Padang (ANTARA) - Rektor Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Efa Yonnedi menyebut spinout menjadi tantangan hilirisasi dan hasil riset perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa itu.
"Kita belum punya satu perusahaan hasil spinout riset dosen Unand," kata Rektor Unand Efa Yonnedi di Padang, Selasa.
Spinout merupakan penataan kembali perusahaan yang melibatkan pemisahan sebuah divisi untuk membentuk perusahaan independen baru.
Padahal, sambung rektor, sejumlah hasil riset dosen Unand telah dihilirisasi oleh perusahaan lain dan mendapatkan royalti. Sebagai contoh tinta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digunakan di 35 provinsi.
"Dari sekian ribu riset paten kampus, kita belum berhasil membuat spinout menjadi perusahaan dan menghasilkan profit," kata dia.
Eks konsultan Bank Dunia itu mengatakan salah satu perguruan tinggi terkemuka di Inggris, dalam setahun bisa membuat spinout hasil riset dosen hingga 10 buah.
"Namun, perlu diketahui Inggris telah memulainya 30 tahun yang lalu. Rata-rata di Inggris untuk men-spinout satu hasil riset menjadi komersial membutuhkan waktu enam hingga 12 bulan," ujarnya.
Kecepatan tersebut dikarenakan ekosistem di Inggris sudah lama terbangun. Para peneliti, founder dan investor sudah tergabung di satu perguruan tinggi secara berkesinambungan.
Sehingga ketika ada sebuah riset yang potensial dan komersial maka dengan cepat founder, investor dan peneliti langsung membuat prototipe hingga berhasil memasarkan barang hanya dalam waktu enam hingga satu tahun.
"Jadi ini tantangan kita bagaimana berfikir lebih akademik lagi ke depan dan berfikir memajukan riset. Dengan kata lain, spinout yang diikuti profit," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rektor sebut spinout jadi tantangan hilirisasi riset Unand
"Kita belum punya satu perusahaan hasil spinout riset dosen Unand," kata Rektor Unand Efa Yonnedi di Padang, Selasa.
Spinout merupakan penataan kembali perusahaan yang melibatkan pemisahan sebuah divisi untuk membentuk perusahaan independen baru.
Padahal, sambung rektor, sejumlah hasil riset dosen Unand telah dihilirisasi oleh perusahaan lain dan mendapatkan royalti. Sebagai contoh tinta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digunakan di 35 provinsi.
"Dari sekian ribu riset paten kampus, kita belum berhasil membuat spinout menjadi perusahaan dan menghasilkan profit," kata dia.
Eks konsultan Bank Dunia itu mengatakan salah satu perguruan tinggi terkemuka di Inggris, dalam setahun bisa membuat spinout hasil riset dosen hingga 10 buah.
"Namun, perlu diketahui Inggris telah memulainya 30 tahun yang lalu. Rata-rata di Inggris untuk men-spinout satu hasil riset menjadi komersial membutuhkan waktu enam hingga 12 bulan," ujarnya.
Kecepatan tersebut dikarenakan ekosistem di Inggris sudah lama terbangun. Para peneliti, founder dan investor sudah tergabung di satu perguruan tinggi secara berkesinambungan.
Sehingga ketika ada sebuah riset yang potensial dan komersial maka dengan cepat founder, investor dan peneliti langsung membuat prototipe hingga berhasil memasarkan barang hanya dalam waktu enam hingga satu tahun.
"Jadi ini tantangan kita bagaimana berfikir lebih akademik lagi ke depan dan berfikir memajukan riset. Dengan kata lain, spinout yang diikuti profit," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rektor sebut spinout jadi tantangan hilirisasi riset Unand