KPK Periksa Tantawi Jauhari Pengacara Cahyadi Kumala

id KPK Periksa Tantawi Jauhari Pengacara Cahyadi Kumala

Jakarta, (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi Tantawi Jauhari Nasution, pengacara Dirut PT Sentul City sekaligus Preskom PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala dalam kasus dugaan korupsi tukar-menukar kawasan hutan Kabupaten Bogor dan perintangan penyidikan. Tantawi diperiksa Jumat, sedangkan pada sehari sebelumnya KPK memeriksa advokat Dody S Abdulkadir dalam kasus yang sama. "Tantawi Jauhari Nasution diperiksa untuk KCK (Kwee Cahyadi Kumala)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugaraha di Jakarta. Pada Kamis (13/11), Dody mengaku diperiksa terkait dengan tugasnya sebagai pengacara yang memberikan konsultasi hukum untuk perusahaan. "Yang dikonfirmasi, bahwa kami telah melakukan pendampingan, tugas kami sebagai advokat sesuai aturan yang berlakan sebab saya sekarang lebih konsentrasi menangani di bidang korporasi," kata Dody pada Kamis (13/11). Selain Tantawi, KPK hari ini juga memeriksa pihak swasta yaitu Harold CH Liaw alias Mr Liaw, Lukito alias Luki, dan pegawai Bagian Warehouse Golden Boutique Hotel I Putu Aryadnyana. Cahyadi pada 30 September lalu dijemput paksa oleh KPK saat berada di Restoran Taman Budaya Sentul City bersama sejumlah orang yang termasuk pengacara, pembicaraan itu terkait upaya Cahyadi mempengaruhi saksi-saksi dalam kasus tersebut. KPK menyangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta. Selanjutnya KPK juga menyangkakan dugaan perbuatan merintangi penyidikan berdasarkan pasal 21 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau minimal Rp150 juta dan maksimal Rp600 juta. Dalam dakwaan terhadap Bupati Bogor Rachmat Yasin disebutkan bahwa kawasan hutan seluas 2.754 hektare rencananya dijadikan permukiman berupa kota satelit Jonggol City, padahal pada lahan itu terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Indocement Tunggal Prakarsa dan PT Semindo Resources sehingga hanya dapat diberikan kawasan seluas 1.668,47 hektare. Cahyadi Kumala pada Januari 2014 bertemu secara pribadi di Sentul City dan Rachmat Yasin meminta sejumlah uang kepada Cahyadi Kumala sehingga pada 30 Januari 2014, Cahyadi Kumala memberikan cek senilai Rp5 miliar kepada Yohan Yap. Yohan Yap bersama dengan Robin Zulkarnaeng, Heru Tandaputra pada Februari 2014 memberikan Rp1 miliar kepada Rachmat Yasin di ruman dinas, dilanjutkan pemberian pada Maret 2014 sebesar Rp2 miliar. Atas pemberian uang itu, M Zairin pun membuat konsep rekomendasi dengan memasukkan surat pernyataan dari PT BJA, rekomendasi gubernur dan surat dirjen Planologi mengenai klarifikasi rekomendasi 4 Maret 2014 sebagai dasar hukum agar rekomendasi segera diterbitkan. Surat rekomendasi tukar-menukar lahan atas nama PT BJA pun diterbitkan pada 29 April 2014 namun masih ada sisa komitmen yang belum diberikan sehingga pada 7 Mei 2014, Yohan Yap dan Zairin akan memberikan uang Rp1,5 miliar kepada Rachmat Yasin dan kemudian KPK menangkap keduanya. (*/jno)