Ketua BK: Pemberhentian Irman Tidak Tergantung Praperadilan

id AM Fatwa

Ketua BK: Pemberhentian Irman Tidak Tergantung Praperadilan

Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah AM Fatwa. (antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah AM Fatwa menyatakan bahwa pemberhentian Irman Gusman sebagai ketua DPD tidak perlu menunggu hasil praperadilan.

"Tidak ada hubungan antara praperadilan dengan soal pelanggaran kode etik. Tidak ada hubungan, proses peradilan ya berjalan. Kalau soal proses jabatan karena melanggar tatib itu memang kewajiban BK untuk menjatuhkan sanksi. Jadi saya cuma menjalankan tugas sebagai Ketua BK unntuk melakukan sidang pleno dan sudah diputuskan secara aklamasi diberhentikan kemudian dilaporkan kepada rapat sidang paripurna DPD RI," kata Fatwa di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Fatwa datang untuk membesuk mantan Ketua DPD yang menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.

Pada Rabu (5/10), rapat paripurna luar biasa DPD RI memutuskan memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD RI serta menugaskan Panitia Musyawarah (Panmus) untuk menyusun jadwal pemilihan pimpinan DPD RI pengganti Irman Gusman.

Rapat paripurna dihadiri 83 anggota dari 132 anggota DPD. Keputusan itu didasarkan oleh Tata Tertib DPD RI, pasal 52 ayat (3) menyebutkan, bahwa pimpinan DPD RI dapat diberhentikan jika meninggal dunia, berhalangan tetap, serta menjadi tersangka.

Padahal Irman Gusman sedang mengajukan praperadilan terhadap penetapannya sebagai tersangka oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana direncanakan berlangsung pada 18 Oktober.

"Saya sebagai ketua BK dan teman-teman BK mau berkunjung sebagai simpai persahabatan kepada pak Irman. Pemberitahuan pemberhentian nanti pimpinan DPD yang akan memberitahu karena pimpinan DPD akan berkunjung hari ini tapi memang saya yang menandatangani surat pemberhentian, pimpinan itu dilapori saja," tambah Fatwa.

Menurut Fatwa, semua anggota DPD menerima pemberhentian Irman tersebut.

"Interupsi itu suara simpati saja, soal yang biasa dalam persidangan. Kita sudah jelaskan, setelah jelas semua menerima jadi tidak ada yang menolak lagi. Ini bulat, tidak ada yang tidak bisa menerima, kalau tidak menerima berarti tidak bisa menerima tatib DPD RI," tegas Fatwa.

Bila Irman menang di praperadilan, Fatwa mengatakan bisa saja DPD akan bersidang lagi.

"Kalau misalnya besok lusa tidak jadi tersangka lagi ya kita sidang lagi. Nanti terserah. tergantung rapat," tambah Fatwa.

Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2016 dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.

Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.

Irman Gusman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Xaverius dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.

Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa. (*)