Hutan adat Rimbo Tolang Dharmasraya menuju kawasan edukasi

id Hutan Adat, Kerajaan Dharmasraya, sumatera barat, padang,mhutan rakyat

Hutan adat Rimbo Tolang Dharmasraya menuju kawasan edukasi

Wali Nagari Koto Besar Eko Noris (kanan) bersama Tuanku Manaro saat memandu rombongan jurnalis ke dalam kawasan hutan adat Rimbo Tolang. (Ist)

Pulau Punjung (ANTARA) - Hutan adat Rimbo Tolang, Nagari Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya menuju kawasan edukasi tentang tumbuhan maupun berkayu lainnya.

Hal itu menyusul telah dilakukan identifikasi jenis dan nama-nama kayu yang terdapat di hutan adat seluas 18 hektare itu, kata Wali Nagari Koto Besar Eko Noris ke rombongan jurnalis trif, Minggu.

Ia menjelaskan, hasil identifikasi yang melibatkan langsung ahli dendrologi --cabang biologi yang mempelajari tentang pohon maupun tumbuhan berkayu lainnya-- dari Pekanbaru, sehingga terdapat 2000 batang pohon yang berdiameter 60cm.

Sedangkan untuk jenis kayu yang terdapat didalamnya ada ulin, medang, kompe dan merantih serta jenis lainnya. Bahkan ada ditemukan jenis kayu sudah langkah di Indonesia.

Luas hutan adat Rimbo Tolang sudah terbit surat keputusannya dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menjadi hutan adat pada Mei 2019.

Ia mengatakan, setelah dilakukan identifikasi jenis kayu dan nama-namanya, sehingga ke depan bisa jadi kawasan edukasi bagi generasi mendatang secara umum.

Kini hanya tinggal memberi nama-nama kayu dalam kawasan hutan adat itu dengan bahan yang bisa tahan lama. Terkait saat selesai identifikasi beberapa waktu lalu itu, baru ditandai dengan bahan plastik.
Kayu dalam kawasan hutan adat Rimbo Tolang, Koto Besar, Dharmasraya. (Ist)
Wali Nagari 30-an tahun itu, menjelaskan hutan adat ini ada dua lokasi, satu lagi hutan adat Rimbo Ubau di Jorong Pakan Jumat seluas 17 hektare, SK juga sudah terbit. Artinya di Nagari Koto Besar luas hutan adat 35 hektare.

Namun yang telah dilakukan identifikasi jumlah dan jenis kayu, baru sebatas di hutan adat Rimbo Tolang, karena membutuhkan waktu dan biaya.

"Untuk kawasan hutan adat Rimbo Tolang saja memakan waktu 12 hari lebih kurang, sekaligus pembekalan dari tenaga ahli tersebut kepada satuan tugas yang dibentuk nagari," ujarnya.

Satgas yang sudah mendapatkan pembekalan itu, nantinya membuat laporan bulanan ke nagari terhadap perkembangan kawasan hutan adat tersebut.

"Mereka (Satgas) akan sekaligus menjadi pemandu bagi masyarakat yang ingin menyisir hutan adat tersebut," katanya.

Kawasan hutan adat yang seluas 35 hektare di dua lokasi itu, sudah menjadi kearifan lokal masyarakat menjaganya secara turun temurun sejak nenek moyang ratusan tahun silam.

Dasril Tuanku Manaro (68) juru kunci hutan adat Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau membenarkan sudah sejak ratusan tahun kawasan hutan ini tidak boleh ada aktivitas di dalamnya.

Aktivitas yang dimaksud adalah mengambil kayu dan jenis dalam hutan, bercocok tanam untuk kepentingan apapun.

Hal itu ada kearifan lokal yang sudah turun temurun --unsur mistis-- dan bila ada yang melanggar ada dampak buruk bagi dirinya.

Ia menjelaskan, bagi orang yang baru masuk ke hutan adat itu harus tahu persyaratan dan larangannya, seperti tidak boleh takabur, buang sampah, buang air kecil atau besar dalam kawasan hutan.

Kemudian ada tradisi yang sejak dulunya di nagari itu, setiap apapun kegiatan nagari atau pesta, selalu menyapa kepada penghuni hutan adat itu.

Tuanku Manaro menjelaskan, sejak warisan secara turun-turun diperoleh, bahwa di kawasan hutan adat ada pula datuak yang gaib bernama penghulu mudo --merupakan nenek moyang-- di nagari tempoe dulu yang dapat dilihat oleh orang tertentu.

Justru itu, berdasarkan kearifan lokal salingka nagari maka selalu ada komunikasi untuk saling melindungi atau menjaga.

"Itulah ada istilahnya ada manyapo/berkabar kalau ada yang akan pesta perkawinan atau alek nagari untuk saling menjaga. Jika tidak ada menyapa tadi ketika mau pesta perkawinan, akibatnya nasi atau sambalnya tidak cukup-cukup alias cepat habis. Pernah terjadi dulunya ," katanya.

Hutan Adat