Buah Simalakama Itu Bernama RSBI

id Buah Simalakama Itu Bernama RSBI

Buah Simalakama Itu Bernama RSBI

Ilustrasi. (ANTARA)

Padang, (ANTARA) - Salsabila Putri pelajar kelas VIII SMP Negeri 1 Padang tak mampu menyembunyikan kegundahannya. Pasalnya, ia tak setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah membatalkan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

Bagaimana tidak, untuk mendapatkan satu kursi di SMP Negeri 1 Padang yang merupakan salah satu sekolah RSBI di kota itu, ia harus bersaing ketat dengan ribuan pelajar lainnya melalui serangkaian tes.

Putusan itu jadi pembicaraan hangat di kalangan pelajar SMP Negeri 1 Padang. "Jangan-jangan akan menyebabkan turunnya mutu dan kualitas pendidikan," kata dia.

Karena itu, ia dan teman-temannya tetap berharap agar pemerintah mempertahankan status RSBI. "Kalau RSBI sudah dihapuskan, sekolah kami akan sama saja dengan sekolah lain," katanya.

Memang pascaputusan pembatalan status RSBI oleh MK, tidak mempengaruhi proses belajar mengajar (PBM) di sekolah itu.

Kegiatan belajar tetap seperti biasa dan putusan tersebut tidak akan mempengaruhi mutu dan kualitas pendidikan, kata Kepala SMP Negeri 1 Padang, Darmalis.

Ia memastikan para guru tetap melaksanakan proses belajar sebagaimana biasa dan tetap berupaya mempertahankan kualitas sekolah sehingga pelajar tidak perlu khawatir.

Pembatalan status RSBI sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah dan pihak sekolah akan menunggu tindak lanjut dari putusan itu, kata dia.

Dia menyebutkan, pelaksanaan RSBI telah berjalan selama empat tahun sejak 2008 di sekolah itu.

Wakil Kepala SMP Negeri 1 Bidang Manajemen dan Mutu Henny Marsia mengatakan jika putusan ini telah resmi dilaksanakan, akan terjadi pengurangan jam belajar dari 46 jam setiap minggu menjadi 36 jam.

Mata pelajaran yang mengalami pengurangan yaitu Bahasa Inggris, Matematika dan Penerapan Teknologi Dasar, kata dia.

Ketua Komite SMP Negeri 1 Padang Azhar Nuri juga khawatir keputusan tersebut akan menurunkan motivasi siswa dalam belajar.

"Dikhawatirkan pelajar yang bersekolah di RSBI akan mengalami penurunan motivasi dalam belajar karena status mereka sama dengan sekolah lain," kata dia.

Ia berharap, pascaputusan pembatalan RSBI sekolah harus tetap menjaga kualitas dan mutu pendidikan.

Apalagi pada sekolah RSBI telah memiliki fasilitas dan sarana penunjang belajar yang lebih baik dibandingkan sekolah biasa.

Orang tua harus memotivasi anaknya yang bersekolah di RSBI agar tidak terpengaruh dengan putusan ini dan tetap fokus meningkatkan prestasi, ujarnya.

Pada bagian lain ia menepis pandangan yang menyatakan sekolah RSBI mahal menyebabkan pelajar berprestasi namun kurang mampu tidak dapat kesempatan sekolah disana.

Besaran sumbangan yang harus dikeluarkan tidak pernah dipatok dan hanya berdasarkan kesanggupan masing-masing orang tua, katanya.

Bagi siswa kurang mampu pihak sekolah tetap menerima bahkan diberikan sejumlah beasiswa untuk mendukung aktivitas belajar.

Kajian

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Syamsulrizal menilai MK tidak melakukan kajian mendalam dalam memutuskan pembatalan status RSBI.

Persoalan yang mengemuka terkait RSBI adalah mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan, namun hal itu lebih banyak terjadi pada sekolah yang berada di kota besar, kata dia.

Menurutnya, pada sekolah RSBI di daerah, biaya yang dikeluarkan orang tua pelajar tidak terlalu besar sebagaimana di kota besar.

Bahkan pada salah RSBI di Sumbar, biaya yang dipungut setiap bulan hanya Rp85 ribu per bulan dimana hal ini sama dengan sekolah biasa, lanjutnya.

Ia menilai, keluhan mahalnya biaya RSBI banyak terjadi di kota besar, sementara pada sekolah yang berada di luar Pulau Jawa biayanya tidak terlalu mahal.

Padahal, lanjutnya keberadaan RSBI cukup efektif dalam memotivasi dan meningkatkan kualitas pendidikan.

Hampir semua sekolah yang menduduki peringkat atas dalam kelulusan ujian nasional di Sumatera Barat merupakan sekolah yang berstatus RSBI.

Selain itu, sekitar 76 persen pelajar yang diterima di perguruan tinggi negeri di Sumbar berasal dari sekolah RSBI.

Kemudian, sebanyak 17 persen pelajar yang diterima di perguruan tinggi terkemuka nasional berasal dari RSBI.

Ia menyebutkan, saat ini di Sumatera Barat terdapat 34 sekolah RSBI terdiri atas 10 SMA, 12 SMK, tujuh SMP, dan lima SD.

Pascaputusan tersebut, Dinas Pendidikan telah memberi tahu sekolah agar melaksanakan proses belajar mengajar seperti biasa.

Bahkan, Dinas Pendidikan juga telah mengalokasikan anggaran untuk sekolah RSBI pada 2013.

Menurutnya, jika terjadi perubahan baru dapat dilaksanakan pada tahun ajaran baru mengingat saat ini proses belajar dalam tahun berjalan.

Pakar pendidikan Universitas Negeri Padang (UNP) Prof Z Mawardi Efendi menilai kendati MK telah membatalkan RSBI ada nilai-nilai yang harus dipertahankan.

Pelayanan yang unggul, kedisiplinan, keteladanan, dan keseriusan dalam belajar merupakan nilai-nilai yang tetap dapat dipertahankan dan harus dibudayakan di lingkungan sekolah, kata dia.

Menurut mantan Rektor UNP tersebut, walaupun RSBI telah dibatalkan, nilai-nilai tersebut harus dipertahankan dan menjadi budaya disekolah untuk mendorong mutu dan kualitas pendidikan.

Harus diakui untuk menghadirkan pendidikan yang unggul dan berkualitas membutuhkan biaya yang besar , namun tidak semuanya harus bergantung dengan biaya.

"Menumbuhkan karakter disiplin, pelayanan unggul, keteladanan dan keseriusan tidak butuh biaya", kata dia.

Ia menilai penghapusan RSBI tidak akan mengurangi mutu dan kualitas pendidikan di Tanah Air karena secara kuantitas ditingkat nasional jumlah sekolah RSBI terbilang kecil.

"Kualitas dan mutu pendidikan pada sekolah RSBI tetap dapat dipertahankan karena telah memiliki sumber daya manusia serta fasilitas yang baik," katanya.

Ke depan, ia berharap pascaputusan penghapusan RSBI, pemerintah tetap dapat merancang sekolah unggul dan berkualitas tanpa harus membebankan pembiayaan kepada masyarakat.

Dengan demikian diskriminasi dalam bidang pendidikan dapat dihapuskan jika pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh negara, kata dia.

Ruh RSBI

Ketua Komisi IV DPRD Padang Muharlion berharap seharusnya seluruh sekolah yang ada memiliki ruh yang sama dengan RSBI dari segi kualitas dan mutu pendidikan.

Pengamat Pendidikan Sumatera Barat Afrianto Daud M.Ed melihat kehadiran RSBI di Tanah Air, belum berperan maksimal dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

Selama lebih kurang tujuh tahun perkembangannya, program RSBI sepertinya belum banyak menunjukkan keberhasilan sebagaimana semangat awal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia anak bangsa, kata dia.

Menurutnya, walaupun ada yang berpendapat mayoritas siswa lulusan RSBI memperoleh nilai di atas rata-rata pada ujian nasional, dan banyak diterima di perguruan tinggi negeri, hal itu tidak dapat dinilai sepenuhnya sebagai keberhasilan.

Menjadikan hal itu sebagai indikator keberhasilan RSBI jelas sangat tidak cukup, dan terkesan menyederhanakan masalah, kata dia yang merupakan kandidat PhD di Fakultas Pendidikan, Monash University Australia.

Ia mengatakan, penilaian seperti itu tidak hanya berpotensi bias, karena mayoritas siswa RSBI memang sudah menjadi siswa pilihan sebelum mereka masuk, dan hal yang sama juga dapat dilakukan oleh sekolah nasional lainnya yang tidak berlabel RSBI.

Kemudian, hal yang menjadi sorotan RSBI adalah potensi diskriminasi dimana yang banyak diterima berasal dari kalangan menengah ke atas dengan kemampuan akademik di atas rata-rata.

Artinya, mereka yang memiliki kemampuan akademik rata-rata dan berasal dari keluarga miskin sangat kecil kemungkinan dapat menikmati proses pendidikan di lingkungan RSBI, kata dia.

Dikatakannya, walaupun pemerintah telah mengatakan RSBI dapat diakses oleh anak-anak miskin yang memiliki prestasi akademis baik, namun adalah fakta bahwa kebanyakan siswa RSBI adalah mereka dengan kategori pintar dan dari keluarga kaya.

Memang tidak dapat dipungkiri, pendidikan berkualitas butuh biaya dan mahal. Masalahnya adalah jika biaya itu dibebankan kepada masyarakat ini yang menjadi persoalan, lanjutnya.

Pada awalnya RSBI dihadirkan dengan konsep sekolah yang menggunakan kurikulum nasional plus diajarkan dalam bahasa Inggris, mengadopsi kurikulum International General Certificate for Secondary Education (IGCSE)-Cambridge.

Namun, panduan RSBI yang dikeluarkan pemerintah tidak memberikan deskripsi yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan konsep "plus" ini, kata dia.

Ketidakjelasan ini kemudian membuat banyak pemerintah daerah dan sekolah bebas mendefinisikan sendiri RSBI sesuai dengan tafsir dan pemahaman mereka.

Beberapa pengelola RSBI ada yang memahaminya dengan konsep sekolah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar proses pembelajaran, ruang kelas berpendingin udara, guru lebih banyak menggunakan laptop dan LCD projector saat menerangkan pelajaran.

Maka hal itu diibaratkan seperti bus malam kelas eksekutif, sebuah sekolah fasilitas lengkap dengan kamar kecil di setiap ruang kelas.

Ia berpendapat, pemerintah perlu belajar tentang pendidikan kepada Finlandia yang dikenal sebagai salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia.

Finlandia menjadi yang terbaik di dunia karena kebijakan pendidikan konsisten selama lebih dari 40 tahun walau partai yang memerintah berganti, kata dia.

Dikatakannya, di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah dimana sekolah swasta dapat bantuan yang sama dengan sekolah negeri.

Belajar dari Finladia, guru tak hanya sebatas pengajar tapi mereka pakar kurikulum dimana kurikulumnya sangat berbeda di setiap sekolah namun tetap berjalan di bawah panduan resmi pemerintah.

Kemudian, guru-guru di Finlandia semuanya tamatan S2 dan dipilih dari lulusan terbaik di berbagai universitas dimana penduduknya merasa lebih terhormat mejadi guru daripada dokter atau insinyur.

Ia berharap, pemerintah memastikan bahwa akses pendidikan berkualitas adalah hak seluruh anak bangsa tanpa membeda-bedakan latar belakang ekonomi dan potensi akademik.

Hal penting yang harus pemerintah lakukan adalah mendistrisbusikan anggaran pendidikan nasional yang cukup besar itu, untuk membantu sekolah-sekolah yang selama ini terpinggirkan.

Dari aspek anggaran, kesalahan terbesar RSBI adalah pemerintah secara sadar atau tidak telah mensubsidi biaya pendidikan sekelompok masyarakat kaya.

"Ini tentu tidak tepat, karena sekali lagi bisa berakibat pada timbulnya jarak yang semakin dalam antara si kaya dan si miskin," kata dia. (*)