Walau dengan cairan herbal, PDPI: rokok elektrik tetap berbahaya

id Vape,rokok elektrik,Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K)

Walau dengan cairan herbal, PDPI: rokok elektrik tetap berbahaya

Ketua Pengurus Harian PDPI Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) saat memberikan pemaparan dalam konferensi pers PDPI yang digelar untuk memperingati Hari Paru Sedunia di Kantor PDPI di Jakarta Timur, Kamis (26/9/19). (FOTO ANTARA/Katriana)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, mengatakan bahwa rokok elektrik yang menggunakan cairan herbal tetap berbahaya dikarenakan proses pemanasan yang terjadi.

Ia menegaskan walaupun cairan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia namun proses pemanasan yang terjadi bisa menimbulkan zat-berbahaya dan beracun lain yang berdampak buruk bagi tubuh.

"Salah satu yang berbahaya dari rokok elektrik adalah cairan yang dipanaskan. Kalau yang tidak herbal kandungannya adalah nikotin, yang kedua adalah bahan toksik lainnya yang bisa timbul dari proses pemanasan," katanya di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan sejumlah penelitian, rokok elektrik mengandung nikotin, bahan karsinogen yang bisa menyebabkan kanker seperti propylene glycol, gliserol, formaldehid nitrosamin; dan juga bahan toksik lain seperti logam, silikat, dan nanopartikel.

Menurut dia pajanan asap dari proses pemanasan rokok elektrik tersebut berbahaya terhadap kesehatan paru bila terhirup setiap hari.

Agus mengemukakan kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di China lebih banyak dialami oleh perempuan ketimbang laki-laki. Hal tersebut dikarenakan sejak dulu kaum perempuan di China sering memasak menggunakan kayu bakar yang asapnya terhirup.

"Kayu bakar itu kan herbal, bahan alami, tapi ketika dibakar asapnya terhirup jadi berbahaya," kata Agus.

Namun hingga saat ini faktor risiko paling tinggi dari PPOK adalah merokok, baru kemudian dikarenakan polusi udara kendaraan, asap pabrik dan debu di situs konstruksi, dan polusi di lingkungan rumah seperti asap dari kayu bakar. Apabila polusi tersebut sering terhirup dalam keseharaian seseorang, potensi terkena PPOK semakin meningkat.

Biasanya gejala PPOK baru muncul dalam kurun 20-30 tahun seorang perokok atau 40-50 tahun bagi orang yang terpajan polusi udara lain yang tidak lebih sering dari rokok, demikian Agus Dwi Susanto.