Padang (ANTARA) - Pemerintah diharapkan tetap memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini hidup di tengah masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat agar tidak tergerus oleh proses pembangunan yang dijalankan.
"Saya tidak setuju apabila kita melakukan pembangunan di suatu daerah namun lupa atau mengesampingkan kearifan lokal masyarakat," kata anggota DPRD Provinsi Sumbar Albert Hendra Lukman di Padang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Albert terkait Surat Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 490 Tahun 2024 yang menetapkan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak lagi menyandang status daerah tertinggal.
Menurut Albert, pembangunan infrastruktur seperti layanan kesehatan, pendidikan, jalan raya dan fasilitas umum lainnya tidak boleh menggerus nilai-nilai kebudayaan Suku Mentawai.
"Kita menginginkan pembangunan di Mentawai dilakukan dengan hati," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Artinya, kata dia, konsep pembangunan di pulau terluar Indonesia tersebut harus menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat Mentawai termasuk potensi apa yang harus dikembangkan.
Sebagai contoh pariwisata merupakan sektor yang paling unggul dan memungkinkan untuk digarap secara komprehensif baik pemerintah pusat, provinsi mau pun daerah.
Apalagi, kabupaten yang dikenal dengan julukan "Bumi Sikerei" itu terkenal dengan wisata minat khusus terutama olahraga selancar ombak (surfing).
Selain itu, perlu juga untuk memaksimalkan potensi kelautan seperti budi daya lobster, ikan kerapu dan sejenisnya menjadi peluang jangka panjang untuk kemajuan daerah itu.
Senada dengan itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi berharap dan menginginkan Kabupaten Kepulauan Mentawai tetap mempertahankan, serta menjaga segala bentuk kearifan lokal setelah lepas dari dari status tertinggal.
"Para turis yang datang ke Mentawai tidak hanya karena ombak saja namun mereka datang juga karena ingin melihat sesuatu yang berbeda dari daerah lain," kata Medi.
"Saya tidak setuju apabila kita melakukan pembangunan di suatu daerah namun lupa atau mengesampingkan kearifan lokal masyarakat," kata anggota DPRD Provinsi Sumbar Albert Hendra Lukman di Padang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Albert terkait Surat Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 490 Tahun 2024 yang menetapkan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak lagi menyandang status daerah tertinggal.
Menurut Albert, pembangunan infrastruktur seperti layanan kesehatan, pendidikan, jalan raya dan fasilitas umum lainnya tidak boleh menggerus nilai-nilai kebudayaan Suku Mentawai.
"Kita menginginkan pembangunan di Mentawai dilakukan dengan hati," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Artinya, kata dia, konsep pembangunan di pulau terluar Indonesia tersebut harus menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat Mentawai termasuk potensi apa yang harus dikembangkan.
Sebagai contoh pariwisata merupakan sektor yang paling unggul dan memungkinkan untuk digarap secara komprehensif baik pemerintah pusat, provinsi mau pun daerah.
Apalagi, kabupaten yang dikenal dengan julukan "Bumi Sikerei" itu terkenal dengan wisata minat khusus terutama olahraga selancar ombak (surfing).
Selain itu, perlu juga untuk memaksimalkan potensi kelautan seperti budi daya lobster, ikan kerapu dan sejenisnya menjadi peluang jangka panjang untuk kemajuan daerah itu.
Senada dengan itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi berharap dan menginginkan Kabupaten Kepulauan Mentawai tetap mempertahankan, serta menjaga segala bentuk kearifan lokal setelah lepas dari dari status tertinggal.
"Para turis yang datang ke Mentawai tidak hanya karena ombak saja namun mereka datang juga karena ingin melihat sesuatu yang berbeda dari daerah lain," kata Medi.