Bukittinggi (ANTARA) - Peranan perempuan di Minangkabau adalah salah satu hal yang unik dalam kebudayaan di Nusantara. Perempuan ditempatkan dalam posisi yang cukup tinggi pada pengambil keputusan dalam Rumah Gadang di Minangkabau.
Perempuan Minang disebut sebagai Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Gadang, Nan Gadang Basa Batuah. Arti ungkapan tersebut bermakna bahwa perempuan di Minangkabau adalah memilki kedudukan yang penting dalam kaum dan masyarakat.
Inilah salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan menggelar Bimbingan Teknis Penguatan Bundo Kanduang agar pemahaman terhadap peran wanita di Minangkabau tidak pudar dan bahkan bisa menghilang sehingga tidak terwariskan ke generasi penerus.
Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan di Minangkabau yang menjadi Bundo Kanduang tidak hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan. Kemudian ia harus memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.
Namun di era globalisasi sekarang ini, sedikit demi sedikit mulai menggerus nilai – nilai luhur perempuan sebagai tokoh sentral dalam kaum dan masyarakatnya. Perlu adanya Tokoh yang mampu mengembalikan “keagungan“ fungsi perempuan di Minangkabau.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi di Bukittinggi, Senin menyebut ditetapkannya Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP sebagai Tokoh Masyarakat Adat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 2021 mengindikasikan pemerintah pusat mengakui bahwa memang peranan wanita di Minangkabau sangat luar biasa.
Ia mengatakan sifat perempuan bila menjadi Bundo Kanduang dinyatakan dalam kato pusako (kata pusaka) "dihias jo budi baiak, malu sopan tinggi sakali, Baso jo basi bapakaian, nan gadang basa batuah, kok hiduik tampek banazar, kok mati tampek baniat. Tiang kokoh budi nan baiak, pasak kunci malu jo sopan, hiasan dunia jo akhirat, awih tampek mintak aia, lapa tampek minta nasi”.
Makna yang terkandung dalam ungkapan ini sangatlah mendalam, kehadiran perempuan sebagai bundo kanduang merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumah tangganya. Sosok bundo kanduang digambarkan sebagai ibu yang berwibawa, arif bijaksana, suri teladan, memakai raso (rasa) dan pareso (periksa), serta tutur katanya sopan.
Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan yang menjadi Bundo Kanduang tidak hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan, kemudian ia harus memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.
Pemateri dalam Bimtek Bundo Kanduang di Bukittinggi. (ANTARA/Dinas Kebudayaan Sumbar)
Budaya Minangkabau juga menjadikan perempuan sebagai pemilik seluruh kekayaan rumah, anak, suku bahkan kaummya, citra perempuan diperankan secara sempurna dengan posisi sentral sebagai ibu. Perempuan adalah tiang negeri, limpapeh minang, ranah pagaruyuang (pilar utama Minangkabau, tanah Pagaruyung). Posisi ini adalah penghormatan mulia sorga terletak dibawah telapak kaki ibu.
Secara adat, prinsip kekerabatan adat masyarakat Minangkabau adalah matrilineal yang mengatur hubungan kekerabatan melalui garis ibu, dimana seorang anak akan mengambil suku ibunya. Garis keturunan ini mempunyai arti pada penerusan harta warisan, seorang anak akan memeperoleh warisan menurut garis ibu. Warisan yang dimaksud adalah berupa harta peninggalan yang sudah turun temurun menurut garis ibu.
Bundo Kanduang merujuk kepada karakteristik perempuan Minangkabau sebagai individu yang memiliki tuntutan untuk berkontribusi yang nyata dalam komunitas masyarakatnya. Selain itu Bundo Kanduang juga merupakan institusi yang sejajar dengan institusi lainnya, mempunyai kekuatan dan akses yang sama dalam sistem pemerintahan. Ada beberapa peran Bundo Kanduang dalam sistem pemerintahan di Sumatera Barat ini :
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai pelaksanaan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai adat dan syarak, Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian yang akan dilaksanakan apabila menyangkut dengan kepentingan nagari.
Kemudian bersama Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) menetapkan kedudukan, fungsi dan pemanfaatan harta kekayaan nagari, untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk nagari.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintahan daerah terhadap penyelesaian kasus-kasus adat dan syarak nagari. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) agar dapat meminta pertanggung jawaban Wali Nagari dalam hal pelaksanaan, perlindungan dan pengayoman terhadap pelestarian terhadap nilai-nilai adat dan syarak. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah daerah yang sesuai menurut pandangan adat dan syarak.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga telah melahirkan beberapa aturan dalam mewujudkan dan menguatkan kehidupan masyarakat Minangkabau yang berlandaskan falsafah Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah.
Melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Nilai Budaya Minangkabau. Hal ini dikarenakan Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah otonom memiliki adat istiadat dan budaya sendiri yang telah ada sebelum daerah ini lahir yakni “Adat Minangkabau”.
Dan juga pada tahun ini, melalui Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 050-47-2022 tentang Penetapan Kinerja Program Unggulan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021-2026, telah ditetapkan salah satu program yaitu “Sumbar Religius dan Berbudaya”.
Dalam program ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan menjadikan kawasan Masjid Raya Sumbar sebagai pusat pembelajaran ABS-SBK dan wisata religi, memberikan dukungan untuk peningkatan sarana dan prasarana serta bantuan operasional bagi kegiatan keagamaan, menjadikan gedung kebudayaan, museum dan perpustakaan provinsi sebagai pusat pendidikan dan wisata IPTEKS serta mengalokasikan anggaran untuk pembinaan kepada seniman dan budayawan, seperti kegiatan yang akan kita lalui hingga beberapa hari kedepan. Artinya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat konsen dalam mewujudkan dan menegakkan Adat Basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah sebagai pedoman hidup masyarakat Minangkabau.
Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk melestarikan adat dan budaya Minangkabau ini, tentu harus adanya peran besar dari Niniak mamak, Alim Ulama dan Bundo Kanduang dalam mewarisi semua ini kepada generasi muda Minangkabau. Perlu kita siasati bersama bagaimana cara yang tepat untuk membentengi adat dan budaya Minangkabau dari pengaruh budaya global di era modernisasi dan digitalisasi yang tengah terjadi saat ini.
Kami berharap, setelah pelaksanaan bimtek ini nantinya, Bundo Kanduang semua bisa lebih percaya diri dalam membimbing anak, kemenakan, suku dan kaum serta nagari dalam melestarikan dan menjaga tradisi adat Minangkabau ini.
"Jangan jadikan perbedaan peran sebagai sumber kelemahan yang akan memecah belah kita bersama, tapi jadikan perbedaan peran tersebut sebagai sumber kekuatan kita bersama. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa Sumatera Barat adalah daerah yang ”welcome” terhadap keanekaragaman dan mempunyai sumber daya budaya yang merupakan salah satu investasi negeri ini, katanya.***
Perempuan Minang disebut sebagai Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Gadang, Nan Gadang Basa Batuah. Arti ungkapan tersebut bermakna bahwa perempuan di Minangkabau adalah memilki kedudukan yang penting dalam kaum dan masyarakat.
Inilah salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan menggelar Bimbingan Teknis Penguatan Bundo Kanduang agar pemahaman terhadap peran wanita di Minangkabau tidak pudar dan bahkan bisa menghilang sehingga tidak terwariskan ke generasi penerus.
Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan di Minangkabau yang menjadi Bundo Kanduang tidak hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan. Kemudian ia harus memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.
Namun di era globalisasi sekarang ini, sedikit demi sedikit mulai menggerus nilai – nilai luhur perempuan sebagai tokoh sentral dalam kaum dan masyarakatnya. Perlu adanya Tokoh yang mampu mengembalikan “keagungan“ fungsi perempuan di Minangkabau.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi di Bukittinggi, Senin menyebut ditetapkannya Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP sebagai Tokoh Masyarakat Adat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 2021 mengindikasikan pemerintah pusat mengakui bahwa memang peranan wanita di Minangkabau sangat luar biasa.
Ia mengatakan sifat perempuan bila menjadi Bundo Kanduang dinyatakan dalam kato pusako (kata pusaka) "dihias jo budi baiak, malu sopan tinggi sakali, Baso jo basi bapakaian, nan gadang basa batuah, kok hiduik tampek banazar, kok mati tampek baniat. Tiang kokoh budi nan baiak, pasak kunci malu jo sopan, hiasan dunia jo akhirat, awih tampek mintak aia, lapa tampek minta nasi”.
Makna yang terkandung dalam ungkapan ini sangatlah mendalam, kehadiran perempuan sebagai bundo kanduang merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumah tangganya. Sosok bundo kanduang digambarkan sebagai ibu yang berwibawa, arif bijaksana, suri teladan, memakai raso (rasa) dan pareso (periksa), serta tutur katanya sopan.
Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan yang menjadi Bundo Kanduang tidak hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan, kemudian ia harus memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.
Secara adat, prinsip kekerabatan adat masyarakat Minangkabau adalah matrilineal yang mengatur hubungan kekerabatan melalui garis ibu, dimana seorang anak akan mengambil suku ibunya. Garis keturunan ini mempunyai arti pada penerusan harta warisan, seorang anak akan memeperoleh warisan menurut garis ibu. Warisan yang dimaksud adalah berupa harta peninggalan yang sudah turun temurun menurut garis ibu.
Bundo Kanduang merujuk kepada karakteristik perempuan Minangkabau sebagai individu yang memiliki tuntutan untuk berkontribusi yang nyata dalam komunitas masyarakatnya. Selain itu Bundo Kanduang juga merupakan institusi yang sejajar dengan institusi lainnya, mempunyai kekuatan dan akses yang sama dalam sistem pemerintahan. Ada beberapa peran Bundo Kanduang dalam sistem pemerintahan di Sumatera Barat ini :
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai pelaksanaan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai adat dan syarak, Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian yang akan dilaksanakan apabila menyangkut dengan kepentingan nagari.
Kemudian bersama Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) menetapkan kedudukan, fungsi dan pemanfaatan harta kekayaan nagari, untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk nagari.
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintahan daerah terhadap penyelesaian kasus-kasus adat dan syarak nagari. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) agar dapat meminta pertanggung jawaban Wali Nagari dalam hal pelaksanaan, perlindungan dan pengayoman terhadap pelestarian terhadap nilai-nilai adat dan syarak. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah daerah yang sesuai menurut pandangan adat dan syarak.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga telah melahirkan beberapa aturan dalam mewujudkan dan menguatkan kehidupan masyarakat Minangkabau yang berlandaskan falsafah Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah.
Melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Nilai Budaya Minangkabau. Hal ini dikarenakan Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah otonom memiliki adat istiadat dan budaya sendiri yang telah ada sebelum daerah ini lahir yakni “Adat Minangkabau”.
Dan juga pada tahun ini, melalui Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 050-47-2022 tentang Penetapan Kinerja Program Unggulan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021-2026, telah ditetapkan salah satu program yaitu “Sumbar Religius dan Berbudaya”.
Dalam program ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan menjadikan kawasan Masjid Raya Sumbar sebagai pusat pembelajaran ABS-SBK dan wisata religi, memberikan dukungan untuk peningkatan sarana dan prasarana serta bantuan operasional bagi kegiatan keagamaan, menjadikan gedung kebudayaan, museum dan perpustakaan provinsi sebagai pusat pendidikan dan wisata IPTEKS serta mengalokasikan anggaran untuk pembinaan kepada seniman dan budayawan, seperti kegiatan yang akan kita lalui hingga beberapa hari kedepan. Artinya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat konsen dalam mewujudkan dan menegakkan Adat Basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah sebagai pedoman hidup masyarakat Minangkabau.
Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk melestarikan adat dan budaya Minangkabau ini, tentu harus adanya peran besar dari Niniak mamak, Alim Ulama dan Bundo Kanduang dalam mewarisi semua ini kepada generasi muda Minangkabau. Perlu kita siasati bersama bagaimana cara yang tepat untuk membentengi adat dan budaya Minangkabau dari pengaruh budaya global di era modernisasi dan digitalisasi yang tengah terjadi saat ini.
Kami berharap, setelah pelaksanaan bimtek ini nantinya, Bundo Kanduang semua bisa lebih percaya diri dalam membimbing anak, kemenakan, suku dan kaum serta nagari dalam melestarikan dan menjaga tradisi adat Minangkabau ini.
"Jangan jadikan perbedaan peran sebagai sumber kelemahan yang akan memecah belah kita bersama, tapi jadikan perbedaan peran tersebut sebagai sumber kekuatan kita bersama. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa Sumatera Barat adalah daerah yang ”welcome” terhadap keanekaragaman dan mempunyai sumber daya budaya yang merupakan salah satu investasi negeri ini, katanya.***