Sampah sudah menjadi salah satu persoalan yang paling sulit diselesaikan di Indonesia, termasuk di Kota Padang, Sumatera Barat.
Seiring perkembangan zaman dan terus meningkatnya jumlah penduduk, jenis sampah pun semakin beragam, mulai dari sampah basah, sampah plastik, bahkan sampah elektronik yang sulit terurai.
Tentunya jika tidak ditangani dengan baik, sampah-sampah tersebut bisa menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan, diantaranya bagi kesehatan, ekonomi, sosial dan budaya.
Di samping itu, pemerintah daerah pun telah melakukan berbagai cara untuk meminimalkan jumlah pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun tetap saja tidak kunjung terselesaikan.
Akan tetapi seorang penggiat Bank Sampah Sakinah di Jalan Karang Putih, Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, Asri Astianingsih tetap semangat dan terus berupaya mencari solusi agar sampah tersebut bisa berkurang kemudian dapat dikelola dengan baik.
"Jujur, dulu saya miris sekali melihat jumlah sampah di lingkungan saya tempat tinggal saya sendiri yang terus meningkat dan tidak terkelola dengan baik. Sehingga saya berkeinginan untuk mendirikan Bank Sampah Sakinah ini," kata dia.
Bermodal Rp200 Ribu
Asri mengakui awal mula mendirikan Bank sampah hanya menggunakan uang pribadi dengan modal Rp200 ribu dan tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Ia mulai mendirikan Bank Sampah Sakinah sejak 2016, setelah pulang dari Surabaya.
Ia melihat kota itu sangat bersih dari sampah, terutama sampah plastik. Setelah ditelusurinya ternyata di kota itu banyak ditemukan para penggiat Bank Sampah.
"Dari sanalah saya mulai terinspirasi, sehingga mencoba mendirikan Bank Sampah Sakinah di kelurahan saya ini," ujar dia.
Mengalami Kesulitan
Ia mengakui mengalami kesulitan saat pertama kali melakukan pengelolaan Bank Sampah, bahkan ia hanya berhasil mengumpulkan 40 orang nasabah sejak awal dibangunnya Bank Sampah tersebut.
"Sudah setahun berdiri pun masih sedikit jumlah nasabahnya tidak pernah bertambah," ujar dia.
Menurut dia hal itu karena masih banyak masyarakat yang belum teredukasi mengenai pengelolaan sampah. Masyarakat masih menilai sampah itu sesuatu yang kumuh dan tidak bernilai sama sekali.
Ia pun kebingungan bagaimana caranya agar masyarakat bisa tertarik mengumpulkan sampah.
Kemudian ia menginformasikan akan membeli sampah plastik yang dikumpulkan warga di kelurahannya dengan harga tinggi yaitu Rp6 ribu per kilogramnya.
"Ternyata masyarakat mulai tertarik dan nasabah Bank Sampah pun mulai bertambah menjadi 100 lebih," sebut dia.
Bahkan sampai saat ini jumlah nasabah Bank Sampah Sakinah telah mencapai sekitar 475 orang nasabah tetap dan beberapa orang nasabah lainnya.
Uang Sekolah Pakai Sampah Plastik
Asri pun meluncurkan program pembayaran uang sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) miliknya dengan menggunakan sampah plastik. Program tersebut sudah dimulai sejak 2017.
"Kebetulan sebelumnya kami juga mengelola sekolah TK dan PAUD Mutiara. Berangkat dari beberapa murid TK yang tidak bisa membayar uang sekolah karena berasal dari keluarga tidak mampu. Sehingga kami terinspirasi untuk mengadakan program pembayaran uang sekolah mengunakan sampah plastik," jelas dia.
Ke depannya, ia berencana akan mengadakan pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik tidak hanya bagi murid yang kurang mampu saja. Tetapi untuk seluruh peserta didik yang bersekolah di TK Mutiara tersebut.
"Hal itu bertujuan membantu dalam menekan jumlah sampah plastik dan memotivasi seluruh warga agar peduli dengan sampah plastik," ujar dia.
Ia mengatakan sampah yang diberikan ke sekolah diutamakan sampah plastik dengan berat sekitar 1 kilogram yang dibawa orang tua murid pada saat mengantarkan anaknya setiap proses belajar mengajar (PBM) ke sekolah.
"Sampah tersebut sudah dibersihkan terlebih dahulu dan bernilai seharga Rp6 ribu," tambah dia.
Ia menyebutkan saat ini jumlah guru yang mengajar di TK Mutiara miliknya sekitar enam orang guru dengan jumlah murid yang telah mendaftar sekitar 30 orang.
Tanggapan Wali Murid
Orang tua murid yang bersekolah di TK Mutiara Sarmila Wati (40) mengapresiasi program pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik tersebut.
"Saya senang sekali dengan program ini, karena dapat meringankan beban orang tua dalam pembayaran uang sekolah dan juga dapat meminimalkan jumlah sampah plastik yang terbuang," terang dia.
Ia mengaku selama ini, sebelum adanya program tersebut ia selalu membiarkan sampah plastik itu terbuang begitu saja.
"Sejak adanya program ini, kami mulai peduli dengan keberadaan sampah plastik, bahkan untuk memenuhi jumlah sampah yang disetor ke sekolah saya malah meminta sampah tetangga," ujar dia.
Wali murid lainnya dari Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang, Sumbar, Sumini (50) berterima kasih atas adanya program tersebut karena selain memberikan kemudahan terhadap wali murid juga dapat mengedukasi murid secara tidak langsung.
"Setidaknya dengan adanya program ini, murid juga teredukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu murid juga diajarkan cara menabung melalui sampah," kata dia.
Buka Pelatihan
Selain program pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik, Asri juga membuka Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berupa pelatihan menjahit, memasak, dan beberapa keterampilan lainnya.
"Setiap masyarakat yang mengikuti pelatihan tersebut cukup membayarnya dengan sampah plastik saja," lanjut dia.
Ia mengakui para ibu-ibu di kelurahannya antusiasme mengikuti pelatihan tersebut, bahkan dalam sekali pelatihan mencapai 40 orang peserta.
"Namun saat ini karena terkendala pandemi COVID-19, jadi banyak ibu-ibu yang berhenti pelatihan karena dirumahkan," kata dia.
Produk yang Dihasilkan
Sampah plastik yang telah dikumpulkan tersebut, kemudian diolah menjadi produk-produk yang unik dan bernilai jual tinggi berupa souvernir, tas, keranjang, hiasan pajangan, ekobrik, dan beberapa jenis produk lainnya.
"Kami mampu mengolah sampah plastik tersebut menjadi 25 jenis produk," tambah dia.
Ia mengatakan setiap produk yang dihasilkan Bank Sampah Sakinah selalu terjual di pasaran.
"Untuk memasarkan produk-produk tersebut kami tidak mengalami kewalahan karena kami telah bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang," ujar dia.
Bahkan saat ini Bank Sampah Sakinah tengah menerima pesanan keranjang plastik sebanyak 2.000 keranjang dari Pemkot Padang dan pesanan ekobrik sebanyak 1.500 botol dari Dharmasraya.
Harapan Asri
Asri berharap dengan segenap upaya yang dilakukan tersebut melalui Bank Sampah Sakinah dapat menekan jumlah sampah plastik di Padang.
Selain itu, ia akan terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat di lingkungannya dalam mengelola sampah plastik dengan baik karena menurut dia membakar sampah juga dapat merusak kesehatan.
Kemudian ia juga mengimbau masyarakat agar mengurangi penggunaan sampah plastik dalam kehidupan sehari-hari.
“Misalnya, setiap ke pasar tidak lagi menggunakan keranjang dari bahan plastik. Namun diganti dengan bahan kain atau sejenisnya,” ujar dia.
Seiring perkembangan zaman dan terus meningkatnya jumlah penduduk, jenis sampah pun semakin beragam, mulai dari sampah basah, sampah plastik, bahkan sampah elektronik yang sulit terurai.
Tentunya jika tidak ditangani dengan baik, sampah-sampah tersebut bisa menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan, diantaranya bagi kesehatan, ekonomi, sosial dan budaya.
Di samping itu, pemerintah daerah pun telah melakukan berbagai cara untuk meminimalkan jumlah pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun tetap saja tidak kunjung terselesaikan.
Akan tetapi seorang penggiat Bank Sampah Sakinah di Jalan Karang Putih, Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, Asri Astianingsih tetap semangat dan terus berupaya mencari solusi agar sampah tersebut bisa berkurang kemudian dapat dikelola dengan baik.
"Jujur, dulu saya miris sekali melihat jumlah sampah di lingkungan saya tempat tinggal saya sendiri yang terus meningkat dan tidak terkelola dengan baik. Sehingga saya berkeinginan untuk mendirikan Bank Sampah Sakinah ini," kata dia.
Bermodal Rp200 Ribu
Asri mengakui awal mula mendirikan Bank sampah hanya menggunakan uang pribadi dengan modal Rp200 ribu dan tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Ia mulai mendirikan Bank Sampah Sakinah sejak 2016, setelah pulang dari Surabaya.
Ia melihat kota itu sangat bersih dari sampah, terutama sampah plastik. Setelah ditelusurinya ternyata di kota itu banyak ditemukan para penggiat Bank Sampah.
"Dari sanalah saya mulai terinspirasi, sehingga mencoba mendirikan Bank Sampah Sakinah di kelurahan saya ini," ujar dia.
Mengalami Kesulitan
Ia mengakui mengalami kesulitan saat pertama kali melakukan pengelolaan Bank Sampah, bahkan ia hanya berhasil mengumpulkan 40 orang nasabah sejak awal dibangunnya Bank Sampah tersebut.
"Sudah setahun berdiri pun masih sedikit jumlah nasabahnya tidak pernah bertambah," ujar dia.
Menurut dia hal itu karena masih banyak masyarakat yang belum teredukasi mengenai pengelolaan sampah. Masyarakat masih menilai sampah itu sesuatu yang kumuh dan tidak bernilai sama sekali.
Ia pun kebingungan bagaimana caranya agar masyarakat bisa tertarik mengumpulkan sampah.
Kemudian ia menginformasikan akan membeli sampah plastik yang dikumpulkan warga di kelurahannya dengan harga tinggi yaitu Rp6 ribu per kilogramnya.
"Ternyata masyarakat mulai tertarik dan nasabah Bank Sampah pun mulai bertambah menjadi 100 lebih," sebut dia.
Bahkan sampai saat ini jumlah nasabah Bank Sampah Sakinah telah mencapai sekitar 475 orang nasabah tetap dan beberapa orang nasabah lainnya.
Uang Sekolah Pakai Sampah Plastik
Asri pun meluncurkan program pembayaran uang sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) miliknya dengan menggunakan sampah plastik. Program tersebut sudah dimulai sejak 2017.
"Kebetulan sebelumnya kami juga mengelola sekolah TK dan PAUD Mutiara. Berangkat dari beberapa murid TK yang tidak bisa membayar uang sekolah karena berasal dari keluarga tidak mampu. Sehingga kami terinspirasi untuk mengadakan program pembayaran uang sekolah mengunakan sampah plastik," jelas dia.
Ke depannya, ia berencana akan mengadakan pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik tidak hanya bagi murid yang kurang mampu saja. Tetapi untuk seluruh peserta didik yang bersekolah di TK Mutiara tersebut.
"Hal itu bertujuan membantu dalam menekan jumlah sampah plastik dan memotivasi seluruh warga agar peduli dengan sampah plastik," ujar dia.
Ia mengatakan sampah yang diberikan ke sekolah diutamakan sampah plastik dengan berat sekitar 1 kilogram yang dibawa orang tua murid pada saat mengantarkan anaknya setiap proses belajar mengajar (PBM) ke sekolah.
"Sampah tersebut sudah dibersihkan terlebih dahulu dan bernilai seharga Rp6 ribu," tambah dia.
Ia menyebutkan saat ini jumlah guru yang mengajar di TK Mutiara miliknya sekitar enam orang guru dengan jumlah murid yang telah mendaftar sekitar 30 orang.
Tanggapan Wali Murid
Orang tua murid yang bersekolah di TK Mutiara Sarmila Wati (40) mengapresiasi program pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik tersebut.
"Saya senang sekali dengan program ini, karena dapat meringankan beban orang tua dalam pembayaran uang sekolah dan juga dapat meminimalkan jumlah sampah plastik yang terbuang," terang dia.
Ia mengaku selama ini, sebelum adanya program tersebut ia selalu membiarkan sampah plastik itu terbuang begitu saja.
"Sejak adanya program ini, kami mulai peduli dengan keberadaan sampah plastik, bahkan untuk memenuhi jumlah sampah yang disetor ke sekolah saya malah meminta sampah tetangga," ujar dia.
Wali murid lainnya dari Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang, Sumbar, Sumini (50) berterima kasih atas adanya program tersebut karena selain memberikan kemudahan terhadap wali murid juga dapat mengedukasi murid secara tidak langsung.
"Setidaknya dengan adanya program ini, murid juga teredukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu murid juga diajarkan cara menabung melalui sampah," kata dia.
Buka Pelatihan
Selain program pembayaran uang sekolah menggunakan sampah plastik, Asri juga membuka Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berupa pelatihan menjahit, memasak, dan beberapa keterampilan lainnya.
"Setiap masyarakat yang mengikuti pelatihan tersebut cukup membayarnya dengan sampah plastik saja," lanjut dia.
Ia mengakui para ibu-ibu di kelurahannya antusiasme mengikuti pelatihan tersebut, bahkan dalam sekali pelatihan mencapai 40 orang peserta.
"Namun saat ini karena terkendala pandemi COVID-19, jadi banyak ibu-ibu yang berhenti pelatihan karena dirumahkan," kata dia.
Produk yang Dihasilkan
Sampah plastik yang telah dikumpulkan tersebut, kemudian diolah menjadi produk-produk yang unik dan bernilai jual tinggi berupa souvernir, tas, keranjang, hiasan pajangan, ekobrik, dan beberapa jenis produk lainnya.
"Kami mampu mengolah sampah plastik tersebut menjadi 25 jenis produk," tambah dia.
Ia mengatakan setiap produk yang dihasilkan Bank Sampah Sakinah selalu terjual di pasaran.
"Untuk memasarkan produk-produk tersebut kami tidak mengalami kewalahan karena kami telah bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang," ujar dia.
Bahkan saat ini Bank Sampah Sakinah tengah menerima pesanan keranjang plastik sebanyak 2.000 keranjang dari Pemkot Padang dan pesanan ekobrik sebanyak 1.500 botol dari Dharmasraya.
Harapan Asri
Asri berharap dengan segenap upaya yang dilakukan tersebut melalui Bank Sampah Sakinah dapat menekan jumlah sampah plastik di Padang.
Selain itu, ia akan terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat di lingkungannya dalam mengelola sampah plastik dengan baik karena menurut dia membakar sampah juga dapat merusak kesehatan.
Kemudian ia juga mengimbau masyarakat agar mengurangi penggunaan sampah plastik dalam kehidupan sehari-hari.
“Misalnya, setiap ke pasar tidak lagi menggunakan keranjang dari bahan plastik. Namun diganti dengan bahan kain atau sejenisnya,” ujar dia.