KPI: cara media memberitakan bencana berubah 14 tahun terakhir

id KPI,Yuliandre Darwis ,pemberitaan bencana alam,sumbar terkini,info sumbar

KPI: cara media memberitakan bencana berubah 14 tahun terakhir

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis (ANTARA/Fandi Yogari)

Padang (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia menyebutkan cara media menyiarkan berita bencana mengalami perubahan dalam rentang waktu 14 tahun terakhir.

"Wartawan saat ini sudah lebih memahami bagaimana cara memberitakan dalam menghadapi bencana. Namun kedati demikian itu tetap harus diingatkan," kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis dalam pelatihan Bimbingan Teknis Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana Bagi Jurnalis Media Informasi Cetak dan elektronik Sumbar, di Bukittinggi, Rabu (30/10).

Ia menyebutkan dari sampel yang diambil dari tahun 2005 sampai 2019 telah banyak mengalami perubahan dan terakhir gempa di Palu yang hampir tidak ada koreksi dari KPI.

Menurut Darwis, saat ini jurnalis sudah banyak memberikan bantuan dengan memberikan berbagai informasi. Seperti informasi di mana makanan, suplai data. Kemudian jika ada korban kehilangan kemana harus melaporkan.

"Ini perilaku yang diciptakan teman-teman jurnalis yang tidak hanya memberitakan, tapi bisa membantu saat bencana," katanya.

Ia mengatakan saat gempa di Padang seringkali framing dari media yang mengerikan, seperti menampilkan gambar korban dan memutarkan suara-suara korban bencana yang ketakutan.

Menurutnya ada beberapa media yang hadir saat bencana turut memberikan solusi, seperti memberitakan solusi untuk orang yang hilang. “Tapi kalau sekarang sudah jauh lebih baik,” katanya.

Ia mengatakan KPI bisa menghentikan program (media penyiaran seperti televisi dan radio) yang melanggar pedoman perilaku penyiaran. Saat ini masyarakat dinilai juga sudah percaya pada media mainstream soal bencana.

Media, menurutnya, memang harus bisa menjadi pembantu dalam memulihkan keadaan saat terjadi bencana alam. Apalagi di wilayah Sumatra Barat merupakan daerah rawan bencana dan memiliki banyak jenis bencana alam.

“Kita harus berpikir lain, solusinya saat bencana seperti apa, media harus menjadi pembantu dalam me-recovery pascabencana. Jadi jangan membuat informasi yang mengerikan soal bencana, itu kekuatan media kita,” katanya.