Minggu Subuh Itu, Sembilan Keluarganya Tertimbun Longsor

id Minggu Subuh Itu, Sembilan Keluarganya Tertimbun Longsor

Minggu Subuh Itu, Sembilan Keluarganya Tertimbun Longsor

Longsor Agam. (ANTARA/ M Arif Pribadi)

Suara gemuruh runtuhan tanah Bukit Data terdengar dalam hitungan detik pada Minggu (27/1) pagi yang basah selepas sholat Subuh.

Bukit Data, Kampuang Dadok, yang selama ini menjadi sumber hidup warga setempat untuk berkebun, Minggu subuh tanahnya yang basah berwarna kekuningan itu runtuh dan menghantam 12 rumah yang berdiri sekitar bukit itu saat para penghuninya masih terlelap tidur terbius dingin perbukitan.

Sebanyak 20 orang yang tak sempat menyelamatkan diri tertimbun, empat orang yang selamat mengalami luka-luka, lima hektare sawah rata dengan tanah, perkebunan hancur, sepeda motor dan barang-barang berharga lainnya milik warga juga hancur dan hilang.

Mendengar bunyi gemuruh tersebut, Indra (28) langsung keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Melihat bagian depan rumah dengan jarak sekitar 10 meter mengguning tertimbun longsor, Indra langsung gemetar di depan pintu sambil memanggil istrinya Nursiah (36) yang tengah hamil delapan bulan.

Beberapa menit kemudian, sang kakak ipar, Anto (32), yang tinggal tidak jauh dari rumahnya berteriak meminta pertolongan. Mendengar suara teriakan yang terdengar lantang dalam keheningan pagi bukit itu, Indra beserta beberapa warga langsung membantu Anto untuk keluar dari lokasi longsor.

"Saya beserta warga mengeluarkan Anto dari tumpukan longsor dan langsung membawanya ke Puskesmas Maninjau karena mengalami patah tulang pada bagian tangan kanan dan leher. Anto langsung dirujuk di RSUP M Djamil," kata dia mengenang.

Sembilan anggota keluarganya, termasuk kedua orang tua dan anak semata wayangnya Indah (6), ikut tertimbun longsor yang datang secara tiba-tiba sehabis hujan lebat yang mengguyur daerah pada Sabtu (26/1) malam.

Dengan kejadian memilukan itu, Indra merasa menyesal karena pada Sabtu (26/1) sore, putrinya meminta dijemput karena dia tidur bersama neneknya. Sekitar pukul 22.00 WIB Sabtu (26/1), Indra beserta Nursiah menjemput anaknya untuk dibawa puluang, namun Indah menolak pulang sambil menangis.

"Apabila Indah saya paksa pulang, maka ia tidak ikut menjadi korban," katanya dengan nada kesal.

Atas bantuan tim gabungan dari Polres Agam, TNI, BPBD dan masyarakat, Indah ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa lagi. Dia dimakamkan secara massal bersama kedua orang tua Indra, kakak dan keponakan.

"Indah, dimakamkan bersama ayah saya bernama Asril (58), ibu saya Rosda (55), kakak saya Julianti (32) dan keponakan saya Aldi (9)," katanya sambil mengeluarkan air mata.

Hari Senin (28/1), keponakannya bernama Kamal (1,5) ditemukan tidak jauh dari ibu korban Erni Astuti oleh tim gabungan dengan bantuan dua anjing pelacak dari Polda Sumbar.

Namun, masih ada dua keluarganya yang tertimbun longsor di antaranya, kakak ipar bernama P Sinaro (40) dan keponakan bernama Rani (8).

"Hanya sekejap, sembilan keluarga saya hilang dan semua harta benda hancur," kata Indra yang sudah lima tahun berada di kampung setelah merantau ke Medan.

Namun, dia berharap kepada pemerintah agar memberikan beasiswa kepada dua adiknya yang kembar yang kuliah, yakni Rahmadani (19) semester satu di AMIK Bukittinggi dan Rama Dana (19), semester satu di STIKIP Asunah Bukittinggi karena dirinya tidak lagi memiliki sawah maupun ladang untuk digarap serta barang berharga lainnya.

"Dengan hancurnya sawah, perkebunan dan harta benda lainnya, saya tidak memiliki uang untuk kedua adik dengan pengeluaran Rp500.000 per orang setiap bulan," tambahnya.

Evakuasi

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam Bambang Warsito mengatakan, longsor yang terjadi Minggu (27/1) sekitar pukul 05.15 WIB itu, mengakibatkan 20 warga tertimbun, 15 korban ditemukan dalam keadaan meninggal. Ke 14 korban meninggal tersebut yakni, yakni, Mursinah (50), Juliardi (25), Nurhaida (23), Dilla (2), Rosda (55), Asril (58), Indah (6), Aldi (9), Julianti (26), Tarjudin (65), Martini (60), Kursinah (70), Erni Astuti (38), Rosmi (75) dan Kamal (1,5).

Sedangkan lima korban yang diduga masih tertimbun material longsoran, yakni P Sinaro (40), Rani (8), Fadri (9), Bayar (70) dan Nursidah (65). Lalu, empat korban luka-luka yakni, Irwan (37) mengalami luca lecet pada bagian kepala, Leni Marlina (32) mengalami gangguan psikis, Anto (32) alami patah tulang tangan kanan dan patah leher dan Syahrial (17) luka lecet di kepala.

"Saat ini, Leni, Marlina, Irwan dan Syahrial dirawat di Puskesmas Maninjau. Sedangkan Anto dirawat di RSUP M Djamil Padang," katanya.

Dia menambahkan, tim gabungan yang berjumlah sekitar 500 orang dari Polres Agam, TNI, BNPB Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Agam, masih melakukan evakuasi lima korban yang diduga masih tertimbun.

Dalam melakukan pencarian, tim dibantu alat berat milik Dinas Pekerja Umum Kabupaten Agam, Provinsi Sumbar dan PMI Sumbar serta dua ekor anjing pelacak dari Polda Sumbar.

Menurut Bambang, longsor yang terjadi ini disebabkan karena tanah labil akibat gempa bumi 30 September 2009. Dengan kondisi ini, dia meminta kepada warga yang tinggal di sepanjang Nagari Sungai Batang, Tanjung Sani, Koto Malintang agar meningkatkan kewaspadaan saat hujan.

"Hal ini bertujuan untuk meminimalisir korban jiwa dan harta benda," katanya. (*)