Akademisi Sarankan KY Panggil Hakim Kasus Ahok

id Komisi Yudisial, Kasus, Ahok

Padang, (Antara Sumbar) - Akademisi Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal Phd menyarankan Komisi Yudisial (KY) serta Komisi Kejaksaan memanggil jaksa dan majelis hakim yang menyidang perkara penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Terkait keputusan penundaan sidang pembacaan tuntutan yang seharusnya hari ini menjadi 20 April 2017 perlu dilakukan investigasi, karena ada sejumlah keanehan dan bila terbukti bersalah harus ada sanksi tegas kepada penegak hukum yang menangani, kata dia di Padang, Selasa.

Menurutnya penundaan di dalam persidangan resmi merupakan praktik yang lazim terjadi dalam dunia peradilan karena para pihak, dengan alasan yang masuk akal berhak meminta Majelis Hakim untuk menunda pelaksanaan agenda yang sudah disepakati sebelumnya dan hakim berwenang mengabulkannya.

"Namun, biasanya waktu tunda persidangan disesuaikan dengan rutinitas waktu persidangan, misalnya persidangan yang rutin dilaksanakan sekali dalam seminggu, maka penundaan sidangnya juga seminggu," ujarnya.

Ia menilai dengan ditundanya sidang pembacaan tuntutan menjadi tanggal 20 April 2017 berarti majelis hakim telah memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum selama dua minggu dua hari.

"Dari sisi profesionalisme, Jaksa Penuntut Umum tidak profesional meminta penundaan dengan alasan tuntutan belum selesai diketik,bayangkan hanya untuk mengetik dan membacakan requisitoir waktu yang dibutuhkan Penuntut Umum yang terdiri dari beberapa orang itu lebih dari dua minggu," ujar dia yang merupakan pendiri Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI).

Miko menenggarai dengan menunda sidang sampai 20 April 2017 berarti Majelis Hakim mengakomodasi saran Kapolda Jakarta agar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunda sidang setelah pemungutan suara Pilkada putaran kedua yang akan digelar pada 19 April 2017.

Ia juga mengungkap keanehan lainnya yaitu sikap tim Penasehat Hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama yang dirugikan dengan penundaan itu karena waktu mempersiapkan nota pembelaan menjadi terpangkas, justru mendukung usulan Jaksa Penuntut Umum menunda sidang sampai selesai Pilkada.

Ketua dan anggota Majelis Hakim yang menerima permohonan Jaksa Penuntut untuk menunda persidangan juga bersikap aneh karena pada awalnya dengan tegas memberikan waktu satu kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menyiapkan dan membacakan tuntutan, namun akhirnya menyetujui penundaan sidang tanggal 20 April 2017, katanya.

Fakta persidangan hari ini membuktikan bahwa upaya bangsa ini menegakkan hukum terpaksa tunduk kepada kepentingan politik pihak-pihak tertentu, ujarnya.

Ia berharap semua aparatur penegak hukum yang terlibat dalam menangani perkara penistaan agama ini semestinya mempertontonkan aksi penegakan hukum yang baik, agar masyarakat memiliki persepsi yang baik terhadap hukum dan penegakan hukum.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan dijadwalkan pada Kamis (20/4).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada Majelis Hakim agar pembacaan tuntutan ditunda sampai dua minggu ke depan.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ali Mukartono menyatakan tidak ada tekanan politik terkait permintaan ditundanya pembacaan tuntutan oleh JPU.

"Tidak ada, saya urusannya masalah teknis saja," kata Ali usai lanjutan sidang ke-18 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

Ia menyatakan bahwa waktu seminggu tidak cukup bagi JPU untuk menyusun tuntutan karena adanya banyak tambahan saksi maupun ahli yang ada di dalam berkas perkara. (*)