Jakarta, (ANTARA) - Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Dr. dr. Dicky Armein Hanafy dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta menjelaskan bahwa aritmia merupakan gangguan irama jantung yang tidak normal dan dapat membuat kinerja jantung menjadi kurang efisien, di mana kondisi itu bisa terjadi pada siapa saja termasuk anak-anak.
Dicky dalam keterangan resmi, Rabu, menjelaskan, jenis aritmia yang dapat dialami anak-anak, antara lain Takikardia (detak jantung cepat), Bradikardia (detak jantung lambat), Sindrom Q-T Panjang, dan Sindrom Wolff-Parkinson-White.
Meskipun ada jenis aritmia yang tidak berbahaya dan tidak membutuhkan tindakan khusus, detak jantung yang tak beraturan tidak boleh dipandang sebelah mata. Apabila mendapati gejala yang tidak biasa, sepatutnya orangtua waspada mengingat jantung adalah salah satu organ vital tubuh.
Dampaknya akan menjadi lebih serius ketika anak merasakan gejala seperti berdebar, pusing, tubuh lelah dan lemas, wajah terlihat lebih pucat, sulit bernapas, hilang kesadaran, nyeri pada dada, detak jantung keras atau palpitasi, anak menjadi mudah marah dan kehilangan nafsu makan, serta kejang-kejang. Pada kasus berat, aritmia dapat menyebabkan terjadinya stroke bahkan kematian mendadak.
Dicky menjelaskan, cara mengobati penyakit jantung pada anak seperti aritmia tergantung dari jenisnya. Dulu, satu-satunya cara mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat- obatan. Tapi pemberian obat pada umumnya tidak efektif karena harus dipantau dengan ketat dan memiliki efek samping yang tidak diharapkan.
“Saat ini ada pilihan terapi lain bagi pasien aritmia, yakni Ablasi Frekuensi Radio yang menggunakan sebuah instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia,” ungkap anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Tindakan Ablasi 3 Dimensi dilakukan dengan menggunakan HD Grid 3D Mapping System. Teknologi ini diyakini memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, baik yang simple maupun kompleks. Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional sehingga dapat mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar.
“Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan, yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi,” tambah dia.
Hal ini dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan HD Grid mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar 5-10 persen setahun pasca tindakan, yang artinya 5-6 kali lipat lebih baik dibanding teknologi yang lama. Kelebihan lainnya juga dari waktu tindakan yang bisa lebih cepat.
Pada aritmia dengan detak jantung lambat, penggunaan obat-obatan umumnya tidak efektif sehingga perlu dilakukan pemasangan alat pacu jantung permanen (Permanent Pacemaker). Pada anak, umumnya tindakan ini menjadi lebih sulit karena besarnya ukuran pacemaker. Tetapi dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah tersedia alat pacu jantung yang lebih kecil dan tanpa kabel.
Berita Terkait
Pakar: Tuberkulosis dapat dicegah dan diobati dengan terapi pencegahan
Senin, 25 Maret 2024 11:57 Wib
Dokter bantah isu penyakit TB yang diderita anak-anak tidak menular
Senin, 25 Maret 2024 9:05 Wib
Benarkah kolesterol tinggi dapat menimbulkan rasa lelah?
Sabtu, 23 Maret 2024 8:52 Wib
Pemprov Sumbar antisipasi sejumlah penyakit pascabencana banjir
Selasa, 19 Maret 2024 14:27 Wib
Dokter: Tidur setelah sahur dapat menyebabkan asam lambung naik
Rabu, 13 Maret 2024 12:48 Wib
Pakar sebut vape tidak benar-benar membuat seseorang berhenti merokok
Kamis, 7 Maret 2024 10:15 Wib
Dokter: Waspada tuberkulosis laten yang bisa timbul tanpa gejala
Rabu, 6 Maret 2024 16:04 Wib
Gelorakan Senam Jantung Sehat, YJI Lindungi Warga Padang dari Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Rabu, 28 Februari 2024 14:59 Wib