Padang (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia menyoroti serapan pupuk bersubsidi di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang hingga awal Agustus 2024 belum mencapai 50 persen.
"Pupuk bersubsidi sudah disiapkan pemerintah, namun hasil evaluasi Ombudsman dan Kementerian Pertanian serapannya belum mencapai 50 persen," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, di Padang, Selasa.
Yeka menyebutkan realisasi pupuk bersubsidi di Ranah Minang baru mencapai 42,10 persen.
Oleh karena itu, Ombudsman bersama Pupuk Indonesia dan Kementerian Pertanian melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah titik untuk mencari tahu penyebab masih minimnya serapan pupuk itu.
Rendahnya serapan tersebut bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya pergeseran musim tanam, turunnya daya beli petani atau persoalan data yang belum akurat.
Sebab, bisa saja data yang dimasukkan bukan petani, sehingga penebusan pupuk tidak terealisasi, kata Yeka.
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan Ombudsman pada Juli 2024, sebanyak 850.000 hingga 1 juta lebih petani selama tiga tahun terakhir tidak pernah menebus pupuk bersubsidi.
"Ombudsman telah menyampaikan data ini ke provinsi, kabupaten dan kota agar datanya segera diganti," kata dia menegaskan.
Dengan adanya intervensi Ombudsman kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, Yeka berharap pendistribusian pupuk bersubsidi tepat sasaran kepada para petani yang membutuhkan.
Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar Febrina Tri Susila Putri menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi serapan pupuk bersubsidi yang masih di bawah 50 persen.
Pertama, hal itu dipengaruhi oleh sistem pengolahan tanah yang dilakukan secara bergilir oleh petani. Artinya, setiap musim tanam ada pergantian petani yang menggarap lahan pertanian.
Selain itu, kata dia, saat ini sistem pendataan masih dalam perbaikan (maintenance), sehingga masih ada proses pencocokan data. Imbasnya nama petani yang akan menebus pupuk di tingkat kios tidak sampai.
Menurut dia, apabila nama dan alamat penebus pupuk bersubsidi tidak cocok dengan data di kios, maka pupuk tersebut tidak bisa ditebus oleh petani. Hal itu untuk menghindari manipulasi data atau penyaluran yang tidak tepat sasaran.
"Jadi memang ada beberapa kendala teknis. Namun pemerintah berupaya bagaimana mengatasi masalah ini," ujar dia pula.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ombudsman menyoroti serapan pupuk bersubsidi belum capai 50 persen
"Pupuk bersubsidi sudah disiapkan pemerintah, namun hasil evaluasi Ombudsman dan Kementerian Pertanian serapannya belum mencapai 50 persen," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, di Padang, Selasa.
Yeka menyebutkan realisasi pupuk bersubsidi di Ranah Minang baru mencapai 42,10 persen.
Oleh karena itu, Ombudsman bersama Pupuk Indonesia dan Kementerian Pertanian melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah titik untuk mencari tahu penyebab masih minimnya serapan pupuk itu.
Rendahnya serapan tersebut bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya pergeseran musim tanam, turunnya daya beli petani atau persoalan data yang belum akurat.
Sebab, bisa saja data yang dimasukkan bukan petani, sehingga penebusan pupuk tidak terealisasi, kata Yeka.
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan Ombudsman pada Juli 2024, sebanyak 850.000 hingga 1 juta lebih petani selama tiga tahun terakhir tidak pernah menebus pupuk bersubsidi.
"Ombudsman telah menyampaikan data ini ke provinsi, kabupaten dan kota agar datanya segera diganti," kata dia menegaskan.
Dengan adanya intervensi Ombudsman kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, Yeka berharap pendistribusian pupuk bersubsidi tepat sasaran kepada para petani yang membutuhkan.
Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar Febrina Tri Susila Putri menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi serapan pupuk bersubsidi yang masih di bawah 50 persen.
Pertama, hal itu dipengaruhi oleh sistem pengolahan tanah yang dilakukan secara bergilir oleh petani. Artinya, setiap musim tanam ada pergantian petani yang menggarap lahan pertanian.
Selain itu, kata dia, saat ini sistem pendataan masih dalam perbaikan (maintenance), sehingga masih ada proses pencocokan data. Imbasnya nama petani yang akan menebus pupuk di tingkat kios tidak sampai.
Menurut dia, apabila nama dan alamat penebus pupuk bersubsidi tidak cocok dengan data di kios, maka pupuk tersebut tidak bisa ditebus oleh petani. Hal itu untuk menghindari manipulasi data atau penyaluran yang tidak tepat sasaran.
"Jadi memang ada beberapa kendala teknis. Namun pemerintah berupaya bagaimana mengatasi masalah ini," ujar dia pula.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ombudsman menyoroti serapan pupuk bersubsidi belum capai 50 persen