Padang (ANTARA) - Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat menegaskan putusan Pengadilan Negeri Kota Padang terhadap dua orang eks mahasiswa perguruan tinggi tersebut dalam kasus pelecehan seksual harus menjadi pelajaran bagi mahasiswa maupun seluruh civitas academica.
"Proses yang berlangsung saat ini mudah-mudahan menjadi semacam shock therapy bagi siapapun yang berpotensi melakukan kekerasan seksual," kata Sekretaris Unand, Henmaidi di Padang, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Henmaidi menyusul putusan Pengadilan Negeri Padang yang menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara kepada Hubert Javas Hammam Hardoni (22), dan Nabila Zahra Raihanah Drajat (21) dalam kasus pelecehan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand.
Kedua terdakwa divonis berdasarkan dakwaan kesatu jaksa penuntut umum yakni Pasal 14 Ayat (1) huruf a UU Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan UU Nomor 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Henmaidi mengatakan sejak kasus itu terkuak ke publik, perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa tersebut menyikapinya secara serius dengan ketentuan dan mekanisme yang berlaku.
Di awal kasus itu dilaporkan korban kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unand, satgas langsung menindaklanjutinya dan bekerja secara diam-diam. Artinya, sebelum kasus tersebut viral, satgas telah bekerja dengan memeriksa dan mendalami pihak-pihak terkait.
Berkaca dari kasus tersebut, ke depannya, Satgas PPKS Unand akan meningkatkan dan lebih menggiatkan sosialisasi dan edukasi terkait pencegahan kekerasan seksual kepada seluruh civitas academica Unand.
"Tujuan sosialisasi dan edukasi ini untuk meyakinkan bahwa Unand terbebas dari segala macam bentuk kekerasan seksual," ujarnya.
Henmaidi menegaskan pemberhentian atau drop out terhadap dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand tersebut, telah melalui prosedur termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Mengenai putusan Pengadilan Negeri Kota Padang yang memvonis masing-masing terdakwa sembilan bulan penjara, Henmaidi menilai majelis hakim telah objektif.
"Semua pihak harus menghormati apa yang telah diputuskan meskipun pihak terkait memiliki hak untuk banding," ujarnya.
"Proses yang berlangsung saat ini mudah-mudahan menjadi semacam shock therapy bagi siapapun yang berpotensi melakukan kekerasan seksual," kata Sekretaris Unand, Henmaidi di Padang, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Henmaidi menyusul putusan Pengadilan Negeri Padang yang menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara kepada Hubert Javas Hammam Hardoni (22), dan Nabila Zahra Raihanah Drajat (21) dalam kasus pelecehan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand.
Kedua terdakwa divonis berdasarkan dakwaan kesatu jaksa penuntut umum yakni Pasal 14 Ayat (1) huruf a UU Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan UU Nomor 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Henmaidi mengatakan sejak kasus itu terkuak ke publik, perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa tersebut menyikapinya secara serius dengan ketentuan dan mekanisme yang berlaku.
Di awal kasus itu dilaporkan korban kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unand, satgas langsung menindaklanjutinya dan bekerja secara diam-diam. Artinya, sebelum kasus tersebut viral, satgas telah bekerja dengan memeriksa dan mendalami pihak-pihak terkait.
Berkaca dari kasus tersebut, ke depannya, Satgas PPKS Unand akan meningkatkan dan lebih menggiatkan sosialisasi dan edukasi terkait pencegahan kekerasan seksual kepada seluruh civitas academica Unand.
"Tujuan sosialisasi dan edukasi ini untuk meyakinkan bahwa Unand terbebas dari segala macam bentuk kekerasan seksual," ujarnya.
Henmaidi menegaskan pemberhentian atau drop out terhadap dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand tersebut, telah melalui prosedur termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Mengenai putusan Pengadilan Negeri Kota Padang yang memvonis masing-masing terdakwa sembilan bulan penjara, Henmaidi menilai majelis hakim telah objektif.
"Semua pihak harus menghormati apa yang telah diputuskan meskipun pihak terkait memiliki hak untuk banding," ujarnya.