Padang (ANTARA) -
Komisi III DPRD Sumatera Barat merekomendasikan agar DPRD Sumbar membentuk panitia khusus (Pansus) dalam menyikapi persoalan Hotel Novotel milik Pemprov Sumbar yang dikelola PT Graha Mas Citrawisata yang tak memberikan deviden signifikan.
Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung di Padang, Kamis mengatakan dari hasil rapat dengan pihak ketiga mereka masih ingin mengelola hotel tersebut meski neraca keuangan mengalami kerugian setiap tahun.
"Hal itu menuai pertanyaan dari Komisi III DPRD Sumbar, kenapa mengaku rugi namun ngotot ingin memperpanjang kerja sama" katanya.
Ia mengatakan rata-rata per tahun Hotel Novotel memberikan sumbangan pada kas daerah sebesar Rp 200 juta, namun baru-baru ini meningkat menjadi Rp 300 juta.
Menurut dia dengan besaran angka tersebut kinerja pihak pengelola masih belum optimal karena informasi yang didapatkan okupansi hotel tersebut di angka 60 persen.
"Kita sudah meminta pendapat ahli dan ditemukan jika angka 60 persen itu sudah untung besar. Mereka mengaku mengalami kerugian akibat adanya penyusutan dan ini tidak kita terima begitu saja," kata dia.
Ia mengatakan kontrak kerja sama Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata berdasarkan akta perjanjian Nomor 12.090/L/1990 pada tanggal 27 Agustus 1990. Disepakati perjanjian kerja sama selama 30 tahun sejak dioperasikan dengan dua tahun pertama masa pembangunan dan dua lanjutan masa promosi lalu tahun berikutnya hingga 30 tahun masa operasional.
PT Graha membayarkan imbalan kerja sama berupa fixed lease Rp40 juta per tahun dengan eskalasi 10 persen setiap lima tahun dan pembayaran di setiap akhir tahun operasi. Apabila PT Graha mengalami kerugian maka pemprov tetap menerima imbalan Rp40 juta per tahun dan jika kerja sama berakhir maka tanah dan bangunan akan diserahkan kepada Pemprov Sumbar dalam keadaan baik.
Lalu dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk pemprov dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar apabila minimal 20 persen lebih kecil dari Rp200 juta.
Penyetoran tersebut dilakukan sejak akhir tahun 2010 hingga saat ini dan baru tahun lalu meningkat menjadi Rp300 juta.
Ali mengatakan pada tahun 2024 kontrak pengelola yang sekarang akan habis dan pemerintah provinsi harus melelang kembali secaraterbuka kepada pihak yang memberikan tawaran menarik yang bisa lebih berkontribusi pada keuangan daerah.
Komisi III DPRD Sumbar berkomitmen menambah pundi-pundi pendapatan daerah melalui potensi yang ada baik itu melalui aset maupun optimalisasi pajak.
Sementara itu Anggota Komisi III DPRD Sumbar Zarfi Deson mengatakan pihak pengelola Hotel Novotel sekarang harus dipertanyakan, kenapa masih ingin mengelola padahal rugi. Secara logika itu sangat tidak masuk, hal itu perlu diperdalam oleh komisi.
" Pada dasarnya, kontribusi yang masuk pada pos pendapatan asli daerah akan dipergunakan untuk mengoptimalkan pembangunan daerah, harusnya pihak pengelola aset Sumbar menyadari hal tersebut, " katanya.
Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung di Padang, Kamis mengatakan dari hasil rapat dengan pihak ketiga mereka masih ingin mengelola hotel tersebut meski neraca keuangan mengalami kerugian setiap tahun.
"Hal itu menuai pertanyaan dari Komisi III DPRD Sumbar, kenapa mengaku rugi namun ngotot ingin memperpanjang kerja sama" katanya.
Ia mengatakan rata-rata per tahun Hotel Novotel memberikan sumbangan pada kas daerah sebesar Rp 200 juta, namun baru-baru ini meningkat menjadi Rp 300 juta.
Menurut dia dengan besaran angka tersebut kinerja pihak pengelola masih belum optimal karena informasi yang didapatkan okupansi hotel tersebut di angka 60 persen.
"Kita sudah meminta pendapat ahli dan ditemukan jika angka 60 persen itu sudah untung besar. Mereka mengaku mengalami kerugian akibat adanya penyusutan dan ini tidak kita terima begitu saja," kata dia.
Ia mengatakan kontrak kerja sama Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata berdasarkan akta perjanjian Nomor 12.090/L/1990 pada tanggal 27 Agustus 1990. Disepakati perjanjian kerja sama selama 30 tahun sejak dioperasikan dengan dua tahun pertama masa pembangunan dan dua lanjutan masa promosi lalu tahun berikutnya hingga 30 tahun masa operasional.
PT Graha membayarkan imbalan kerja sama berupa fixed lease Rp40 juta per tahun dengan eskalasi 10 persen setiap lima tahun dan pembayaran di setiap akhir tahun operasi. Apabila PT Graha mengalami kerugian maka pemprov tetap menerima imbalan Rp40 juta per tahun dan jika kerja sama berakhir maka tanah dan bangunan akan diserahkan kepada Pemprov Sumbar dalam keadaan baik.
Lalu dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk pemprov dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar apabila minimal 20 persen lebih kecil dari Rp200 juta.
Penyetoran tersebut dilakukan sejak akhir tahun 2010 hingga saat ini dan baru tahun lalu meningkat menjadi Rp300 juta.
Ali mengatakan pada tahun 2024 kontrak pengelola yang sekarang akan habis dan pemerintah provinsi harus melelang kembali secaraterbuka kepada pihak yang memberikan tawaran menarik yang bisa lebih berkontribusi pada keuangan daerah.
Komisi III DPRD Sumbar berkomitmen menambah pundi-pundi pendapatan daerah melalui potensi yang ada baik itu melalui aset maupun optimalisasi pajak.
Sementara itu Anggota Komisi III DPRD Sumbar Zarfi Deson mengatakan pihak pengelola Hotel Novotel sekarang harus dipertanyakan, kenapa masih ingin mengelola padahal rugi. Secara logika itu sangat tidak masuk, hal itu perlu diperdalam oleh komisi.
" Pada dasarnya, kontribusi yang masuk pada pos pendapatan asli daerah akan dipergunakan untuk mengoptimalkan pembangunan daerah, harusnya pihak pengelola aset Sumbar menyadari hal tersebut, " katanya.