalan pelatih Simon dan Yeyen seperti Bayu Pradana, Beto Goncalves, Dendi Santoso, Greg Nwokolo, Rizky Pora, hingga Otavio Dutra.
Sebagai gantinya, ia membawa mayoritas skuad muda di bawah 25 tahun seperti Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Witan Sulaeman, Rizky Ridho, hingga Syahrian Abimanyu sebagai pijakan awal membentuk timnas jangka panjang.
Hasilnya tidak jauh beda dengan apa yang ditorehkan pelatih-pelatih sebelumnya dimana Indonesia imbang 2-2 melawan Thailand pada 3 Juni 2021 dan keok pada dua laga setelahnya dengan skor telak 0-4 dari Vietnam pada 7 Juni 2021 dan kalah 0-5 dari Uni Emirat Arab pada 11 Juni 2021. Indonesia gagal lolos dari penyisihan grup.
Pijakan awal Shin tidak berakhir manis. Namun, itu hanya awal pelatih asal Korea Selatan itu meraba-raba kualitas pemain-pemain Indonesia yang kelak menjadi calon-calon tulang punggung di tim nasional.
Oktober 2021, Shin memulai petualangan turnamen keduanya mengasuh skuad Merah Putih. Masih dengan mayoritas pemain-pemain muda, ia dihadapkan pada dua laga melawan China Taipei di Playoff kualifikasi Piala Asia 2023. Pada laga itu, tercatat Shin hanya menggunakan satu pemain senior di atas 30 tahun yang ada pada Fachruddin Aryanto. Dua laga dilalui dengan ciamik dengan dua kemenangan dan Indonesia lolos ke babak kualifikasi Piala Asia 2023.
Menutup tahun 2021, Shin mengasuh timnas senior ke Piala AFF yang berlangsung pada Desember 2021. Saat itu, ia memilih Victor Igbonefo sebagai pemain veteran untuk membimbing para skuad mudanya di turnamen Asia Tenggara tersebut.
Pada turnamen itu, Shin mengantarkan Indonesia sebagai finalis Piala AFF 2020 karena di laga final dikalahkan Thailand dengan agregat 2-6.
Setelahnya, kritikan dari berbagai sudut mendatangi Shin terkait pemilihan skuadnya yang diisi pemain-pemain muda. Namun, di tengah kritikan Shin tetap menjalankan programnya dan tetap percaya mengisi timnas senior dengan para pemain muda untuk tujuan panjang membentuk pondasi timnas yang kuat.
Hasilnya dapat dilihat sekarang. Shin memanen benih yang dahulunya ia rawat dan disiram terus-menerus. Bibit-bibit muda muncul sebagai tulang punggung timnas.
Nama-nama kunci yang membawa Garuda Muda ke Asia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah adalah nama-nama yang sudah kenyang merasakan atmosfir bermain di tim senior.
Jam terbangnya matang dan pola bermainnya sebagai anak muda terasah dan berkembang ke arah yang benar.
Nama-nama itu, ada pada sosok Pratama Arhan, Rizky Ridho, Ernando Ari, Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman, Elkan Baggot, dan Ramadhan Sananta.
Dilansir dari Transfermarkt, Ernando memiliki 3 caps di timnas senior dan Sananta memiliki 4 caps di timnas senior. Selebihnya, Arhan, Marselino, Ridho, Witan, dan Elkan memiliki 10 caps lebih untuk timnas Garuda.
Dua pemain 21 tahun, Arhan dan Witan adalah nama dengan caps terbanyak timnas senior dari timnas U-23 di kualifikasi Piala Asia U-23 2024 dimana Arhan meniliki 31 caps dan Witan memiliki 30 caps.
Tidak ketinggalan, penampil dari dua pemain naturalisasi yang kini berusia 19 tahun dan 20 tahun, Ivar Jenner dan Rafael Struick juga menjadi sorotan. Keduanya selalu tampil sejak awal pada dua laga ketika Indonesia mengalahkan China Taipei 9-0 dan mengalahkan Turkmenistan dengan skor 2-0.
Ivar menjadi jenderal di lini tengah dengan umpan-umpan membelah lautannya dan Rafael yang bermain di lini depan acap kali merepotkan barisan pertahanan lawan melalui pergerakan cerdasnya.
Ajang itu merupakan berkah bagi kedua pemain yang memiliki 2 caps untuk timns senior tersebut. Pasalnya, keduanya berhasil pecah telur mencetak gol debutnya bagi timnas dimana Rafael mencatatkannya pada laga melawan China Taipei dan Ivar mencatatkannya pada laga melawan Turkmenistan.
Kematangan beberapa pemain di timnas U-23 yang mengantarkan ke Piala Asia U-23 menarik perhatian mantan pelatih timnas U-23 yang kini sedang melatih Persikabo 1973 Aji Santoso.
Aji yang pernah mengarsiteki timnas U-23 pada era kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016 yang dimana dirinya gagal lolos ke putaran final, memuji Shin yang pintar mengumpulkan pemain-pemain terbaik Indonesia, baik yang sedang memperkuat klub dalam negeri maupun luar negeri.
Menurutnya, hal ini menjadi pembeda dengan skuad timnas U-23 yang ia asuh pada era dahulu yang menurutnya mayoritas pemainnya tidak sematang yang dimiliki Shin saat ini.
Selanjutnya: Sinergi dengan Ketum PSSI Erick Thohir
Sinergi dengan Ketum PSSI Erick Thohir
Rasanya tidak elok melupakan kesuksesan timnas U-23 melenggang ke Piala Asia U-23 untuk pertama kalinya dalam sejarah jika tidak menyinggung sosok Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Ketum PSSI) Erick Thohir.
Terpilih menjadi Ketum PSSI periode 2023-2026 setelah mendapatkan 64 suara, mengalahkan La Nyalla Mattalitti yang hanya mendapatkan 22 suara, Erick langsung menunjukkan kepiawaiannya sebagai orang nomor satu di PSSI.
Keberuntungan langsung menemui pria 53 tahun tersebut. Pasalnya, belum resmi dilantik menjadi Ketum PSSI, ia mendapatkan hadiah manis berupa medali emas SEA Games 2023 Kamboja yang Indonesia sudah 32 tahun tidak mendapatkannya.
Medali emas SEA Games menjadi pembuka Erick di persepak bolaan Indonesia. Setelahnya, ia membuat gebrakan-gebrakan baru yang dua di antaranya adalah bekerja sama dengan Japan Football Association (JFA) dalam bidang pengembangan sepak bola Indonesia yang mencakup pengembangan sepak bola wanita, sistem perwasitan, dan insfrasutruktur liga domestik dan pergi ke Deutscher Fusball-Bund (DFB) yang kemudian menggandeng Frank Wormuth sebagai konsultan pelatih untuk nantinya membantu mewujudkan visinya membawa timnas usia muda ke panggung Piala Dunia U-20 2025.
Aji Santoso yang merupakan pelatih timnas U-23 pada kualifikasi Piala Asia U-23 2013 dan 2016 memberikan pujiannya pada Erick. Menurutnya, selain peran pelatih Shin Tae-yong dan seluruh pemain timnas U-23, keberhasilan Garuda Muda terbang ke Asia juga tidak lepas dari campur tangan mantan petinggi di Inter Milan tersebut.
“Menurut saya pengaruhnya sangat luar biasa setelah pak Erick menjadi ketua ini untuk meningkatkan timnas kita,” kata Aji ketika dihubungi ANTARA pada Kamis (14/9).
Pengamat sepak bola Akmal Marhali tidak luput memberikan kata-kata istimewa untuk Erick yang dimana menurutnya pria kelahiran 30 Mei 1970 itu berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif di kepengurusan PSSI.
Efeknya, para pelatih dan pemain fokus mengerahkan kemampuan terbaik di lapangan hijau dan tidak memikirkan masalah non teknis seperti keuangan dan lain-lain karena semuanya telah didukung penuh dan terjamin.
"PSSI yang sehat, maka timnas juga akan sehat dan kuat. Itu menjadi harapan kita semua," kata Akmal melalui keterangannya setelah timnas U-23 melaju ke putaran final Piala Asia U-23, Selasa (12/9).
Sejak Erick memimpin PSSI, timnas senior meraih dua kemenangan, dua imbang, dan satu kekalahan pada FIFA Matchday. Sementara timnas U-23, selama Erick memimpin PSSI, meraih hasil positif dimana meraih medali emas SEA Games 2023, finalis Piala AFF U-23, dan lolos ke putaran final Piala Asia U-23.
Nyali permainan yang ditampilkan para pemain terlihat berani memainkan sepak bola yang nyaman ditonton. Tentunya hal ini tidak terlepas dari nyali yang harus ada dan Erick tekankan untuk dimiliki timnas Indonesia dalam rancangan besar “Garuda Mendunia”-nya.
Nyali itu terus ia bentuk dalam rangkaian FIFA Matchday yang kata dia, tidak hanya fokus pada peningkatan ranking, tapi juga tes adu nyali dengan negara-negara terbaik dunia yang terakhir kali ditunjukkan ketika melawan juara dunia Argentina pada 19 Juni.
“Memang ada FIFA Matchday yang fokus terhadap peningkatan ranking, tapi ada juga pertandingan istilahnya kita tes nyali lah, dan supaya kita dilirik dunia, salah satunya (melawan) Argentina,” kata Erick pada 5 Juni.
Erick akhir-akhir ini kerap melontarkan slogan “Tradisi Kemenangan” yang dimana slogan ini diamini. Setelah menjuarai SEA Games 2023 Kamboja dan finalis Piala AFF U-23, tradisi kemenangan yang diteruskan Garuda Muda dengan mulus lolos ke Piala Asia U-23 itu, kini semakin dekat dengan pintu bersaing di level dunia.
Tentunya, dari timnas U-23 masyarakat Indonesia terus berharap tradisi kemenangan yang kerap digaungkan Erick, kembali menjadi nyata pada 15 April hingga 3 Mei mendatang di panggung Piala Asia U-23 2024 sehingga Garuda Muda terbang ke arena lebih tinggi dan lebih prestisius yaitu Olimpiade 2024 Paris, Prancis, guna kembali menciptakan sejarah baru untuk kedua kalinya tampil di pesta olahraga seluruh dunia itu setelah yang pertama pada edisi 1956 di Melbourne, Australia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ketika sejarah baru Garuda Muda tercipta