"Spider-Man: No Way Home" gagal masuk BAFTA

id Spider-Man: No Way Home,penghargaan bafta

"Spider-Man: No Way Home" gagal masuk BAFTA

Film "Spider-Man: No Way Home". (ANTARA/HO-Marvel Studios/Sony Pictures)

Jakarta (ANTARA) - Film superhero “Spider-Man: No Way Home” gagal masuk nominasi British Academy Film Awards (BAFTA) karena terhambat masalah submisi, dikutip dari Deadline pada Selasa.

Menurut BAFTA, Sony Pictures Entertainment tidak mengirimkan atau mengunggah film tersebut ke portal submisi Bafta View dengan alasan potensi pembajakan karena “No Way Home” belum dirilis di beberapa wilayah.

BAFTA View merupakan portal streaming khusus yang dibuat BAFTA agar memudahkan para anggotanya memberikan hak suara (vote) secara daring. Portal ini diperkenalkan pada 2020.

Menurut Deadline, tahun ini menandai pertama kalinya BAFTA tidak mengizinkan distributor film mengirim DVD screener untuk proses submisi.

Awalnya “No Way Home” mendapatkan jadwal submisi di platform tersebut pada 30 Desember. Proses pemungutan suara putaran pertama hanya tersedia dalam waktu empat hari dan ditutup pada 3 Januari.

Dalam platform BAFTA View pada Senin (10/1) tertulis bahwa “No Way Home” tersebut tidak memenuhi kriteria kelayakan untuk penghargaan film 2022 dan tidak memenuhi syarat untuk masuk.

“Sebagaimana diuraikan dalam peraturan kami, semua film harus tersedia untuk anggota di BAFTA View sebelum pemungutan suara putaran satu ditutup untuk memastikan keadilan dan kesetaraan untuk semua judul. Film ‘No Way Home’ ini tidak disediakan oleh distributor,” tulis BAFTA.

Menurut Deadline, “No Way Home” menjadi satu-satunya film box office yang tidak masuk di BAFTA View untuk musim penghargaan British Academy Film Awards tahun ini.

Sebagai perbandingan, film “Eternals” muncul di platform BAFTA View sebelum rilis Disney+ pada 12 Januari dan “The Matrix Resurrections” juga muncul meskipun baru tersedia di layanan streaming HBO Max untuk wilayah Amerika Serikat.

Sejak dirilis pada 15 Desember, “Spider-Man: No Way Home” telah meraup 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp21,4 triliun secara global hingga saat ini.