Padang (ANTARA) - Pakar sekaligus Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Prof. Zainul Daulay menyoroti dampak kejahatan lingkungan yang meningkatkan kasus bunuh diri massal di kalangan masyarakat adat di tanah air.
"Dampak dari kehancuran hutan ini tidak hanya menyentuh masalah pangan dan obat-obatan, tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat adat yang hidup di atas tanah tersebut," kata pakar sekaligus Guru Besar Ilmu Hukum Unand Prof. Zainul Daulay di Padang, Rabu.
Dalam catatannya, terdapat peningkatan hampir tiga kali lipat kasus bunuh diri massal di kalangan masyarakat adat, karena mereka frustasi akibat tidak memiliki akses untuk menyuarakan penderitaan akibat kejahatan lingkungan.
Prof. Daulay mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia dalam hal deforestasi setelah Brasil dan diikuti Kongo.
Berdasarkan data, pada 2023 lebih dari 2,5 juta Hektare hutan di Indonesia musnah. Selain merusak lingkungan, deforestasi juga berimbas pada tercabutnya kepercayaan masyarakat adat yang selama ini mereka yakini.
Pada kesempatan itu, ia menyoroti eksploitasi hutan di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terkenal keindahan alamnya. Sejak 1971, hutan di pulau ini telah dieksploitasi.
Hingga 2003 lebih dari 49.440 Hektare hutan berkurang untuk keperluan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata.
"Kejahatan lingkungan termasuk pembabatan hutan dan aktivitas pertambangan hampir seluruhnya terjadi di tanah masyarakat adat," ujarnya menegaskan.
Selain itu, ia juga menyoroti perlindungan hukum terhadap masyarakat adat yang dinilai masih rendah. Meskipun pada 2007 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengamanatkan perlindungan terhadap masyarakat asli, pemerintah dinilai belum sepenuhnya konsisten dalam kebijakan politiknya.
"Sejak tahun 2010 undang-undang tentang perlindungan masyarakat adat telah dirancang, tetapi hingga kini belum disahkan oleh DPR," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar hukum: Kejahatan lingkungan tingkatkan bunuh diri massal adat
"Dampak dari kehancuran hutan ini tidak hanya menyentuh masalah pangan dan obat-obatan, tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat adat yang hidup di atas tanah tersebut," kata pakar sekaligus Guru Besar Ilmu Hukum Unand Prof. Zainul Daulay di Padang, Rabu.
Dalam catatannya, terdapat peningkatan hampir tiga kali lipat kasus bunuh diri massal di kalangan masyarakat adat, karena mereka frustasi akibat tidak memiliki akses untuk menyuarakan penderitaan akibat kejahatan lingkungan.
Prof. Daulay mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia dalam hal deforestasi setelah Brasil dan diikuti Kongo.
Berdasarkan data, pada 2023 lebih dari 2,5 juta Hektare hutan di Indonesia musnah. Selain merusak lingkungan, deforestasi juga berimbas pada tercabutnya kepercayaan masyarakat adat yang selama ini mereka yakini.
Pada kesempatan itu, ia menyoroti eksploitasi hutan di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terkenal keindahan alamnya. Sejak 1971, hutan di pulau ini telah dieksploitasi.
Hingga 2003 lebih dari 49.440 Hektare hutan berkurang untuk keperluan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata.
"Kejahatan lingkungan termasuk pembabatan hutan dan aktivitas pertambangan hampir seluruhnya terjadi di tanah masyarakat adat," ujarnya menegaskan.
Selain itu, ia juga menyoroti perlindungan hukum terhadap masyarakat adat yang dinilai masih rendah. Meskipun pada 2007 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengamanatkan perlindungan terhadap masyarakat asli, pemerintah dinilai belum sepenuhnya konsisten dalam kebijakan politiknya.
"Sejak tahun 2010 undang-undang tentang perlindungan masyarakat adat telah dirancang, tetapi hingga kini belum disahkan oleh DPR," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar hukum: Kejahatan lingkungan tingkatkan bunuh diri massal adat