Lubukbasung (ANTARA) -
Tim Patroli Anak Nagari (PAGARI) merupakan bentukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat bersama Yayasan SINTAS Indonesia dan Centre for Orangutan Protection (COP) di daerah yang pernah terjadi integrasi negatif atau konflik antara manusia dengan satwa liar jenis harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).
Anggota Tim PAGARI tersebut merupakan usulan dari pihak wali nagari atau kepala desa adat dan mereka dilatih oleh BKSDA Sumbar bersama Yayasan SINTAS Indonesia dan COP.
Pelatihan itu dalam upaya mewujudkan masyarakat yang aman dan dapat hidup berdampingan dengan satwa liar khususnya harimau Sumatera.
Kepala Resort Maninjau BKSDA Sumatera Barat Rusdiyan P. Ritonga mengatakan, selama pelatihan para peserta diberikan pengetahuan meliputi teori dan praktek tentang mitigasi konflik satwa liar, patroli perlindungan, pengamanan hutan, monitoring satwa, navigasi darat dan penggunaan camera trap.
Pelatih dilakukan selama tiga hari berupa teori selama dua hari dan pada hari ketiga, dilaksanakan simulasi pelaksanaan patroli dan simulasi penanganan konflik antara manusia dan satwa liar.
Untuk simulasi itu, berupa patroli di kawasan hutan dalam menangani penerbangan hutan secara illegal, perambahan kawasan, pemasangan jerat satwa, pemasangan camera trap dan lainnya.
Selanjutnya penanganan konflik berupa ternak warga yang dimangsa satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Setelah itu, menangani adanya berita bohong terkait kemunculan satwa liar di pemukim warga.
Narasumber dan instruktur dalam kegiatan pembentukan Tim PAGARI ini berasal dari Balai KSDA Sumbar, Yayasan SINTAS Indonesia dan COP.
BKSDA bersama Yayasan SINTAS Indonesia dan COP juga menyerahkan peralatan perorangan dan peralatan tim untuk Tim PAGARI guna mendukung kegiatan ke depan.
Setelah mendapatkan pembekalan, mereka bakal diberikan surat keputusan oleh BKSDA Sumbar dan menjadi mitra dari BKSDA.
Rusdian berharap dengan adanya pelatihan dan pembentukan ini akan terwujud nagari ramah harimau dan dapat menciptakan kondisi masyarakat yang dapat hidup berdampingan dan berbagi ruang dengan satwa, serta mandiri dalam melakukan penanganan awal konflik harimau Sumatera di wilayah nagarinya.
Konflik yang tidak terkendali akan menyebabkan kerugian yang luar biasa dari kedua pihak yakni alam harimau Sumatera dan manusia.
BKSDA Sumbar setiap saat bakal melakukan pembinaan bagi Tim PAGARI tersebut, agar keberadaan mereka itu sangat dirasakan bagi masyarakat apabila terjadi konflik.
Enam PAGARI telah dibentuk
Sejauh ini, sudah ada enam Tim PAGARI yang telah dibentuk oleh BKSDA Sumbar bersama Yayasan SINTAS Indonesia dan COP.
Pembentukan Tim PAGARI tersebut dimulai dari Tim PAGARI Baringin Kabupaten Agam pada 2021, disusul Tim PAGARI Sontang Cubadang Kabupaten Pasaman pada 2021.
Setelah itu, Tim PAGARI Batang Barus Kabupaten Solok pada 2022, Tim PAGARI Silareh Aia Kabupaten Agam pada 2022.
Disusul pembentukan Tim PAGARI Pasia Laweh Kabupaten Agam pada 2023 dan Tim PAGARI Panti Selatan pada 2023.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Ardi Andono mengatakan pembentukan Tim PAGARI merupakan bagian program nagari ramah harimau yang digalakkan BKSDA Sumbar.
Ia mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu upaya mendorong pelibatan secara aktif masyarakat yang berdomisili di nagari rawan terjadinya konflik satwa harimau dalam kegiatan penanganan dan deteksi dini.
Ia mengharapkan program nagari ramah harimau dengan membentuk Tim PAGARI di enam nagari ini dapat mencegah potensi konflik dan bisa merespon laporan kejadian konflik secara cepat dan tepat.
Selain itu, melalui pelatihan dan pembentukan tersebut akan terwujud nagari ramah harimau yang artinya dapat mandiri dalam penanganan konflik harimau Sumatera di enam nagari tersebut dan sekitarnya.
Sebenarnya nagari ramah harimau telah terbentuk di Kabupaten Agam, Pasaman dan Solok.
Selama ini, tambahnya, Tim PAGARI yang terbentuk itu sangat membantu BKSDA Sumbar dalam penanganan konflik di daerah mereka.
Bahkan, keberadaan Tim PAGARI itu juga dilibatkan saat adanya konflik di nagari tetangga.
Keterlibatan Tim PAGARI dalam penanganan konflik manusia dengan harimau ke daerah lain seperti, penanganan konflik di Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh pada akhir 2022, dengan melibatkan Tim PAGARI Salareh Aia dan Tim PAGARI Baringin sebelum Tim PAGARI di daerah tersebut belum terbentuk.
Dapat dukungan
Sementara Wali Nagari Pasia Laweh, Zul Arfin menyambut baik dan mengapresiasi BKSDA Sumbar dan SINTAS Indonesia yang telah membentuk PAGARI di Pasia Laweh.
Pagari ini bentuk swadaya masyarakat yang bergerak tidak saja pada penanganan konflik harimau Sumatera, tetapi juga satwa dilindungi, menjaga kawasan hutan dari penebangan dan lainnya.
Dengan adanya PAGARI maka tim ini bakal melakukan penanganan konflik tersebut, karena Pasia Laweh berada di sekitar hutan dengan luas 7.000 hektare, sehingga berpotensi terjadinya konflik tersebut.
Ia mengakui Tim PAGARI tersebut bakal dikembang di setiap jorong yang ada di nagari dan bisa sampai ke nagari tetangga.
Tim PAGARI tersebut dijadikan program percontohan dari Pemerintahan Nagari Pasia Laweh, karena keberadaan tim tersebut sangat dibutuhkan.
Pemerintahan Nagari Pasia Laweh siap mendanai di Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBN) tahun berikutnya, karena ini kebutuhan masyarakat.
Ia mengakui, hampir setiap saat dan waktu ada saja hal-hal yang berkaitan dengan satwa liar.
Artinya, ia siap mendukung pembentukan Tim PAGARI tidak saja moral, tetapi moril dengan mengalokasikan dana nantinya.
Sementara Wali Nagari Salareh Aia, Iron Maria Edi merasa bangga nagari itu telah ditunjuk sebagai Tim PAGARI dan masyarakat juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian harimau.
Tim PAGARI menjadi garda terdepan BKSDA untuk bermitra dalam mengelola sumber daya alam yang ada, karena Salareh Aia berdekatan dengan kawasan hutan.
Kegiatan Tim PAGARI tidak hanya ini saja, namun masih banyak kegiatan dalam melakukan eksplorasi yang ada.
Dengan terbentuk Tim PAGARI, maka dapat mencegah hal yang berhubungan dengan satwa, penebangan hutan dan lainnya.
Ia berharap tidak ada lagi konflik antara satwa dengan manusia di Salareh Aia, karena harus berdampingan dengan satwa dan pakannya harus terjaga.