Suhu Badan Pasien Diduga Terjangkit Ebola di Kediri Turun

id Suhu Badan Pasien Diduga Terjangkit Ebola di Kediri Turun

Kediri, (Antara) - Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menyatakan suhu badan GN (45) warga kabupaten setempat yang mengeluh sakit setelah pulang dari Liberia dan diduga terjangkit Ebola, kondisinya sudah lebih baik dan suhu badannya mulai turun. "Suhu badannya saat ini 36,5 derajat Celsius, tinggal nyeri saat menelan," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Adi Laksono dikonfirmasi terkait dengan kondisi pasien yang diduga terjangkit penyakit Ebola, Minggu. Pihaknya mengatakan kondisi suhu tubuh pada pasien itu relatif turun daripada saat dibawa ke rumah sakit. Suhu tubuh pasien pernah mencapai 37,3 derajat Celsius, bahkan pernah di angka 38,6 derajat Celsius. Adi juga meminta agar pasien tidak dijenguk terlebih dahulu. Hal itu demi mencegah penularan penyakit, serta mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Terlebih lagi, saat ini masih belum diketahui hasil uji laboratorium pada pasien. Adi menyebut bahwa hasil uji laboratorium itu akan keluar satu pekan setelah ia di tes. Pasien diperiksa secara menyeluruh, seperti tes darah, tes malaria, dan sejumlah tes lainnya. Namun, ia mengatakan, untuk awal, diketahui tes malaria negatif. Hal itu berbeda dengan hasil tes pada pasien yang juga mendapatkan perawatan serius di Madiun, yang diketahui positif malaria. "Ini malaria negatif, demam berdarah juga negatif. Tapi, kami masih tunggu hasil uji laboratoriumnya kurang lebih satu pekan. Jika negatif, boleh pulang," ujarnya. Ia juga mengatakan bahwa standar untuk untuk perawatan pada pasien yang sampai saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pelem, Pare, Kabupaten Kediri, juga lebih ketat. Ia meminta seluruh perawat yang merawat pasien memerhatikan perangkat untuk merawat. Bahkan, ia juga meminta pasien tidak dijenguk terlebih dahulu, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan, ia juga meminta agar keluarga bersabar, sampai hasil uji laboratorium keluar. Untuk standar pengawasan, ia menyebut kan, idealnya sampai 21 hari setelah ia dirawat. Ia dianjurkan untuk tidak boleh pulang terlebih dahulu, sampai diketahui sakit yang menimpa pasien. "Kami pantau minimal 21 hari, paling tidak mulai kedatangan," ujar Adi. Pihaknya juga mengatakan akan terus melakukan pengawasan pada keluarga GN, dengan melakukan pemeriksaan. Diketahui, terdapat sejumlah keluarga yang sakit. Mereka diperiksa di puskesmas setempat. Rata-rata, mereka mengeluhkan batuk serta flu. Walaupun belum sampai ada keluarga yang dirujuk, setelah mengaku mengeluh sakit, sejak GN pulang ke rumah, dinas kesehatan masih terus memantau kondisi kesehatan mereka. Hal itu untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, termasuk tertular sakit GN. GN adalah salah satu dari 28 buruh migran yang kembali dari Liberia pada Minggu (26/10). Ia dirawat di rumah sakit setelah mengaku mengeluhkan sakit dengan gejala demam, nyeri saat menelan, nyeri sendi, dan batuk. Ia sempat dirawat di puskesmas setempat lalu dirujuk ke rumah sakit setelah demamnya tidak kunjung turun. Ia diduga terjangkit penyakit Ebola, mengingat gejala ia sakit mirip dengan gejala penyakit Ebola. Terlebih lagi, ia baru pulang dari Liberia, salah satu negara endemik Ebola. Namun, sampai saat ini dinas kesehatan masih melakukan uji laboratorium sakitnya. Serangan virus ebola sampai saat ini terus meluas. WHO menyebut, kematian akibat penyebaran virus ebola di Afrika Barat diketahui telah mencapai 3.000 orang, dimana diperkirakan, lebih dari 6.500 orang sudah terinfeksi virus di wilayah tersebut. Dari serangan tersebut, Liberia diketahui sebagai negara yang terkena dampak terburuk, dengan korban tewas mencapau 1.830 orang. Virus ebola diketahui cukup cepat penyebarannya. Penyakit ini diketahui muncul dari hutan terpencil di daerah Guinea, dan mulai menyebar ke Liberia, Sierra Leone dan Nigeria. Virus Ebola ini dicurigai berasal dari kelelawar hutan dan bisa ditularkan ke manusia dengan menyentuh korban atau melalui cairan dalam tubuh, seperti air liur dan darah. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di daerah yang saat ini kita kenal dengan nama Republik Demokratis Kongo. Sampai saat ini diketahui belum ada vaksin atau obat untuk Ebola ini. Gejala penyakit ini menyerupai flu dengan rasa sakit baik dari dalam dan luar organ tubuh. Penyakit ini diketahui dengan gejala demam yang disertai dengan pendarahan yang bisa memicu gagal ginjal dan hati dengan tingkat kematian hingga 90 persen. (*/jno)