Padang (ANTARA) -
Pada suatu siang yang cerah, Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Lubuk Kilangan, Padang, Sumatra Barat (Sumbar) kedatangan tamu yang merupakan kelompok warga.
Polisi di bagian penjagaan langsung menanyai salah seorang warga tersebut untuk mengetahui maksud dan tujuan mereka datang.
Usut punya usut, rupanya kelompok warga tersebut datang untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan anak-kemenakan (keponakan).
Salah seorang di antara warga itu yakni Rizal (51) bercerita kalau anaknya yang masih sekolah SMA berkelahi dengan teman sebayanya.
Sehingga mereka datang ke Kantor Polisi untuk mencari solusi dan jalan keluar dari masalah tersebut.
Polisi yang telah menangkap garis besar permasalahan langsung mengarahkan mereka ke sebuah ruangan khusus yang ada di samping penjagaan.
Ruangannya cukup luas dan terbuka, di dalamnya terdapat bangku serta meja panjang yang terbuat dari kayu.
Pada bagian dinding ruangan terbentang sebuah spanduk yang bertuliskan kata "Palanta Mediasi".
Petugas penjagaan meminta Rizal serta rombongannya duduk dahulu di ruangan Palanta Mediasi, sambil menunggu Polisi mediator datang.
Tidak lama berselang, seorang Polisi berpangkat Aipda masuk ke dalam ruangan sambil membawa kertas dan berkas.
Pada lengan seragamnya terpasang ban kuning bertuliskan "Bhabinkamtibmas" yang mengartikan Polisi tersebut adalah seorang Bhintara Pembina Kemanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), ditugaskan untuk membina suatu kelurahan.
Pak "Bhabin" langsung duduk di hadapan warga, kemudian ia meminta kedua belah pihak menceritakan masalah yang terjadi secara detail.
Setelah mendengarkan, Polisi tersebut memberikan penjelasan bahwa tidak semua perkara harus diproses secara pidana, dan tidak semua pelaku harus dipenjarakan.
Pada kasus perkelahian tersebut, kedua anak bisa dimediasi karena sama-sama di bawah umur. Selain itu mereka juga tidak mengalami luka berat.
Singkat cerita kedua belah pihak akhirnya setuju untuk berdamai lalu menandatangani surat perdamaian di atas materai.
Setelah surat dibuat, warga tidak langsung pulang. Mereka masih bertahan di ruangan Palanta Mediasi, ngobrol santai sambil menikmati minuman.
Dalam obrolan itulah muncul kesempatan bagi warga untuk menyampaikan uneg-uneg, masukan, saran hingga kiritik nya kepada Polisi secara langsung.
Saat itu Rizal Cs mengeluh ke Polisi tentang maraknya kendaraan berknalpot brong yang dinilai bising dan meresahkan masyarakat, yang langsung diamini oleh warga lain di dalam ruangan.
Apalagi pada jam-jam tertentu seperti jam Shalat atau jam istirahat, penggunaan knalpot brong atau biasa disebut "racing" itu telah mengganggu kekhusukan dan kenyamanan istirahat.
Warga meminta Polisi menindak tegas para pengendara yang memakai knalpot brong tersebut karena telah membuat resah.
Keluhan dari warga langsung ditampung oleh pihak Kepolisian sebagai atensi untuk ditindak lanjuti.
Bukan hanya di Polsek Lubuk Kilangan saja, warga di kecamatan lain di Padang juga kerap memanfaatkan Palanta Mediasi untuk menyampaikan keluh-kesahnya.
Pada suatu kesempatan seorang warga mengkritik Polresta Padang karena semerawutnya lalu lintas di Simpang Empat Jalan By Pass Lubuk Begalung kota setempat pada pagi hari.
Pasalnya simpang tersebut merupakan jalan padat kendaraan yang mempertemukan arus kendaraan dari arah Solok serta Pesisir Selatan menuju ke dalam kota Padang.
Tingginya mobilitas itu tak pelak membuat arus lalu lintas padat, belum lagi ulah pengendara yang "Ugal-ugalan" atau nekad menerobos lampu merah.
Warga mempertanyakan mengapa Polisi tidak menempatkan personelnya di lokasi supaya arus lalu lintas yang padat bisa diatur serta ditertibkan?.
Menerima kritikan tersebut, Polresta Padang menjawabnya dengan menempatkan personel di Simpang Lubeg setiap pagi guna mengatur arus lalu lintas.
Penggunaan knalpot brong juga menjadi sasaran penindakan oleh Kepolisian melalui jajaran Satuan Lalu Lintas dimana razia digelar secara rutin.
Hasilnya, banyak kendaraan yang menggunakan knalpot dikandangkan oleh Polisi, sedangkan pengendaranya dikenakan Tilang.
Keluhan lain yang sampai lewat Palanta Mediasi adalah maraknya tawuran antar pemuda di Kota Padang, para pelaku menggunakan senjata tajam sehingga membuat takut warga.
Polresta Padang beserta jajaran langsung mengatasi fenomena negatif yang terjadi itu untuk menjawab keluhan dari warga, terutama pada malam Minggu.
"Setiap malam Minggu Polresta Padang selalu melaksanakan patroli khusus dalam mengantisipasi tawuran, bahkan selama Ramadhan patroli dilaksanakan setiap malam," jelas Kepala Kepolisian Resor Kota Padang Kombes Pol Ferry Harahap.
Jika menilik ke belakang, Palanta Mediasi adalah program yang sudah diluncurkan pada 2018 silam.
Tujuan awalnya adalah fasilitas untuk menyelesaikan masalah-masalah ringan yang terjadi di tengah masyarakat lewat jalur musyawarah atau mufakat.
Karena pada prinsipnya tidak semua masalah harus diproses secara pidana oleh aparat penegak hukum, ada jalur lain yang bisa ditempuh sebagaimana muatan semangat keadilan restoratif.
Dalam kurun waktu enam tahun sejak 2018 Palanta Mediasi Polresta Padang telah menyelesaikan 1.341 masalah sampai sekarang.
Seiring berjalannya waktu fungsi dari program tersebut tidak lagi sebatas menyelesaikan masalah atau perselisihan antar warga saja, karena fungsinya bertransformasi menjadi wadah penampung keluhan warga.
Saat melaksanakan mediasi di Kantor Polisi warga bisa bertemu dan berbicara langsung dengan personel Kepolisian, terutama Polisi yang bertugas sebagai mediator.
Pertemuan tatap-muka tersebut secara otomatis telah memangkas jarak antara Polisi dengan warga sehingga hubungan keduanya terjalin lebih dekat dan intens.
Warga dapat menyampaikan apapun secara langsung dan terbuka kepada personel Polresta Padang yang disaksikan oleh tokoh masyarakat dalam proses mediasi.
Palanta Mediasi telah bertransformasi menjadi wadah penampung keluhan serta kritikan dari warga.
Saat proses mediasi dilaksanakan di Kantor Polisi, warga bisa bertemu dan berbicara langsung dengan personel Kepolisian, terutama Polisi yang bertugas sebagai mediator.
Pertemuan tatap-muka tersebut secara otomatis telah memangkas jarak antara Polisi dengan warga, membuat hubungan keduanya terjalin lebih dekat dan intens.
Warga dapat menyampaikan apapun secara langsung dan terbuka kepada personel Polresta Padang yang disaksikan oleh tokoh masyarakat yang hadir dalam proses mediasi.
Kapolresta Padang Ferry menyatakan pihaknya tidak pernah merasa keberatan saat menerima kritik atau keluhan dari warga sewaktu mengakses layanan Palanta Mediasi.
Sebaliknya, Palanta Mediasi malah membuka saluran alternatif lain yang bisa menyerap masukan bahkan kritikan kepada Polresta Padang secara langsung.
Palanta mediasi juga memiliki jangkauan yang lebih luas karena telah dibentuk di sebelas Polsek yang ada di Kota Padang.
Ferry menegaskan Polresta Padang tidak pernah alergi terhadap kritik atau masukan yang tujuannya membangun institusi Polri yang lebih baik, karena di sanalah warga berpartisipasi.
Dukung perubahan
Praktisi Hukum Dr Defika Yufiandra mendorong agar Polresta Padang memperluas akses informasi serta komunikasi kepada publik.
Direktur dari Kantor Hukum Independen (KHI) itu menilai terbukanya komunikasi bagi masyarakat sejatinya akan menjadi tanda bahwa suatu instansi tidak anti terhadap kritik.
"Malah sebaliknya ketika akses komunikasi ditutup, maka saat itulah institusi menunjukkan sikap anti kritik," jelas pria yang akrab disapa Adek.
Sejalan dengan hal tersebut perluasan informasi juga harus dilakukan untuk menjamin transparansi kepada publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Menurutnya Polri beserta jajaran mesti siap menerima masukan, koreksi, serta evaluasi dari masyarakat untuk kemudian diperbaiki.
"Semakin banyak jalur atau kanal untuk menyampaikan kritik, saran, serta masukan, maka akan lebih baik," katanya.
Polisi di bagian penjagaan langsung menanyai salah seorang warga tersebut untuk mengetahui maksud dan tujuan mereka datang.
Usut punya usut, rupanya kelompok warga tersebut datang untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan anak-kemenakan (keponakan).
Salah seorang di antara warga itu yakni Rizal (51) bercerita kalau anaknya yang masih sekolah SMA berkelahi dengan teman sebayanya.
Sehingga mereka datang ke Kantor Polisi untuk mencari solusi dan jalan keluar dari masalah tersebut.
Polisi yang telah menangkap garis besar permasalahan langsung mengarahkan mereka ke sebuah ruangan khusus yang ada di samping penjagaan.
Ruangannya cukup luas dan terbuka, di dalamnya terdapat bangku serta meja panjang yang terbuat dari kayu.
Pada bagian dinding ruangan terbentang sebuah spanduk yang bertuliskan kata "Palanta Mediasi".
Petugas penjagaan meminta Rizal serta rombongannya duduk dahulu di ruangan Palanta Mediasi, sambil menunggu Polisi mediator datang.
Tidak lama berselang, seorang Polisi berpangkat Aipda masuk ke dalam ruangan sambil membawa kertas dan berkas.
Pada lengan seragamnya terpasang ban kuning bertuliskan "Bhabinkamtibmas" yang mengartikan Polisi tersebut adalah seorang Bhintara Pembina Kemanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), ditugaskan untuk membina suatu kelurahan.
Pak "Bhabin" langsung duduk di hadapan warga, kemudian ia meminta kedua belah pihak menceritakan masalah yang terjadi secara detail.
Setelah mendengarkan, Polisi tersebut memberikan penjelasan bahwa tidak semua perkara harus diproses secara pidana, dan tidak semua pelaku harus dipenjarakan.
Pada kasus perkelahian tersebut, kedua anak bisa dimediasi karena sama-sama di bawah umur. Selain itu mereka juga tidak mengalami luka berat.
Singkat cerita kedua belah pihak akhirnya setuju untuk berdamai lalu menandatangani surat perdamaian di atas materai.
Setelah surat dibuat, warga tidak langsung pulang. Mereka masih bertahan di ruangan Palanta Mediasi, ngobrol santai sambil menikmati minuman.
Dalam obrolan itulah muncul kesempatan bagi warga untuk menyampaikan uneg-uneg, masukan, saran hingga kiritik nya kepada Polisi secara langsung.
Saat itu Rizal Cs mengeluh ke Polisi tentang maraknya kendaraan berknalpot brong yang dinilai bising dan meresahkan masyarakat, yang langsung diamini oleh warga lain di dalam ruangan.
Apalagi pada jam-jam tertentu seperti jam Shalat atau jam istirahat, penggunaan knalpot brong atau biasa disebut "racing" itu telah mengganggu kekhusukan dan kenyamanan istirahat.
Warga meminta Polisi menindak tegas para pengendara yang memakai knalpot brong tersebut karena telah membuat resah.
Keluhan dari warga langsung ditampung oleh pihak Kepolisian sebagai atensi untuk ditindak lanjuti.
Bukan hanya di Polsek Lubuk Kilangan saja, warga di kecamatan lain di Padang juga kerap memanfaatkan Palanta Mediasi untuk menyampaikan keluh-kesahnya.
Pada suatu kesempatan seorang warga mengkritik Polresta Padang karena semerawutnya lalu lintas di Simpang Empat Jalan By Pass Lubuk Begalung kota setempat pada pagi hari.
Pasalnya simpang tersebut merupakan jalan padat kendaraan yang mempertemukan arus kendaraan dari arah Solok serta Pesisir Selatan menuju ke dalam kota Padang.
Tingginya mobilitas itu tak pelak membuat arus lalu lintas padat, belum lagi ulah pengendara yang "Ugal-ugalan" atau nekad menerobos lampu merah.
Warga mempertanyakan mengapa Polisi tidak menempatkan personelnya di lokasi supaya arus lalu lintas yang padat bisa diatur serta ditertibkan?.
Menerima kritikan tersebut, Polresta Padang menjawabnya dengan menempatkan personel di Simpang Lubeg setiap pagi guna mengatur arus lalu lintas.
Penggunaan knalpot brong juga menjadi sasaran penindakan oleh Kepolisian melalui jajaran Satuan Lalu Lintas dimana razia digelar secara rutin.
Hasilnya, banyak kendaraan yang menggunakan knalpot dikandangkan oleh Polisi, sedangkan pengendaranya dikenakan Tilang.
Keluhan lain yang sampai lewat Palanta Mediasi adalah maraknya tawuran antar pemuda di Kota Padang, para pelaku menggunakan senjata tajam sehingga membuat takut warga.
Polresta Padang beserta jajaran langsung mengatasi fenomena negatif yang terjadi itu untuk menjawab keluhan dari warga, terutama pada malam Minggu.
"Setiap malam Minggu Polresta Padang selalu melaksanakan patroli khusus dalam mengantisipasi tawuran, bahkan selama Ramadhan patroli dilaksanakan setiap malam," jelas Kepala Kepolisian Resor Kota Padang Kombes Pol Ferry Harahap.
Jika menilik ke belakang, Palanta Mediasi adalah program yang sudah diluncurkan pada 2018 silam.
Tujuan awalnya adalah fasilitas untuk menyelesaikan masalah-masalah ringan yang terjadi di tengah masyarakat lewat jalur musyawarah atau mufakat.
Karena pada prinsipnya tidak semua masalah harus diproses secara pidana oleh aparat penegak hukum, ada jalur lain yang bisa ditempuh sebagaimana muatan semangat keadilan restoratif.
Dalam kurun waktu enam tahun sejak 2018 Palanta Mediasi Polresta Padang telah menyelesaikan 1.341 masalah sampai sekarang.
Seiring berjalannya waktu fungsi dari program tersebut tidak lagi sebatas menyelesaikan masalah atau perselisihan antar warga saja, karena fungsinya bertransformasi menjadi wadah penampung keluhan warga.
Saat melaksanakan mediasi di Kantor Polisi warga bisa bertemu dan berbicara langsung dengan personel Kepolisian, terutama Polisi yang bertugas sebagai mediator.
Pertemuan tatap-muka tersebut secara otomatis telah memangkas jarak antara Polisi dengan warga sehingga hubungan keduanya terjalin lebih dekat dan intens.
Warga dapat menyampaikan apapun secara langsung dan terbuka kepada personel Polresta Padang yang disaksikan oleh tokoh masyarakat dalam proses mediasi.
Palanta Mediasi telah bertransformasi menjadi wadah penampung keluhan serta kritikan dari warga.
Saat proses mediasi dilaksanakan di Kantor Polisi, warga bisa bertemu dan berbicara langsung dengan personel Kepolisian, terutama Polisi yang bertugas sebagai mediator.
Pertemuan tatap-muka tersebut secara otomatis telah memangkas jarak antara Polisi dengan warga, membuat hubungan keduanya terjalin lebih dekat dan intens.
Warga dapat menyampaikan apapun secara langsung dan terbuka kepada personel Polresta Padang yang disaksikan oleh tokoh masyarakat yang hadir dalam proses mediasi.
Kapolresta Padang Ferry menyatakan pihaknya tidak pernah merasa keberatan saat menerima kritik atau keluhan dari warga sewaktu mengakses layanan Palanta Mediasi.
Sebaliknya, Palanta Mediasi malah membuka saluran alternatif lain yang bisa menyerap masukan bahkan kritikan kepada Polresta Padang secara langsung.
Palanta mediasi juga memiliki jangkauan yang lebih luas karena telah dibentuk di sebelas Polsek yang ada di Kota Padang.
Ferry menegaskan Polresta Padang tidak pernah alergi terhadap kritik atau masukan yang tujuannya membangun institusi Polri yang lebih baik, karena di sanalah warga berpartisipasi.
Dukung perubahan
Praktisi Hukum Dr Defika Yufiandra mendorong agar Polresta Padang memperluas akses informasi serta komunikasi kepada publik.
Direktur dari Kantor Hukum Independen (KHI) itu menilai terbukanya komunikasi bagi masyarakat sejatinya akan menjadi tanda bahwa suatu instansi tidak anti terhadap kritik.
"Malah sebaliknya ketika akses komunikasi ditutup, maka saat itulah institusi menunjukkan sikap anti kritik," jelas pria yang akrab disapa Adek.
Sejalan dengan hal tersebut perluasan informasi juga harus dilakukan untuk menjamin transparansi kepada publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Menurutnya Polri beserta jajaran mesti siap menerima masukan, koreksi, serta evaluasi dari masyarakat untuk kemudian diperbaiki.
"Semakin banyak jalur atau kanal untuk menyampaikan kritik, saran, serta masukan, maka akan lebih baik," katanya.