Bukittinggi (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meresmikan tower setinggi 100 meter untuk pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang, Agam, Sumatera Barat.
Peresmian Tower GRK bertepatan dengan puncak peringatan hari meteorologi dunia (HMD) ke-73 2023 yang dirangkai dengan peresmian sistem informasi gas rumah kaca global terintegrasi di Indonesia.
Presiden Indonesia melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada BMKG untuk menangani secara maksimal dampak perubahan iklim yang menjadi tantangan besar saat ini.
"Mewakili Presiden, kami mengucapkan selamat HMD dan ini momentum baik bagi kita semua untuk lebih serius mengatasi perubahan iklim dan dampaknya bagi bumi Indonesia," kata Menhub melalui aplikasi daring, Senin.
Ia mengatakan BMKG memiliki peran kunci dalam melakukan monitoring terhadap cuaca dan iklim.
"BMKG perlu memperkuat jaringan alat operasional utama dan pemutakhiran teknologi bersama stakeholder nasional dan internasional dan ikut serta mengedukasi masyarakat untuk adaptasi perubahan iklim," kata dia.
Ia berharap BMKG meningkatkan aktivitas pemantauan gas rumah kaca sebagai langkah strategis untuk keperluan mitigasi perubahan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan GAW Koto Tabang memiliki peran besar dalam memberikan informasi perubahan iklim ke seluruh dunia.
"Sebelumnya Indonesia dituduh menjadi salah satu dari 10 negara penyumbang pemicu pemanasan global, hal itu terbantahkan dengan data yang didapat. Kita masih di bawah rata-rata global, GAW satu dari 30 GAW yang ada di seluruh dunia," katanya.
Ia menyebut, GAW berdiri sejak 1981 dan direnovasi pada 1986 dan mulai mengukur atmosfer rumah kaca di 2004, terletak pada 0.20 LS 100,32 BT dengan ketinggian 864.5 mdp.
Ia mengatakan GAW yang baru dibangun selain di Kototabang yaitu Palu dan Sorong belum maksimal.
"GAW Palu dan Sorong belum semaju di sini, masih dalam pengembangan. GAw Kototabang diawasi oleh badan dunia, kami menekankan No Off untuk alat, No Error dan No Insiden, kalau sampai terjadi bisa langsung dicopot," katanya menegaskan.
Menurutnya data GRK yang dipantau dari Bukit Kototabang menjadi kontribusi penting sebagai representasi pemantauan dari wilayah ekuatorial tropis.
GRK setinggi 100 meter tersebut dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan di tiga titik ketinggian yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.
"Pemantauan GRK dari tower akan memberikan gambaran profil GRK pada ketinggian yang berbeda dan menjadi wujud kontribusi Indonesia pada umumnya dan BMKG pada khususnya dalam program IG3IS," kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan.
Ia mengatakan IG3IS yang diluncurkan oleh WMO di 2018 untuk memberikan profil tren GRK secara menyeluruh dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
"Peningkatan kapasitas pemantauan GRK melalui IG3IS ini akan digunakan lebih lanjut dalam mengembangkan pemodelan untuk emisi GRK sebagai informasi komplementer inventarisasi GRK nasional, utamanya untuk estimasi global stocktake yang mewujudkan salah satu target dari Kesepakatan Paris di tahun 2030,” pungkasnya.
Peringatan HMD dan peresmian sistem informasi rumah kaca ini turut dihadiri secara daring oleh Sekjen World Meteorological Organization (WMO) Petteri Taalas dan pakar iklim Internasional dunia, Martin Steinbacher.
Peresmian Tower GRK bertepatan dengan puncak peringatan hari meteorologi dunia (HMD) ke-73 2023 yang dirangkai dengan peresmian sistem informasi gas rumah kaca global terintegrasi di Indonesia.
Presiden Indonesia melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada BMKG untuk menangani secara maksimal dampak perubahan iklim yang menjadi tantangan besar saat ini.
"Mewakili Presiden, kami mengucapkan selamat HMD dan ini momentum baik bagi kita semua untuk lebih serius mengatasi perubahan iklim dan dampaknya bagi bumi Indonesia," kata Menhub melalui aplikasi daring, Senin.
Ia mengatakan BMKG memiliki peran kunci dalam melakukan monitoring terhadap cuaca dan iklim.
"BMKG perlu memperkuat jaringan alat operasional utama dan pemutakhiran teknologi bersama stakeholder nasional dan internasional dan ikut serta mengedukasi masyarakat untuk adaptasi perubahan iklim," kata dia.
Ia berharap BMKG meningkatkan aktivitas pemantauan gas rumah kaca sebagai langkah strategis untuk keperluan mitigasi perubahan iklim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan GAW Koto Tabang memiliki peran besar dalam memberikan informasi perubahan iklim ke seluruh dunia.
"Sebelumnya Indonesia dituduh menjadi salah satu dari 10 negara penyumbang pemicu pemanasan global, hal itu terbantahkan dengan data yang didapat. Kita masih di bawah rata-rata global, GAW satu dari 30 GAW yang ada di seluruh dunia," katanya.
Ia menyebut, GAW berdiri sejak 1981 dan direnovasi pada 1986 dan mulai mengukur atmosfer rumah kaca di 2004, terletak pada 0.20 LS 100,32 BT dengan ketinggian 864.5 mdp.
Ia mengatakan GAW yang baru dibangun selain di Kototabang yaitu Palu dan Sorong belum maksimal.
"GAW Palu dan Sorong belum semaju di sini, masih dalam pengembangan. GAw Kototabang diawasi oleh badan dunia, kami menekankan No Off untuk alat, No Error dan No Insiden, kalau sampai terjadi bisa langsung dicopot," katanya menegaskan.
Menurutnya data GRK yang dipantau dari Bukit Kototabang menjadi kontribusi penting sebagai representasi pemantauan dari wilayah ekuatorial tropis.
GRK setinggi 100 meter tersebut dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan di tiga titik ketinggian yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.
"Pemantauan GRK dari tower akan memberikan gambaran profil GRK pada ketinggian yang berbeda dan menjadi wujud kontribusi Indonesia pada umumnya dan BMKG pada khususnya dalam program IG3IS," kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan.
Ia mengatakan IG3IS yang diluncurkan oleh WMO di 2018 untuk memberikan profil tren GRK secara menyeluruh dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
"Peningkatan kapasitas pemantauan GRK melalui IG3IS ini akan digunakan lebih lanjut dalam mengembangkan pemodelan untuk emisi GRK sebagai informasi komplementer inventarisasi GRK nasional, utamanya untuk estimasi global stocktake yang mewujudkan salah satu target dari Kesepakatan Paris di tahun 2030,” pungkasnya.
Peringatan HMD dan peresmian sistem informasi rumah kaca ini turut dihadiri secara daring oleh Sekjen World Meteorological Organization (WMO) Petteri Taalas dan pakar iklim Internasional dunia, Martin Steinbacher.