Perkuat Logistik Hadapi El Nino Hingga 2016

id El Nino Hingga 2016

Jakarta, (Antara) - Direktur Eksekutif dan Peneliti Energi, Kelautan, dan Lingkungan CIDES Indonesia Rudi Wahyono mengatakan pemerintah harus memperkuat logistik karena diprediksi energi El Nino 2015 belum akan habis hingga Oktober 2016.

"Logistik kuat menjadi salah satu cara untuk mempersiapkan diri menghadapi El Nino," kata Rudi di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, hal tersebut perlu dilakukan karena mempertimbangkan prediksi lembaga riset NOAA, NASA, ESA-Eropa, CSIRO Australia yang menyebutkan bahwa energi El Nino 2015 belum habis dan diprediksi berakhir pada Oktober 2016.

El Nino, lanjutnya, masih akan berpengaruh di Indonesia bagian timur, sementara di bagian barat mulai melemah walau masih dapat dirasakan energinya sehingga menyebabkan hujan disertai angin dan petir yang berlangsung singkat.

Meski hujan sudah mulai turun, namun ia tetap mengingatkan agar kewaspadaan tetap dilakukan mengingat hingga 10 November 2015, data satelit NASA-Measurements Of Pollution In Tehe Troposhere (MOPITT) menunjukkan kadar gas Karbon monoksida (CO) di Sumatera masih ada yang mencapai 2354 part per bilion (ppb), sedangkan di Kalimantan masih ada di level 412 ppb.

"Kondisi ini jelas bisa menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dan infeksi pernafasan akut, karena yang dihirup bukan lagi partikel tapi sudah dalam bentuk molekul," ujar dia.

Berdasarkan hasil citra satelit ESA Troposphere Emission Monitoring (TEMIS), NASA Aura Ozon Monitoring Instruments, dan NASA MOPITT tentang kondisi udara di atas atmosfir Indonesia yang baru dirilis, ia mengatakan bahwa terlihat kadar gas CO, Nitro oksida (NOx), dan Ozon Permukaan yang sangat berbahaya bukan hanya untuk manusia dan hewan bahkan pada tanaman komoditi pertanian seperti sayur-mayur dan buah-buahan.

"Tanaman-tanaman itu akan rusak akibat proses fotosintesis yang terganggu," ujar dia.

Meski pada periode El Nino intensitas matahari meningkat namun serapan cahaya oleh tanaman justru menurun. Hal ini, menurut Rudi, dibuktikan dengan Angka Fraction of absorbed photosynthesis active radiation (Fapar) menurun 10 persen.

"Kemungkinannya adalah laju fotosistesis tanaman terganggu oleh kabut atau polusi udara sehingga mengurangi intensitas cahaya yang bisa diserap oleh khlorofil atau sel fotosintesis pada tumbuhan," ujar dia.

Dengan kondisi tersebut, menurut dia, jelas produktivitas pertanian juga akan menurun. Nilai Fapar sudah bisa dipotret melalui satelit, sehingga secara umum pada periode El Nino akan terjadi penurunan produksi komoditi pertanian karena kekeringan seperti padi, jagung, cabai, bawang merah, dan berbagai jenis sayur lainnya.

"Implikasi ekonominya jelas harga produk pertanian naik. Sehingga penjelasan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahwa El Nino tidak berpengaruh pada produksi pertanian berlawanan logika dengan hukum alam dan hasil penelitian internasional," ujar dia.

Terganggunya produk pertanian akibat kabut asap, menurut dia, dialami kebun tanaman percobaan milik peneliti PUSRI di Jakabaring, Palembang. Kondisi tanaman mengalami layu dan kerusakan parah akibat kabut asap, sehingga dapat dipastikan akan mengalami penurunan produksi bahkan mungkin gagal panen karena mengalami kerusakan. (*)