Tambal defisit neraca berjalan, Bappenas: genjot ekspor

id Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,Defisit Neraca Berjalan,Bambang Brodjonegoro

Tambal defisit neraca berjalan, Bappenas: genjot ekspor

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan pentingnya menggenjot kinerja ekspor untuk menambal defisit neraca transaksi berjalan yang trennya sedang meningkat.

"Di neraca perdagangan sendiri, benar isunya soal migas. Itu memang bikin defisit, tapi kalau kita bisa ekspor lebih banyak lagi, defisitnya bisa tertutup," ujar Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu.

Bank Indonesia mencatat, defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal III 2018 meningkat menjadi 3,37 persen dari PDB atau sebesar 8,8 miliar dolar AS, dibandingkan kuartal II 2018 yaitu 3,02 persen dari PDB atau delapan miliar dolar AS.

Menurut bank sentral, peningkatan defisit transaksi berjalan di kuartal III 2018 karena memburuknya kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.

Khusus neraca perdagangan barang yang mencakup sektor migas dan nonmigas, tercatat defisit perdagangan migas meningkat, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas karena masih tingginya impor.

Perdagangan migas tercatat defisit 3,53 miliar dolar AS, sedangkan surplus neraca perdagangan non migas tercatat 3,43 miliar dolar AS.

Permintaan impor yang tinggi di sektor nonmigas juga disebabkan konsumsi domestik yang menggeliat. Sementara itu, peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya nilai impor minyak karena harga minyak dunia yang menanjak.

Bambang mencontohkan Thailand yang neraca transaksi berjalannya surplus kendati negara tersebut bukan merupakan negara penghasil minyak.

"Impor minyak yang besar itu ia tutupi dengan ekspor lebih besar lagi. Salah satu yang jadi kekuatan Thailand itu adalah industri pengolahan makanan dan minumannya," kata Bambang.

Menilik industri pengolahan makanan dan minuman di Tanah Air, ia menyebutkan sektor tersebut sebagai salah satu sektor "jagoan" karena dari aspek penciptaan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, dan juga ekspornya paling besar.

"Tapi industri ini tidak bisa menciptakan nilai tambah kalau tidak ada 'input'-nya yakni dari kelautan dan perikanan. Katakanlah olahan makanan laut yang simpel seperti fillet ikan atau udang sampai yang kalengan. Harusnya itu yang bisa jadi dominasi Indonesia. Maksud saya jangan sampai kita punya 'input'-nya tapi ketika sudah ada nilai tambahnya dikuasai asing," ujar Bambang. (*)