PT. PAII angkat harga kakao lewat fermentasi, di Solok

id Kakao

PT. PAII angkat harga kakao lewat fermentasi, di Solok

Pertemuan Keltan Saiyo yang mendapat pembinaan dari PT.PAII untuk fermatasi kakao, sehingga menaikan harga jual petani setempat. (Ist)

Solok, (Antaranews Sumbar) - Direktur Utama PT. Pengelola Aset Islam Indonesia (PAII) Afdhal memicu dan memacu semangat sejumlah pengurus dan anggota kelompok tani (Keltan) tanaman kakao di Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok dengan membeli hasil panen kakao setelah melalui proses fermentasi di atas harga standar dengan kelebihan senilai Rp.5000/kg.

Selain itu, juga memberikan pinjaman modal tanpa agunan kepada petani kakao yang telah bergabung dengan keltan.

Hal itu disampaikan Afdhal saat pertemuan dengan pengurus Keltan SAIYO (Nagari Salayo), Gema Coklat (Nagari Gauang) dan Mekar Sari (Nagari Kotohilalang) pada Selasa (15/5) di Aula Keltan SAIYO di Jorong Batupalano, Nagari Salayo.

Bersama Afda turut didampingi tiga orang akademisi Universitas Indonesia serta dihadiri Kepala Jorong Batupalano, Zulfendli, Pengamat Hama Tanaman Wilayah Kabupaten Solok, Yurizal Gindo dan sejumlah pengurus dan anggota keltan.

Pembina Keltan Saiyo, H. Benny Faisal. Dt. Sinaro Sati mengakui sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh direktur PT.PAII untuk menyemangati para petani kakao yang ada di Kecamatan Kubung.

Diakui Benny, selama ini persoalan harga kakao menjadi persoalan klasik yang dialami para petani kakao setiap usai panen antara kakao dari fermentasi dan yang tidak.

“Selama ini tidak ada perbedaan harga yang hasil dari pengolahan fermentasi dan yang tidak, harganya selalu sama, padahal fermentasi melalui proses lumayan panjang juga sehingga menyita waktu petani," ujarnya.

Namun memang kakao hasil fermentasi menghasilkan kualitas yang bagus dan itu merupakan kebutuhan pasar.

Dengan pembelian dengan kelebihan harga Rp.5000/kg dari harga standar akan membuat petani semakin bersemangat, apalagi mendapat pinjaman modal tanpa agunan, kata Benny yang juga diamini oleh Busron Bahar Malin Kayo dan Edril Alinus Rajo Tando selaku penggiat kakao.

Sedangkan menurut Yurizal Gindo, keresahan petani kakao selama ini sudah terjawab yaitu telah tersalurnya penjualan hasil panen kakao dengan harga pembelian di atas harga pasar.

Menurut dia, kelebihan harga itu spirit yang luar biasa bagi petani kakao. Selain itu, petani juga mendapat pembekalan ilmu tentang bertani kakao dan bahkan dibantu peralatan frekmentasi serta dibantu permodalan tanpa agunan.

Menyoal fermentasi, dikatakan Afdhal, fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses.

Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen.

Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.

Pertemuan Keltan Saiyo yang mendapat pembinaan dari PT.PAII untuk fermatasi kakao, sehingga menaikan harga jual petani setempat. (Ist)


Menyoal frementasi, dikatakan Afdhal, fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa yang sangat tinggi, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty).

Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Tidak bagusnya kualitas tentu akan berpengaruh terhadap harga jualnya.

Diakui Afdhal, saat kualitas coklat yang dihasilkan petani Selayo khusunya telah bisa bersanding dengan kualitas kakao dari negara Madagaskar dan Kolombia ketika diolah di Singapore.

Berkat postingan berita Humas keltan SAIYO dimuat media sosial dan termasuk diakun facebook pribadinya bertajuk “Membumikan Kakao di Nagari Salayo Solok” membuat para koleganya di Hongkong, Tokyo, Perancis dan beberapa negara lain ingin berkunjung ke Solok untuk berwisata ke keperkebunan kakao dihamparan 33 hektar tersebar pada beberapa lokasi di Selayo.

“Hal itu berpotensi juga meningkatkan kunjungan wisman yang pada akhirnya berdampak pada sektor perekonomian masyarakat lokal Selayo dan Solok umumnya. PT.PAII bertekad untuk memang ingin membumikan kakao di Kabupaten Solok dan sekitarnya” sebut Afdhal.*