Rumah sakit bukan tempat balas budi politik, ujar Direktur RSUD M. Zen Pessel

id berita pesisir selatan,berita sumbar,rsud

Rumah sakit bukan tempat balas budi politik, ujar Direktur RSUD M. Zen Pessel

Teks foto : RSUD M. Zen Painan. (Antarasumbar)

Itu merupakan beban paling besar dalam pengelolaan bisnis rumah sakit,
Painan (ANTARA) - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M. Zen Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar, dr. Hareva menegaskan pada pemerintah daerah jangan jadikan rumah sakit sebagai tempat balas budi politik.

Kinerja manajemen untuk menghasilkan laba dan memberikan pelayanan terbaik hanya bisa tercapai jika tidak ada tekanan politik dalam bentuk apa pun, baik dari sisi struktur, maupun kegiatan pembangunan lainnya.

"Itu merupakan beban paling besar dalam pengelolaan bisnis rumah sakit. Masa iya balas budi politik rumah sakit yang harus tanggung," ungkapnya di Painan, Selasa.

Campur tangan itu tidak hanya memberikan beban moral bagi manajemen, namun juga menjadi beban biaya bagi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai lembaga profit milik pemerintah daerah.

Ia mencontohkan, intervensi politik bisa dilihat dari pembengkakan jumlah tenaga medis dan karyawan penunjang lainnya di RSUD yang kini mencapai hampir 700 orang.

Sementara kemampuan yang dititipkan pun belum terukur. Padahal, kebutuhan rill hanya di kisaran 300-409 orang saja, sehingga beban biaya operasional dan kebutuhan gaji menjadi membengkak.

"Secara otomatis tentu berdampak pada kesejahteraan tenaga medis dan petugas lainnya," terang pria yang juga sebagai konsultan jantung di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta itu.

Menurutnya, RSUD M. Zen adalah salah satu rumah sakit yang memiliki potensi sangat besar untuk berkembamg. Ia memiliki pasar yang jelas seperti Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu dan Kerinci, Jambi dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Persoalan keuangan yang terjadi saat ini seharusnya tidak terjadi di RSUD M. Zen, jika tidak ada campur tangan kepentingan politik di dalamnya. Pendapatan dari Badan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) cukup untuk membiayainya.

Belum lagi ditambah dengan pendapatan lainnya dari pasien umum. Selama ini neraca keuangan rumah sakit terkonfirmasi surplus, meski terjadi penurunan omset sejak dua tahun terakhir akibat COVID-19.

Akibatnya, jumlah pasien menjadi turun. Di lain sisi, piutang tertunggak di Kementerian Kesehatan pun menumpuk, sehingga memicu defisit keungan dan minimnya obat di lembaga pelayanan pelat merah itu.

"Sebenarnya yang paling penting itu adalah obat. Sehebat apa pun rumah sakit dan dokternya, tanpa obat semuanya akan jadi sia-sia saja," terangnya.

Seperti diketahui, bupati setempat Rusma Yul Anwar pada pelantikan pejabat eselon II, III dan IV menyatakan terjadinya defisit keuangan di RSUD M. Zen, sehingga berdampak pada pelayanan medis masyarakat.

Padahal, menurut mantan Direktur RSUD, dr. Sutarman, menyampaikan selain dampak pandemi, defisit juga dipicu tunggakan piutang perawatan pasien covid yang sangat besar di Kementerian Kesehatan, mencapai Rp49,9 miliar.

Sejak September 2021, Kementerian baru memverifikasi Rp22,9 miliar. Kemudian dari jumlah itu, dicairkan sekitar Rp14 miliar. Di saat yang sama, rumah sakit juga harus melakukan pembayaran utang pada pihak penyedia obat sebesar Rp11,9 miliar.

"Dari progres itu, rumah sakit kini sudah mulai melakukan pembayaran hutang dan pembelian obat. Jadi, sudah tidak ada masalah sebenarnya. Selain BLUD kan juga baru menyelesaikan investasi gedung paru dan VVIP," tutupnya.