Painan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memberi sanksi Unit Pembibitan Rakyat (UPR) perikanan budi daya yang memakai indukan tidak berkualitas.
Asisten II Bidang Ekonomi Kesejahteraan Rakyat Yozki Wandri menyampaikan selama ini kendala utama tidak prospeknya usaha perikanan budi daya adalah akibat bibit yang tidak bagus, karena berasal dari indukan yang berkualitas rendah.
"Nah, ini persoalan yang harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Indukan itu tentu akan melahirkan bibit yang buruk," ujar Yozki saat kunjungan kerja Komite II DPD-RI di Painan.
Kunjungan dihadiri Wakil Ketua I Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Wakil Ketua II Bustami Zainudin, Muhammad Gazali, Dharma Setiawan, Denty Eka Widi Pratiwi dan anggota Komite II DPD RI lainnya.
Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Nono Hartanto, Koordinator Bidang Keasdepan Pangan dan Pupuk Kementerian BUMN Sutrisno dan Direktur PT Perikanan Indonesia Fajar Widisasono.
Selain itu juga hadir Sekda Kabupaten Pesisir Selatan, Mawardi Roska, Asisten II Yozki Wandri, Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus, Kepala Dinas Perdagangan dan Transmigrasi Mimi Riarty Zainul dan Kepala Bagian Humas Vorzil.
Yozki melanjutkan minimnya ketersediaan bibit yang berkualitas kini memunculkan persepsi usaha perikanan budi daya tidak layak, karena hasil yang didapat tak sesuai dengan modal dan waktu yang habis hingga masa panen.
Karena itu butuh pengawasan dan sanksi tegas dari pemerintah pusat terhadap UPR yang masih menggunakan indukan yang tidak berkualitas, bahkan indukan yang dipakai untuk pembenihan sudah lebih dari delapan generasi.
"Sehingga bibit yang dihasilkan kerdil. Seharusnya mereka ketika ditunjuk sebagai UPR mampu menyediakan indukan yang berkualitas, sehingga bibit yang mereka produksi pun bagus," tuturnya.
Sementara Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus menyampaikan selain persoalan buruknya kualitas indukan yang dipakai UPR ketersediaan benih pun menjadi persoalan tersendiri bagi pembudidaya.
Kebutuhan benih di Pesisir Selatan lebih kurang sekitar 213 juta ekor per tahun, dengan luas lahan budi daya perikanan mencapai 1.750 Hektare, tersebar yang 15 kecamatan.
"Sedangkan yang mampu diproduksi balai benih ikan hanya 200 ribu saja. Tentu angka ini sangat timpang sekali. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat," tuturnya.
Pada kesempatan itu Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nono Hartanto mengakui kualitas indukan bibit yang dihasilkan UPR hingga kini masih menjadi salah satu persoalan pelik.
Sebagai antisipasi Kementerian KKP telah mensertifikasi seluruh UPR yang ada agar bisa memberikan panduan pada petani budi daya perikanan ketika hendak membeli bibit yang berkulitas.
"Karena itu kami minta petani budi daya menanyakan sertifikasi UPR itu terlebih dahulu sebelum membeli bibit. Jangan sampai nanti beli bibit abal-abal," jelasnya.
Minimnya ketersediaan bibit unggul di balai benih saat ini adalah karena ada larangan kementerian memberikan bantuan bibit unggul ke balai benih seperti diatur Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda.
Padahal ia mengakui Unit Pelaksana Teknis Kement KKP banyak bibit indukan unggul, namun bisa diberikan pada balai benih yang ada di daerah. Solusinya saat ini adalah UPR boleh mengajukan bantuan indukan unggul ke kementerian.
"Namun dengan catatan harus dengan kelompok. Untuk wilayah Sumatera Barat, kini bisa minta ke Jambi," tuturnya
Asisten II Bidang Ekonomi Kesejahteraan Rakyat Yozki Wandri menyampaikan selama ini kendala utama tidak prospeknya usaha perikanan budi daya adalah akibat bibit yang tidak bagus, karena berasal dari indukan yang berkualitas rendah.
"Nah, ini persoalan yang harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Indukan itu tentu akan melahirkan bibit yang buruk," ujar Yozki saat kunjungan kerja Komite II DPD-RI di Painan.
Kunjungan dihadiri Wakil Ketua I Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Wakil Ketua II Bustami Zainudin, Muhammad Gazali, Dharma Setiawan, Denty Eka Widi Pratiwi dan anggota Komite II DPD RI lainnya.
Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Nono Hartanto, Koordinator Bidang Keasdepan Pangan dan Pupuk Kementerian BUMN Sutrisno dan Direktur PT Perikanan Indonesia Fajar Widisasono.
Selain itu juga hadir Sekda Kabupaten Pesisir Selatan, Mawardi Roska, Asisten II Yozki Wandri, Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus, Kepala Dinas Perdagangan dan Transmigrasi Mimi Riarty Zainul dan Kepala Bagian Humas Vorzil.
Yozki melanjutkan minimnya ketersediaan bibit yang berkualitas kini memunculkan persepsi usaha perikanan budi daya tidak layak, karena hasil yang didapat tak sesuai dengan modal dan waktu yang habis hingga masa panen.
Karena itu butuh pengawasan dan sanksi tegas dari pemerintah pusat terhadap UPR yang masih menggunakan indukan yang tidak berkualitas, bahkan indukan yang dipakai untuk pembenihan sudah lebih dari delapan generasi.
"Sehingga bibit yang dihasilkan kerdil. Seharusnya mereka ketika ditunjuk sebagai UPR mampu menyediakan indukan yang berkualitas, sehingga bibit yang mereka produksi pun bagus," tuturnya.
Sementara Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus menyampaikan selain persoalan buruknya kualitas indukan yang dipakai UPR ketersediaan benih pun menjadi persoalan tersendiri bagi pembudidaya.
Kebutuhan benih di Pesisir Selatan lebih kurang sekitar 213 juta ekor per tahun, dengan luas lahan budi daya perikanan mencapai 1.750 Hektare, tersebar yang 15 kecamatan.
"Sedangkan yang mampu diproduksi balai benih ikan hanya 200 ribu saja. Tentu angka ini sangat timpang sekali. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat," tuturnya.
Pada kesempatan itu Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nono Hartanto mengakui kualitas indukan bibit yang dihasilkan UPR hingga kini masih menjadi salah satu persoalan pelik.
Sebagai antisipasi Kementerian KKP telah mensertifikasi seluruh UPR yang ada agar bisa memberikan panduan pada petani budi daya perikanan ketika hendak membeli bibit yang berkulitas.
"Karena itu kami minta petani budi daya menanyakan sertifikasi UPR itu terlebih dahulu sebelum membeli bibit. Jangan sampai nanti beli bibit abal-abal," jelasnya.
Minimnya ketersediaan bibit unggul di balai benih saat ini adalah karena ada larangan kementerian memberikan bantuan bibit unggul ke balai benih seperti diatur Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda.
Padahal ia mengakui Unit Pelaksana Teknis Kement KKP banyak bibit indukan unggul, namun bisa diberikan pada balai benih yang ada di daerah. Solusinya saat ini adalah UPR boleh mengajukan bantuan indukan unggul ke kementerian.
"Namun dengan catatan harus dengan kelompok. Untuk wilayah Sumatera Barat, kini bisa minta ke Jambi," tuturnya