Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) meresmikan Hydrogen Refueling Station (HRS) atau stasiun pengisian kendaraan hidrogen pertama di Indonesia yang berlokasi di Senayan, Jakarta pada Rabu (21/2).
Hadirnya HRS ini merupakan upaya dan inovasi lanjutan PLN dalam pembangunan ekosistem hidrogen secara end to end di Indonesia, setelah pada November 2023 meresmikan 21 Green Hydrogen Plant (GHP).
Turut hadir dalam peresmian tersebut Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Vivi Yulaswati, Anggota Komisi VII DPR RI yang juga menjadi Hydrogen Ambasador Dyah Roro Esti, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Kepala Sekretariat Just Energy Transition Partnership Edo Mahendra, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional Eniya Listiani Dewi, Walikota Jakarta Selatan Munjirin, Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, serta jajaran Direksi PLN.
Plt Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu menjelaskan adanya HRS ini merupakan bukti komitmen Indonesia dalam transisi energi. Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif sektor transportasi ini mampu mengurangi emisi karbon secara signifikan. Seperti diketahui, sektor transportasi berkontribusi 44 persen dari total emisi karbon di Indonesia.
"Hidrogen berperan strategis dalam transisi energi. Khususnya dalam sektor transportasi, kendaraan berbasis hidrogen tak memiliki emisi. Pengembangan hidrogen menjadi bukti komitmen Indonesia dalam memperluas akses terhadap teknologi yang mudah dijangkau dan bersih," kata Jisman.
Jisman mengapresiasi PLN dalam peresmian HRS pertama di Indonesia ini. Kata dia, HRS ini merupakan karya nyata dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
"PLN mampu menunjukkan karya nyata dan bukti konkret untuk memproduksi energi hidrogen," tegas Jisman.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan perkembangan teknologi transportasi hijau berkembang sangat cepat, mulai dari kendaraan listrik hingga kini kendaraan hidrogen. PLN terus melakukan inovasi untuk memfasilitasi setiap perkembangan teknologi.
“Kami terus melakukan inovasi agar terus menjadi pionir dalam mendukung transformasi hijau di sektor transportasi secara end to end,” ucap Darmawan.
Dukungan untuk transformasi di sektor transportasi diawali dengan membangun ekosistem kendaraan listrik, mulai dari Electric Vehicle Digital Services, home charging services, hingga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
“Ternyata ada lagi teknologi yaitu green hydrogen menggunakan fuel cell dan PLN siap mendukung transformasi green transportation, baik itu EV maupun hidrogen,” tutur Darmawan.
Hidrogen untuk HRS Senayan ini dipasok dari 22 GHP milik PLN. Selain 21 GHP eksisting, saat ini PLN telah menambah 1 GHP di PLTP Kamojang. Total GHP tersebut mampu memproduksi 203 ton/tahun green hydrogen. Dimana 75 ton hidrogen ini digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit. Sementara, 128 ton digunakan untuk mendukung kendaraan hidrogen.
“Total kapasitas produksi _green hydrogen_ tersebut bisa digunakan untuk 438 mobil dalam setahun, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari,” jelas Darmawan.
Dari sisi biaya operasional, kendaraan hidrogen ini juga lebih murah dibandingkan kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kendaraan listrik. Dengan harga BBM Rp13.000/liter, maka biaya operasional kendaraan listrik per 1 km-nya sebesar Rp1.300,-. Sementara kendaraan listrik, dengan biaya pengisian di SPKLU Ultra Fast Charging per kWh sebesar Rp3.700,-, maka biaya operasional per 1 km-nya Rp 550,-. Sementara harga hydrogen dari GHP PLN saat ini Rp2,3 USD/kg. Maka biaya operasional per 1 km-nya Rp 270,-.
Penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar bersih juga bisa menghemat impor BBM hingga 1,59 juta liter per tahun dan mampu mereduksi emisi hingga 4,15 juta ton CO2 per tahun.
Darmawan berharap bahwa HRS ini akan menjadi pusat inspirasi bagi pihak-pihak terkait untuk berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem energi bersih yang lebih luas.
“Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam penerapan teknologi energi baru yang berkelanjutan, menjadikan negara ini sebagai contoh bagi negara-negara lain di dunia,” tandasnya.*
Hadirnya HRS ini merupakan upaya dan inovasi lanjutan PLN dalam pembangunan ekosistem hidrogen secara end to end di Indonesia, setelah pada November 2023 meresmikan 21 Green Hydrogen Plant (GHP).
Turut hadir dalam peresmian tersebut Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Vivi Yulaswati, Anggota Komisi VII DPR RI yang juga menjadi Hydrogen Ambasador Dyah Roro Esti, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Kepala Sekretariat Just Energy Transition Partnership Edo Mahendra, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional Eniya Listiani Dewi, Walikota Jakarta Selatan Munjirin, Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, serta jajaran Direksi PLN.
Plt Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu menjelaskan adanya HRS ini merupakan bukti komitmen Indonesia dalam transisi energi. Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif sektor transportasi ini mampu mengurangi emisi karbon secara signifikan. Seperti diketahui, sektor transportasi berkontribusi 44 persen dari total emisi karbon di Indonesia.
"Hidrogen berperan strategis dalam transisi energi. Khususnya dalam sektor transportasi, kendaraan berbasis hidrogen tak memiliki emisi. Pengembangan hidrogen menjadi bukti komitmen Indonesia dalam memperluas akses terhadap teknologi yang mudah dijangkau dan bersih," kata Jisman.
Jisman mengapresiasi PLN dalam peresmian HRS pertama di Indonesia ini. Kata dia, HRS ini merupakan karya nyata dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
"PLN mampu menunjukkan karya nyata dan bukti konkret untuk memproduksi energi hidrogen," tegas Jisman.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan perkembangan teknologi transportasi hijau berkembang sangat cepat, mulai dari kendaraan listrik hingga kini kendaraan hidrogen. PLN terus melakukan inovasi untuk memfasilitasi setiap perkembangan teknologi.
“Kami terus melakukan inovasi agar terus menjadi pionir dalam mendukung transformasi hijau di sektor transportasi secara end to end,” ucap Darmawan.
Dukungan untuk transformasi di sektor transportasi diawali dengan membangun ekosistem kendaraan listrik, mulai dari Electric Vehicle Digital Services, home charging services, hingga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
“Ternyata ada lagi teknologi yaitu green hydrogen menggunakan fuel cell dan PLN siap mendukung transformasi green transportation, baik itu EV maupun hidrogen,” tutur Darmawan.
Hidrogen untuk HRS Senayan ini dipasok dari 22 GHP milik PLN. Selain 21 GHP eksisting, saat ini PLN telah menambah 1 GHP di PLTP Kamojang. Total GHP tersebut mampu memproduksi 203 ton/tahun green hydrogen. Dimana 75 ton hidrogen ini digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit. Sementara, 128 ton digunakan untuk mendukung kendaraan hidrogen.
“Total kapasitas produksi _green hydrogen_ tersebut bisa digunakan untuk 438 mobil dalam setahun, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari,” jelas Darmawan.
Dari sisi biaya operasional, kendaraan hidrogen ini juga lebih murah dibandingkan kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kendaraan listrik. Dengan harga BBM Rp13.000/liter, maka biaya operasional kendaraan listrik per 1 km-nya sebesar Rp1.300,-. Sementara kendaraan listrik, dengan biaya pengisian di SPKLU Ultra Fast Charging per kWh sebesar Rp3.700,-, maka biaya operasional per 1 km-nya Rp 550,-. Sementara harga hydrogen dari GHP PLN saat ini Rp2,3 USD/kg. Maka biaya operasional per 1 km-nya Rp 270,-.
Penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar bersih juga bisa menghemat impor BBM hingga 1,59 juta liter per tahun dan mampu mereduksi emisi hingga 4,15 juta ton CO2 per tahun.
Darmawan berharap bahwa HRS ini akan menjadi pusat inspirasi bagi pihak-pihak terkait untuk berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem energi bersih yang lebih luas.
“Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam penerapan teknologi energi baru yang berkelanjutan, menjadikan negara ini sebagai contoh bagi negara-negara lain di dunia,” tandasnya.*