Ketua DPRD kritisi pelaksanaan Perda anti maksiat masih lemah

id Dprd solok

Ketua DPRD kritisi pelaksanaan Perda anti maksiat masih lemah

Rapat sidang paripurna di Kota Solok, Rabu. (Antara Sumbar/ Tri Asmaini)

Solok, (Antaranews Sumbar) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solok, Sumatera Barat mengkritisi masih lemahnya pemerintah setempat dalam pelaksanaan peraturan daerah (Perda) anti maksiat atau penyakit masyarakat dalam menertibkan kafe atau tempat karaoke hiburan malam yang melebihi jam malam dan tidak memiliki izin usaha.

"Apakah karena personel Satpol PP yang kurang dalam melaksanakan penertiban? atau pemerintah kurang tegas dalam menertibkan? sehingga kafe-kafe yang melanggar aturan masih berjalan sampai sekarang," kata Ketua DPRD Kota Solok, Yutris Can di Solok, Rabu usai mendengar jawaban pemerintah terhadap pandangan umum fraksi.

Ia menjelaskan bahwa Perda No.8 2016 tentang penyakit masyarakat masih belum maksimal diterapkan, apalagi jika Kota Solok berusaha untuk menjadikan kotanya sesuai slogan "Kota beras serambi madinah".

Jika ingin Perda berjalan sesuai yang diharapkan, pemerintah harus mengevaluasi bagaimana pelaksanaan razia yang sebelumnya dilakukan dan dimana letak permasalahan sehingga perda tersebut tidak berjalan maksimal.

Jangan sampai cita-cita pemerintah yang diharapkan hanya menjadi slogan dan tidak terealisasi dengan baik karena adanya kendala-kendala yang belum ditemukan solusinya. Jika kekurangan personel berarti harus ditambah, jika pelaksanaan razia belum maksimal diperbaiki lagi sistemnya, katanya.

Sebelumnya, Wali Kota Solok, Zul Elfian mengatakan saat menjawab pandangan umum fraksi dari PAN, tentang turunnya target pendapatan asli daerah (PAD) pada 2019 dikarenakan terjadinya pengalihan pengelolaan Terminal Bareh Solok menjadi kewenangan pemerintah pusat, maka target yang ditetapkan sebelumnya harus dihilangkan.

"Sehingga target PAD 2019 menurun dari 2018," ujarnya.

Sedangkan mengenai masalah kesepakatan yang dibuat antara DPRD dengan Pemkot Solok tentang tidak adanya penganggaran pegawai kontrak, tenaga honorer ataupun tenaga sukarela pada pada Januari 2017.

Namun dalam pelaksanaannya masih ada OPD yang melanggar, menurutnya pegawai yang ada adalah pegawai magang tanpa gaji atau honor dan tidak terikat dengan kontrak.

"Yang bersangkutan sudah dijelaskan bahwa status mereka magang dan tidak menuntut gaji atau honor," katanya. (*)