Mahasiswa Indonesia di UK Ikut Demo Trump

id Tolak Donald Trump

Mahasiswa Indonesia di UK Ikut Demo Trump

Aksi demo menolak kebijakan Donald Trump. (Antara)

London, (Antara Sumbar) - Demo pengunjuk rasa yang digelar di Inggris dengan berbagai latar belakang, bersatu untuk mengungkapkan kemarahan kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga dilakukan kalangan intelektual termasuk masyarakat dan mahasiswa asal Indonesia.

Demo di berbagai kota di Kerajaan Ratu Elizabeth itu digelar seperti London, Manchester, Glasgow, Cardiff, Newcastle, Sheffield, dan Oxford pada Senin(30/1) siang.

"Saya mengikuti demo di Manchester terkait kebijakan Trump yang melarang tujuh negara muslim untuk masuk Amerika karena dianggap teroris dan ada beberapa pelajaran hidup yang tidak bisa dilupakan, ujar salah satu pelajar yang tengah menuntut ilmu di Inggris, Media Wahyudi Askar kepada Antara London, Rabu.

"Saya lihat banyak mahasiswa master maupun doktoral berbagai negara yang ikut demo bahkan unjuk rasa juga diikuti oleh dosen-dosen saya di kampus," ujar mantan PPI UK yang tengah studied Intenational Development Public Policy and Management di University of Manchester.

Pengunjuk rasa dari berbagai latar belakang bersatu mengungkapkan kemarahan kepada Presiden Donald Trump. Di London demonstrasi digelar di depan kediaman resmi Perdana Menteri Inggris, 10 Downing Street, yang tidak jauh dari ikon obyek wisata seperti Big Ben dan juga di Alun-alun Trafalgar kota London.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May -merupakan pemimpin dunia pertama yang melakukan pertemuan dengan Presiden Trump juga menjadi sasaran kecaman para pengunjuk rasa.

Ribuan orang turun ke jalan dengan agenda demo yang tersusun rapi, lengkap dengan poster dan spanduk yang dibuat apa adanya. Tetapi dibalik itu, ada yang membuat saya merinding, peserta demo sebagian besar adalah kalangan non-muslim, ujar Mediaa yang pernah menjadi asisten riset di UGM.

Menurut pria dari Batusangkar tuntutan yang diajukan para pendemo jelas. Hentikan segala diskiriminasi." Para migran datang ke Eropa dan Amerika karena rumah mereka dihancurkan. Sekolah mereka ditutup karena perang. Perang yang bahkan dilakukan oleh rezim Amerika itu sendiri.

Ironisnya, suara-suara pembela umat Islam justru terdengar di negara yang berpenduduk muslim tak lebih dari lima persen. Sebagian besar para pendemo adalah Christian, Agnostic, Atheis dan lain. Bandingkan dengan Indonesia yang dihuni 250 juta orang dan hampir 90 persen penduduk Indonesia adalah muslim, tetapi seakan diam seribu bahasa, ujar Mediaa lagi.

Media pun bertanya tidak adanya suara yang menuntut Jokowi untuk memprotes kebijakan Trump. Dimanakah Fadli Zon, Setya Novanto, ormas muslim Indonesia, FPI, NU, Muhammadiyah, HMI, KAMMI, HTI, dan semua organisasi muslim lainnya disaat saudara sesama muslim didiskriminasi secara massif. Dibom di Suriah, disingkirkan di Myanmar.

Ormas Islam di Indonesia ada yang terjebak pada retorika politik, yang sayangnya malah merusak persatuan umat Islam itu sendiri. Ormas Islam lainnya memang masih terus berjuang meyakinkan masyarakat. Tapi sayangnya harus melawan penggembosan sana sini, yang berakibat banyaknya orang Islam yang tidak lagi percaya dengan ulama, demikian Mediaa Wahyudi Askar. (*)