Jakarta, (Antara Sumbar) - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) penting diwujudkan untuk merespon situasi politik terkini di Tanah Air.
"Pertemuan kedua pemimpin negeri ini, antara Jokowi dan SBY sangat 'urgent' dan penting diwujudkan merespon situasi politik terkini di Tanah Air," ujar Emrus Sihombing di Jakarta, Kamis.
Selain itu, lanjutnya, pertemuan tersebut juga dapat digunakan membicarakan berbagai hal dan sekaligus menemukan solusi bermacam persoalan kebangsaan, utamanya terkait dengan situasi politik terkini yang bisa mengarah terjadinya polarisasi di tengah masyarakat hanya untuk kepentingan kekuasaan sesaat oleh segelintir politisi tertentu.
Sebab saat ini, utamanya di Jakarta, menjelang Pilkada, sudah tidak bisa pungkiri lagi bahwa tensi komunikasi politik sedang memanas.
Bila tidak ada titik temu antarberbagai kepentingan yang berbeda, situasi bisa berubah yang berpotensi memunculkan kondisi sosial politik yang saling "berhadap-hadapan" antarberbagai kelompok kepentingan di tengah masyarakat, ucapnya.
"Itu tidak boleh terjadi. Harus segera ditemukan solusi dan diwujudkan sesegera mungkin. Jangan sampai mengulur waktu. Upaya preventif jauh lebih produktif daripada menyelesaikan konflik yang sudah atau sedang terjadi," ujar dia.
Untuk itu, pertemuan dan dialog antara tokoh bangsa, termasuk perjumpaan antara Jokowi-SBY, sangat dibutuhkan negeri ini dan mendesak dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
"Sudah tidak saatnya, bahkan tidak produktif bagi bangsa kita memperbincangkan, misalnya, ada dua tiga orang yang menghalangi pertemuan Jokowi-SBY," tukasnya.
Ia mengatakan bila memang ada orang yang menghalangi pertemuan, sebaiknya nama orang tersebut disampaikan oleh SBY kepada Jokowi secara langsung ketika tatap muka, sebagai ruang komunikasi privat antar mereka berdua agar Jokowi dapat "memahami" orang yang ada di "sekitarnya". Bukan disampaikan di ruang publik.
"Oleh karena itu, menurut hemat saya, sejatinya sebagai 'good leadership', siapapun dia, harus bijak memilah pesan komunikasi yang mana disampaikan di ruang 'privat', dan mana yang disampaikan di ruang publik. Inilah salah satu kecerdasan komunikasi yang mutlak dimiliki seorang pemimpin yang berkarakter kenegarawanan," tuturnya.
Sebab, bila pesan komunikasi untuk keperluan privat lalu disampaikan di ruang publik, bisa menimbulkan persepsi liar. Bahkan berpotensi membuat situasi politik terganggu sehingga motif politik yang menghalangi tersebut semakin kondusif dapat terwujud.
Dengan kata lain, komunikasi langsung dapat meniadakan perilaku pembisik komunikasi yang ada di ring kekuasaan.
Bila pertemuan tersebut segera direalisasikan, lanjutnya, tentu itu sekaligus menjadi teladan komunikasi yang disampaikan kedua tokoh bangsa tersebut kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Bukan berbalas 'patun politik' yang sama sekali tidak memberi pendidikan politik dan nilai demokrasi bagi rakyat kita," tegasnya. (*)
Berita Terkait
Ini deretan karya musik yang dirilis jelang normal baru
Minggu, 7 Juni 2020 17:54 Wib
Pasangan Indonesia - Italia ciptakan lagu solidaritas bagi korban corona
Selasa, 17 Maret 2020 21:25 Wib
Ini kata Emrus Corner soal tudingan LSM pemantau tutup mata atas kecurangan pemilu
Kamis, 25 April 2019 11:41 Wib
Berbagai layanan AXI dukung ekosistem perdagangan elektronik di Sumbar
Kamis, 11 Oktober 2018 18:14 Wib
Kemenkominfo Harus Bertindak Lebih Proaktif Melawan Hoax
Senin, 15 Mei 2017 11:17 Wib
Jokowi Ajak Rakyat "Hadir" Bersama Raja Salman
Kamis, 2 Maret 2017 10:51 Wib
Menparekraf Luncurkan Buku "Perjalanan Tenun Merdi Sihombing"
Selasa, 12 Agustus 2014 16:23 Wib