Padang (ANTARA) - Pemungutan dan perhitungan suara pada pemilu tanggal 14 Februari 2024 yang lalu masih menyisakan tugas berat dari penyelenggara pemilu sebelum tahapan perhitungan suara akhir, yaitu adanya pemungutan suara ulang (PSU). Bawaslu RI merekomendasikan 780 TPS untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU), 132 TPS melakukan pemungutan suara lanjutan (PSL), dan 584 TPS melakukan pemungutan suara susulan (PSS) di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Sumatra Barat.
Di Sumatra Barat ada 18 TPS di 12 kabupaten/kota yang melaksanakan PSU tanggal 24 Februari 2024. Adapun ke 12 kabupaten/kota yang melaksanakan PSU adalah Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Bukittinggi.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 372 ayat 1 dijelaskan bahwa pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. Ayat 2 secara jelas juga menyebutkan bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut : a. Pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau, alamat pada surat suara yang sudah digunakan; c. Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau d. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Pelaksanaan pemungutan suara ulang di 12 kabupaten/kota di Sumatera Barat terjadi sebagian besar karena pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik dan tidak terdaftar di DPT dan DPTb diberikan kesempatan memilih dengan berbagai kondisi, misal di TPS 12 Tanjung Alam Kecamatan Tanjung Baru dan TPS 27 Nagari Baringin Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar, ada pemilih DPK dengan KTP Kota Padang dan Langkat, tapi memilih di Tanah Datar. Selanjutnya di Kabupaten Agam, TPS 8 Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung dengan pemilih ber-KTP Bekasi. Tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Limapuluh Kota, TPS 11 Nagari Mungka, 4 orang ber-KTP luar memilih di TPS tersebut dan di TPS 6 Nagari Kubang dua orang ber-KTP Bogor yang masuk ke dalam DPK diberikan surat suara hanya untuk PPWP, di TPS 1 Padang Sikabu Lamposi Tigo Nagari, pemilih ber KTP luar memaksa untuk memilih, setelah memilih yang bersangkutan membuat kronologis dan disampaikan langsung ke Bawaslu.
Ada juga di TPS 14 Padang Gelugur Kabupaten Pasaman, dua pemilih warga Kecamatan Simpati tidak terdaftar di TPS tersebut namun melakukan pemilihan. Berikutnya di TPS 8 Lingkuang Aua Kabupaten Pasaman Barat, terjadi PSU karena 1 orang pemilih DPTb mendapat surat suara DPRD Provinsi padahal daerah asalnya berbeda daerah pemilihan. Di Kota Padang sendiri terjadi PSU di 4 TPS yaitu di TPS 25 Pagambiran Ampalu, TPS 22 Anduring, TPS 14 Kampung Olok dan TPS 13 Kampung Lapai. Penyebabnya antara lain ber-KTP luar Kota Padang, Pemilih DPTb seharusnya mendapat 2 surat suara namun diberikan seluruh surat suara serta pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT/ DPTb di TPS dan KTP luar Kota Padang dikasih 2 surat suara. Kemudian di Kota Padang Panjang, PSU terjadi di TPS 7 Pasar Usang Padang Panjang Barat, penyebab PSU adalah pemilih ber-KTP Pasaman Barat tidak terdaftar di DPTb atau DPK namun memilih dan mendapatkan surat suara PPWP. Terakhir, PSU di Kota Pariaman terjadi di TPS 3 Nareh Hilia Pariaman Utara, karena pemilih ber-KTP Bekasi.
Ada juga PSU terjadi akibat kekurangan surat suara, namun kondisi tersebut tidak dilaporkan KPPS pada PPS. Persoalan dimaksud baru diketahui ketika rekapitulasi di PPK, kondisi ini misal terjadi di di Kabupaten Solok Selatan, ada TPS tidak memberikan surat suara DPD RI kepada 42 pemilih karena surat suara tersebut kurang. Namun KPPS tidak mengabarkan kepada PPS terkait hal tersebut, sehingga saat di PPK baru diketahui adanya perbedaan data pengguna hak pilih DPT antara pemilihan legislatif dan DPD di TPS tersebut.
Dalam pemilihan suara ulang sudah menjadi tugas dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk menjaga pelaksanaan pemilu supaya jujur,adil, aman dan tertib. Petugas TPS (KPPS dan PTPS) berperan besar sebagai garda terdepan dalam pengawalan suara pemilih. Petugas TPS akan berhadapan langsung dengan pemilih dalam memastikan identitas, menjamin surat suara bersih, serta menjaga kotak suara yang telah dicoblos. Untuk mewujudkan petugas TPS yang profesional dan berintegritas tentu menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu untuk memastikannya. Adanya pemungutan suara ulang menunjukkan masih kurangnya edukasi dan pemahaman petugas KPPS tentang prosedur dan regulasi pemilu.
Oleh karena itu, edukasi dan bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu di tingkat paling bawah menjadi kunci untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Edukasi dan bimtek yang komprehensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas KPPS dalam menjalankan tugasnya. Petugas KPPS perlu memahami secara menyeluruh regulasi dan prosedur pemilu, termasuk peraturan KPU dan Bawaslu terkait pemilu. Pemahaman yang baik tentang regulasi dan prosedur akan membantu petugas KPPS dalam mengambil keputusan yang tepat di lapangan. Selain itu petugas KPPS perlu dibekali pengetahuan tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu, termasuk mengizinkan pemilih tanpa dokumen lengkap untuk memilih.
Petugas KPPS perlu menjunjung tinggi etika dan integritas dalam menjalankan tugasnya. Sikap profesional, imparsial, dan jujur perlu ditanamkan dalam diri setiap petugas KPPS untuk menjaga kredibilitas penyelenggaraan pemilu, dan menjadi tanggung jawab besar bagi KPU dan Bawaslu
Ada beberapa hal yang harus dilakukan KPU dan Bawaslu sebagai bentuk evaluasi terhadap penyebab pemungutan suara ulang ini, yaitu : pertama, dalam tahap rekapitulasi data pemilih, KPU dapat meningkatkan koordinasi dengan Dukcapil untuk memastikan data pemilih akurat.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sinkronisasi data antara KPU, Bawaslu, dan Dukcapil secara berkala. Kedua, KPU dan Bawaslu juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memiliki KTP dan dokumen lainnya saat akan mencoblos di TPS. Ketiga, petugas harus melakukan verifikasi identitas dengan seksama, verifikasi identitas merupakan langkah awal bagi masyarakat saat menginjakkan kaki ke TPS. Petugas TPS harus memastikan setiap pemilih menunjukkan KTP asli saat hendak memilih. Hal ini dapat dilakukan dengan mewajibkan pemilih menunjukkan KTP kepada petugas KPPS sebelum menerima surat suara. Petugas KPPS perlu memeriksa keaslian KTP dengan teliti dan memastikan bahwa foto dan data pada KTP sesuai dengan pemilih yang datang.
Dengan edukasi dan bimtek yang tepat, serta komitmen untuk menjunjung tinggi integritas, penyelenggaraan pemilu yang adil dan terpercaya dapat diwujudkan. KPU dan Bawaslu merupakan penopang dalam penyelenggaraan pemilu dan sangat diharapkan dapat meningkatkan integritas dan kredibilitas pemilu di masa depan.
Di Sumatra Barat ada 18 TPS di 12 kabupaten/kota yang melaksanakan PSU tanggal 24 Februari 2024. Adapun ke 12 kabupaten/kota yang melaksanakan PSU adalah Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Bukittinggi.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 372 ayat 1 dijelaskan bahwa pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. Ayat 2 secara jelas juga menyebutkan bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut : a. Pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau, alamat pada surat suara yang sudah digunakan; c. Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau d. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Pelaksanaan pemungutan suara ulang di 12 kabupaten/kota di Sumatera Barat terjadi sebagian besar karena pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik dan tidak terdaftar di DPT dan DPTb diberikan kesempatan memilih dengan berbagai kondisi, misal di TPS 12 Tanjung Alam Kecamatan Tanjung Baru dan TPS 27 Nagari Baringin Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar, ada pemilih DPK dengan KTP Kota Padang dan Langkat, tapi memilih di Tanah Datar. Selanjutnya di Kabupaten Agam, TPS 8 Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung dengan pemilih ber-KTP Bekasi. Tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Limapuluh Kota, TPS 11 Nagari Mungka, 4 orang ber-KTP luar memilih di TPS tersebut dan di TPS 6 Nagari Kubang dua orang ber-KTP Bogor yang masuk ke dalam DPK diberikan surat suara hanya untuk PPWP, di TPS 1 Padang Sikabu Lamposi Tigo Nagari, pemilih ber KTP luar memaksa untuk memilih, setelah memilih yang bersangkutan membuat kronologis dan disampaikan langsung ke Bawaslu.
Ada juga di TPS 14 Padang Gelugur Kabupaten Pasaman, dua pemilih warga Kecamatan Simpati tidak terdaftar di TPS tersebut namun melakukan pemilihan. Berikutnya di TPS 8 Lingkuang Aua Kabupaten Pasaman Barat, terjadi PSU karena 1 orang pemilih DPTb mendapat surat suara DPRD Provinsi padahal daerah asalnya berbeda daerah pemilihan. Di Kota Padang sendiri terjadi PSU di 4 TPS yaitu di TPS 25 Pagambiran Ampalu, TPS 22 Anduring, TPS 14 Kampung Olok dan TPS 13 Kampung Lapai. Penyebabnya antara lain ber-KTP luar Kota Padang, Pemilih DPTb seharusnya mendapat 2 surat suara namun diberikan seluruh surat suara serta pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT/ DPTb di TPS dan KTP luar Kota Padang dikasih 2 surat suara. Kemudian di Kota Padang Panjang, PSU terjadi di TPS 7 Pasar Usang Padang Panjang Barat, penyebab PSU adalah pemilih ber-KTP Pasaman Barat tidak terdaftar di DPTb atau DPK namun memilih dan mendapatkan surat suara PPWP. Terakhir, PSU di Kota Pariaman terjadi di TPS 3 Nareh Hilia Pariaman Utara, karena pemilih ber-KTP Bekasi.
Ada juga PSU terjadi akibat kekurangan surat suara, namun kondisi tersebut tidak dilaporkan KPPS pada PPS. Persoalan dimaksud baru diketahui ketika rekapitulasi di PPK, kondisi ini misal terjadi di di Kabupaten Solok Selatan, ada TPS tidak memberikan surat suara DPD RI kepada 42 pemilih karena surat suara tersebut kurang. Namun KPPS tidak mengabarkan kepada PPS terkait hal tersebut, sehingga saat di PPK baru diketahui adanya perbedaan data pengguna hak pilih DPT antara pemilihan legislatif dan DPD di TPS tersebut.
Dalam pemilihan suara ulang sudah menjadi tugas dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk menjaga pelaksanaan pemilu supaya jujur,adil, aman dan tertib. Petugas TPS (KPPS dan PTPS) berperan besar sebagai garda terdepan dalam pengawalan suara pemilih. Petugas TPS akan berhadapan langsung dengan pemilih dalam memastikan identitas, menjamin surat suara bersih, serta menjaga kotak suara yang telah dicoblos. Untuk mewujudkan petugas TPS yang profesional dan berintegritas tentu menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu untuk memastikannya. Adanya pemungutan suara ulang menunjukkan masih kurangnya edukasi dan pemahaman petugas KPPS tentang prosedur dan regulasi pemilu.
Oleh karena itu, edukasi dan bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu di tingkat paling bawah menjadi kunci untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Edukasi dan bimtek yang komprehensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas KPPS dalam menjalankan tugasnya. Petugas KPPS perlu memahami secara menyeluruh regulasi dan prosedur pemilu, termasuk peraturan KPU dan Bawaslu terkait pemilu. Pemahaman yang baik tentang regulasi dan prosedur akan membantu petugas KPPS dalam mengambil keputusan yang tepat di lapangan. Selain itu petugas KPPS perlu dibekali pengetahuan tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu, termasuk mengizinkan pemilih tanpa dokumen lengkap untuk memilih.
Petugas KPPS perlu menjunjung tinggi etika dan integritas dalam menjalankan tugasnya. Sikap profesional, imparsial, dan jujur perlu ditanamkan dalam diri setiap petugas KPPS untuk menjaga kredibilitas penyelenggaraan pemilu, dan menjadi tanggung jawab besar bagi KPU dan Bawaslu
Ada beberapa hal yang harus dilakukan KPU dan Bawaslu sebagai bentuk evaluasi terhadap penyebab pemungutan suara ulang ini, yaitu : pertama, dalam tahap rekapitulasi data pemilih, KPU dapat meningkatkan koordinasi dengan Dukcapil untuk memastikan data pemilih akurat.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sinkronisasi data antara KPU, Bawaslu, dan Dukcapil secara berkala. Kedua, KPU dan Bawaslu juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memiliki KTP dan dokumen lainnya saat akan mencoblos di TPS. Ketiga, petugas harus melakukan verifikasi identitas dengan seksama, verifikasi identitas merupakan langkah awal bagi masyarakat saat menginjakkan kaki ke TPS. Petugas TPS harus memastikan setiap pemilih menunjukkan KTP asli saat hendak memilih. Hal ini dapat dilakukan dengan mewajibkan pemilih menunjukkan KTP kepada petugas KPPS sebelum menerima surat suara. Petugas KPPS perlu memeriksa keaslian KTP dengan teliti dan memastikan bahwa foto dan data pada KTP sesuai dengan pemilih yang datang.
Dengan edukasi dan bimtek yang tepat, serta komitmen untuk menjunjung tinggi integritas, penyelenggaraan pemilu yang adil dan terpercaya dapat diwujudkan. KPU dan Bawaslu merupakan penopang dalam penyelenggaraan pemilu dan sangat diharapkan dapat meningkatkan integritas dan kredibilitas pemilu di masa depan.