Painan (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menyesalkan minimnya kepedulian perusahaan perkebunan pada lingkungan sekitar, bahkan di saat terjadi bencana alam.
Bupati Rusma Yul Anwar meminta pemerintah pusat maupun provinsi menegur atau bahkan memberikan sanksi tegas pada perusahaan dan pemilik Hak Guna Usaha (HGU) kebun kelapa sawit yang abai dengan nilai-nilai sosial.
"Apalagi ini kaitannya dengan kebencanaan. Menyangkut kemanusiaan. Masa iya terkesan acuh," ujar bupati di Painan, Jumat 15 Maret.
Bupati meminta Kepala Dinas Perizinan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nusirwan Nasir memulangkan bantuan bencana dari salah satu pelaku usaha industri kelapa sawit di daerah itu.
Nominal yang diberikan dinilai tidak sesuai jenis dan besarnya kapitalisasi perusahaan di Pesisir Selatan. Tidak hanya memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit, tapi juga pemegang HGU dengan luasan ribuan Hektare.
Bahkan sebagian besar dari koorporasi tidak menyiapkan anggaran untuk kegiatan sosial kemasyarakatan. Hal itu terkonfirmasi dari jawaban perusahaan atas surat permintaan partisipasi terkait kebencanaan.
Rata-rata jawaban yang diberikan pihak perusahaan terhadap surat itu adalah menunggu jawaban manajemen. Sebuah alasan klise agar terbebas dari tanggungjawab.
Apalagi pemerintah kabupaten melalui Surat Keputusan Bupati telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari terhadap banjir yang terjadi pada Kamis, 7 Maret. Artinya sudah jadi bencana daerah.
"Meski demikian kami tetap menghormati sistem keuangan dan pengeluaran mereka sebagai lembaga usaha yang berorientasi laba," terang bupati.
Selama ini beberapa diantara perusahaan perkebunan ada yang memakai fasilitas milik pemerintah untuk kepentingan usahanya seperti ruas jalan kabupaten yang memicu terganggunya kepentingan umum.
Namun pemerintah kabupaten masih tetap menolerir dan mencarikan solusi terbaiknya. Parahnya lagi, pihak perusahaan terkesan abai dalam perawatannya. "Harusnya biaya perawatan jalan dari mereka," tutur bupati.
Begitu juga dengan pajak galian C yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah material yang mereka keruk untuk perawatan rutin jalan perkebunan. Padahal usaha galian secara tak langsung turut memicu bencana.
Seharusnya industri kelapa sawit maupun pemilik HGU perkebunan punya kepekaan sosial terhadap wilayah kerjanya, sehingga keberadaannya turut bermanfaat bagi masyarakat banyak dan daerah.
"Kalau pemerintah kabupaten agak saklek dengan regulasi dibilang tidak mendukung investasi," ujar Bupati Rusma Yul Anwar di Painan, Jumat 15 Maret.
Sementara perusahaan perkebunan wajib melaksanakan tanggungjawab sosialnya, khususnya untuk pelestarian lingkungan di wilayahnya dan membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Tanggungjawab sosial lingkungan sejatinya diatur dalam banyak regulasi, meski masih ada perdebatan dalam pelaksanaan. Bahkan menjadi syarat bagi pengembangan usaha perkebunan dan mendapat sertifikat ISPO.
Terkait kepedulian pada korban banjir dapat dilakukan dengan membangun drainase atau jalan usaha tani yang terdampak. Sembako atau bantuan pemeriksaan kesehatan masyarakat.
"Jika masih minim kepedulian sosialnya kami tidak segan-segan menyurati pemerintah pusat atau lembaga sertifikasi ISPO agar mengevaluasi perusahaan tersebut," tegas bupati.
Banjir yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan pada Kamis, 7 Maret tidak hanya menelan harta benda masyarakat, tapi juga memicu hilangnya nyawa manusia.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pesisir Selatan melaporkan lebih dari 5.000 unit rumah mengalami rusak, mulai dari ringan hingga berat.
Sebanyak 29 orang dinyatakan hilang. Dari jumlah itu 24 orang ditemukan meninggal dunia dan 5 orang lainnya masih dalam pencarian.