UNHCR: Situasi di Sudan Selatan Memburuk

id UNHCR

PBB, New York, (Antara Sumbar) - Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) melaporkan dengan meletusnya pertempuran baru di Juba, kondisi di Sudan Selatan telah meningkat tajam, kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan di New York, Selasa (2/8).

"Arus pengungsi dari Sudan Selatan ke dalam wilayah Uganda telah naik dua-kali lipat dalam 10 hari belakangan," kata Dujarric dalam taklimat harian di Markas Besar PBB, New York, dengan mengutip laporan dari Badan PBB tersebut.

Sementara itu Kenya telah melaporkan kedatangan 1.000 pengungsi selama masa yang sama, sedangkan 7.000 orang menyelamatkan diri ke Sudan, kata Kantor UNHCR.

Sebanyak 60.000 orang telah menyelamatkan diri dari kerusuhan baru-baru ini di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba, sehingga jumlah seluruh pengungsi Sudan Selatan di negara tetangganya sejak Desember 2013 menjadi hampir 900.000, kata UNHCR.

UNHCR membantu sebanyak 52.000 orang yang telah menyelamatkan diri ke Uganda, termasuk bertambahnya jumlah anak kecil yang menderita gizi buruk parah, kata Dujarric.

"Para pengungsi itu mengatakan kelompok bersenjata di jalan menuju Uganda menghalangi orang meninggalkan Sudan Selatan karena mereka menduga konflik baru akan meletus antara pasukan pemerintah dan gerilyawan," kata juru bicara PBB tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. "Kelompok bersenjata menjarah desa, membunuh warga sipil dan secara paksa merekrut pemuda dan anak lelaki menjadi anggota mereka."

Pertempuran baru meletus lagi pada Ahad (31/7) antara tentara Presiden Sudan Selatan Salva Kiir dan mereka yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar di Kota Kecil Nasir di Negara Bagian Upper Nile, kata juru bicara tentara pemerintah Kiir, Lul Ruia Koang, kepada Xinhua, Senin.

Bentrokan itu terjadi setelah pertempuran baru antara kelompok militer yang bertikai pada Sabtu di Kabupaten Lainya di Negara Bagian Equatorial Tengah.

Koang mengatakan bentrokan di Kota Kecil Nasir meletus pada Ahad pagi dan berkobar lagi pada Senin. Ia menuduh tentara SPLM-IO, pimpinan Machar, membom posisi pasukan Kiir di Nasir.

Machar meninggalkan Juba setelah empat hari bentrokan sengit antar-unit militer yang bertikai, yang meletus pada 7 Juli, sehingga nasib pemerintah pembagian kekuasaan --yang dibentuk setelah lebih dari dua tahun perang saudara-- tidak menentu.

Ketegangan antara tentara yang bertikai meningkat lagi setelah Presiden Kiir memecah Machar sebagai wakil I presiden pada penghujung Juli, setelah berakhirnya ultimatum 48-jam yang diberikan kepada Machar agar kembali ke Juba.

Juru Bicara Machar, James Gatdet Dak, menuduh tentara pemerintah menyerang posisi mereka di Lainya pada Sabtu lalu (30/7).

Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan di dalam Sudan Selatan wabah kolera telah menewaskan 21 orang sampai akhir Juli, kata Dujarric. Sebanyak 586 kasus telah dilaporkan, dengan rata-rata 35 orang masuk rumah sakit setiap hari.

Masih pada Selasa, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan Stephen O'Brien berada di Sudan Selatan untuk mengunjungi sebagian orang yang terpengaruh dan menyampaikan kembali seruannya untuk meminta dana, kata juru bicara PBB tersebut.

O'Brien, yang juga adalah Koordinator Bantuan Darurat PBB, mengatakan para pekerja kemanusiaan bekerja berdasarkan kebutuhan kemanusiaan. Mereka beroperasi dengan dasar mandiri, tidak memihak dan netral, dan harus diberi akses bebas tanpa hambatan untuk mencapai semua orang yang memerlukan bantuan, di mana pun mereka berada. (*)