Lubukbasung (ANTARA) -
Senin (18/12) pagi, Suhendra (44) warga Gajah Mati, Nagari atau Desa Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat membawa seekor kerbau jantang miliknya dari kandang menuju lokasi kilangan atau penggilingan tebu dengan jarak sekitar 100 meter.
Di dalam perjalanan, bapak dua anak itu mencoba mengajak kerbau tersebut berbicara agar kerbau itu tidak malas bekerja dalam menggiling tebu untuk mendapatkan air sebagai bahan dasar membuat gula tebu.
Sesampai di lokasi penggilingan, Suhendra memasangkan alat yang terbuat dari kayu ke pundak kerbaunya yang berfungsi untuk menjalankan penggiling tebu.
Usai alat terpasang, ia langsung mencoba apakah kerbau mau jalan atau tidak. Namun beberapa kali putaran, kerbau tidak mau jalan dan ketakutan, sehingga ia mencoba untuk menutup mata kerbau dengan kain.
Setelah mata kerbau tertutup, kerbau mau berjalan dengan mengelilingi lokasi tersebut sembari Suhendra memasukan tebu ke dalam lokasi penggilingan.
Setidaknya, satu batang tebu digiling sekitar empat sampai lima kali agar tebu tersebut mengeluarkan air yang bakal dimasak sampai menjadi gula tebu.
Dengan menggunakan kerbau, membutuhkan waktu empat jam untuk menggiling tebu dengan produksi gula sekitar 30 kilogram.
Penggilingan tebu menggunakan alat tradisional ini tidak begitu banyak di Nagari Lawang dan hanya tinggal sekitar lima sampai 10 buah.
Ini dampak dari perubahan teknologi dari tradisional, semi moderen dan moderen. Untuk tradisional masih menggunakan kerbau dalam menggiling tebu. Sementara semi moderen menggunakan diesel dan hend traktor dengan memakai bahan bakar minyak jenis bio solar.
Sedangkan alat moderen menggununkan dinamo dan untuk menghidupkan dengan daya listrik dan teknologi tersebut baru masuk di tempat tinggalnya.
Namun ia masih mempertahankan penggilingan tradisional dan ini turun temurun dari nenek moyang dalam melestarikan kebudayaan masyarakat sekitar.
Untuk kerbau itu sendiri, memiliki otot yang bagus, kondisi kerbau bersih dan harga cukup tinggi.
Kerbau bisa dibandrol Rp35 juta per ekor dan peminat dari kerbau cukup banyak, karena tidak seluruh kerbau yang mau bekerja menggiling tebu dan ditambah melatih kerbau membutuhkan waktu cukup lama.
Biaya irit, mesin tidak bising
Penggilingan menggunakan dinamo tersebut baru masuk di daerah tersebut. Dinamo itu dihidupkan menggunakan daya listrik dan pelaku usaha mikro kecil menengah sangat terbantu dengan teknologi tersebut.
Maizir (43) salah seorang pemilik penggilingan tebu di Lawang mengakui sangat terbantu dengan penggilingan menggunakan daya listrik itu.
Banyak manfaat menggunakan mesin penggilingan menggunakan daya listrik berupa, proses penggilingan cukup cepat, ditambah biaya listrik sangat irit sekitar Rp300 ribu per bulan untuk membeli token atau listrik pintar, menghidupkan mesin hanya menekan saklar dan bunyi mesin tidak bising atau keras.
Sedangkan menggunakan diesel dengan bahan bakar minyak menghabiskan sekitar 80 liter per bulan atau Rp640 ribu per bulan dengan harga bahan bakar minyak jenis bio solar enceran Rp8 ribu per liter.
Setelah itu menghidupkan mesin dengan kick strater (engkol) tangan, bunyi mesin cukup bising dan mendapatkan bahan bakar jenis bio solar cukup sulit.
Ini pengalaman selama 12 tahun menggunakan mesin penggilingan tebu jenis diesel, sehingga ia beralih menggunakan listrik dan dinamo untuk menjalankan mesin penggilingan itu merupakan bantuan PT PLN (Persero).
Sedangkan untuk biaya masuk sambungan baru Rp13 juta dengan daya 13 ribu watt yang dibayar secara cicilan. Ini program PLN peduli bagi UMKM dengan syarat hanya tergabung dengan kelompok, foto copy KTP dan PLN langsung meninjau ke lokasi usaha.
Ia memgakui baru menggunakan mesin penggilingan dengan daya listrik sekitar lima bulan yang lalu dan manfaatnya sangat dirasakan.
Selain mesin penggilingan, untuk menghidupkan api memasak air tebu menjadi gula menggunakan blower dengan daya listrik.
Untuk proses memasak air tebu sampai menjadi gula membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam tergantung kondisi api.
Satu kali memasak dengan produksi gula tebu sekitar 10 kiligram dan satu hari mampu memproduksi 80 kilogram dengan harga Rp14 ribu per kilogram.
Tiga kecamatan produksi gula tebu di Agam
Kabupaten Agam memiliki luas lahan tebu sekitar 3.588 hektare dengan luas panen 1.606 hektar dan produksi 2.990 ton per tahun.
Hasil produksi tebu dipasarkan di kabupaten maupun kota di Sumbar, Riau, Sumatera Utara, Jambi dan lainnya untuk pedagang air tebu.
Sebagian tebu diolah menjadi gula oleh petani yang tersebar di Kecamatan Matur, Palembayan dan Canduang.
Kepala Dinas Pertanian Agam Afniwirman mengatalan saat ini jumlah pondok kilang atau penggilingan tebu di Agam mencapai 711 unit tersebar di Kecamatan Matur 166 unit, Canduang 421 unit dan Palembayan 124 unit.
Penggilingan menggunakan tenaga kerbau sebanyak 261 unit, diesel 338 unit dan listrik 112 unit. Khusus untuk tenaga listrik baru ada di Kecamatan Matur.
Sedangkan produksi gula tebu sekitar 933,76 ton setiap tahunnya dan tebu yang diolah itu yang tidak dibeli pedagang dengan alasan ukuran kecil.
Dinas Pertanian Agam terus melakukan pembinaan bagi petani tebu agar produksi lebih baik, sehingga ekonomi mereka meningkat.
Termasuk modernisasi penggilingan tebu dari ternak, diesel menjadi dinamo atau listrik, sehingga memberikan kemudahan bagi mereka.
Kedepan, pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, agar modernisasi tersebut merata di Agam dalam mewujudkan petani yang maju dan ramah lingkungan.
Manager Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Provinsi Sumatera Barat Yenti Elfina menambahkan di Kecamatan Matur ada program kilang tebu elektrik dan syarat petani mendapatkan bantuan program itu tergabung dalam kelompok.
Bantuan berupa biaya konversi dari kilang berbasis diesel menjadi elektrik.Tentu saja perlu penggantian mesin dinamo dan instalasi pendukungnya.
Saat ini ada dua kelompok mendapatkan bantuan program yakni Kelompok Tani Sari Manih Tabu dan Kelompok Tani Inovatif dengan total kilang tebu yang beralih dari diesel ke elektrik sebanyak 20 unit.
Program tersebut dimulai semenjak 2022 sebanyak tiga unit dan dilanjutkan pada 2023 sebanyak 17 unit.
Ia mengakui, program tersebut bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan usaha melalui penghematan biaya operasional. Sebelumnya kilang tebu menggunakan mesin berbasis diesel menggunakan bahan bakar minyak. Dengan kilang elektrik efisien lebih 60 persen.
Program dedieselisasi merupakan upaya transisi energi menuju net zero emision, karena kilang elektrik bebas polusi udara dan polusi suara.
Kedepan, PLN siap mendukung program ini dengan menyediakan pasokan listrik handal dalam upaya agar seluruh petani dapat memanfaatkan program tersebut.
Untuk beralih ke kilang elektrik, petani butuh biaya tambah daya listrik dan PLN menyiapkan program naik daya dengan kemudahan bisa dicicil selama 12 bulan.
Namun untuk pembiayaan lainnya diharapkan kemandirian dari para petani, karena penghematan dengan beralih ke listrik sudah terbukti dari petani yang dibantu melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL).