Jakarta (ANTARA) - Menyusui termasuk suatu proses yang alami, tetapi untuk berhasil menyusui dengan tenang dan nyaman alias tanpa drama membutuhkan ilmu, kesabaran, dan kemauan yang kuat, menurut konselor laktasi dr. Ayudya Soemawinata, BMedSc (Hons).

Menurut dia, seperti dikutip dari siaran pers Good Doctor Indonesia, Jumat menyarankan pada masa kehamilan ibu sudah memiliki pengetahuan tentang menyusui sehingga tidak kaget ataupun tidak panik saat mengalami tantangan.

"Agar menyusui berhasil, bukan hanya ibu yang perlu mempunyai ilmu dan kesiapan mental. Ibu perlu didukung oleh seluruh support system dalam keluarga, mulai dari suami, baby sitter, orang tua atau mertua," kata dia.

Dia menjelaskan beberapa hal penting yang harus dipahami ibu dan keluarga dalam mempersiapkan ibu untuk menyusui, yakni: hampir seluruh wanita memiliki kelenjar susu dan bisa memproduksi ASI (kecuali memiliki kondisi medis tertentu dan itu pun jarang terjadi).

Hal lain yang perlu diketahui ialah payudara sudah siap untuk memproduksi ASI sejak minggu ke-16 masa kehamilan. ASI diproduksi secara bertahap sehingga wajar apabila pada empat hari pertama ASI yang keluar hanya sedikit.

"Hal ini juga berhubungan dengan kapasitas lambung bayi yang baru 10 ml. Jika selama 2—3 hari pertama setelah bayi lahir, ibu tidak dapat menyusui, ibu tidak perlu khawatir karena bayi masih memiliki cadangan makanan di dalam tubuhnya," tutur Ayudya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, ASI diproduksi sesuai dengan kebutuhan bayi (supply and demand). Bagi ibu yang bekerja, tetap perlu memompa secara teratur saat tidak bersama bayi. Payudara harus benar-benar dikosongkan agar ASI terus berproduksi.

Ketika payudara benar-benar kosong, sel-sel payudara akan mengirimkan sinyal ke sel-sel otak untuk memproduksi ASI kembali karena bayi akan segera menyusu. Sel-sel otak akan merespons sehingga ketika bayi akan minum ASI, produksi ASI sudah tersedia.

"Tubuh akan mengikuti ritme bayi minum susu. Jadi, jika bayi terbiasa minum setiap dua jam, tubuh akan mengikuti ritme itu untuk memproduksi ASI saat payudara benar-benar kosong," ujar Ayudya.

Pengetahuan lain terkait menyusui yakni produksi ASI sama sekali tidak berhubungan dengan ukuran payudara dan ukuran tubuh ibu. Kondisi emosional dan asupan gizi ibulah yang justru mempengaruhi produksi ASI.

Di sisi lain, penggunaan botol atau dot dapat menyebabkan bingung puting dan mengganggu proses menyusui. Bagi ibu bekerja, pemberian ASI dengan cup feeder, sendok, spuit, pipet medis, dan spoon feeder lebih disarankan dibandingkan dengan memberi dot kepada bayi.

Ingatlah, menyusui pertama kali sebenarnya dimulai dari proses inisiasi menyusui dini (IMD). Menurut Ayudya, ada banyak manfaat yang diperoleh dari proses IMD yang optimal, antara lain: kontak kulit antara ibu dan bayi dapat mengatur suhu tubuh bayi dan memperkuat ikatan di antara mereka.

Selain itu, gerakan bayi saat berpijak dan menendang perut ibu dapat menstimulasi kontraksi rahim, saat bayi bergerak mencari aerola, gerakan membenturkan kepala ke payudara menyerupai pijatan untuk menstimulasi payudara.

Manfaat lainnya yakni bayi memperoleh kolostrum yang sangat baik untuk imunitas bayi dan IMD menjadi awal pemantapan proses menyusui.

“Di hari-hari awal setelah melahirkan, ibu sebaiknya fokus untuk membuat bonding dengan bayi, belajar untuk menyusui, belajar menggendong bayi, dan belajar mencari posisi yang nyaman untuk ibu dan bayi,” ujar dr. Ayudya.

Pengetahuan yang juga perlu diketahui ibu agar berhasil menyusui adalah perlekatan dan posisi menyusui. Bila perlekatannya benar, maka ibu tidak akan merasa nyeri. Tetapi apabila ibu merasa sakit, berarti ada yang salah karena kalau perlekatan sudah benar, ibu tidak akan merasa sakit.

Saat akan menyusui, sebagian areola (sekitar 2 cm apabila aerolanya besar) atau seluruh aerola dimasukkan ke mulut bayi ketika mulut bayi sudah terbuka lebar.

Apabila hanya puting yang masuk ke mulut bayi, ibu akan merasa sakit dan ASI yang keluar sedikit. Akibatnya, bayi menyusu jadi lebih lama, bayi menjadi kesal bahkan mungkin jadi malas menyusu.

ASI yang keluar hanya sedikit-sedikit dapat mengurangi produksi ASI. Selain itu, ibu harus dalam posisi nyaman sebelum bayi mengikuti posisi ibu.

"Jadi, bukan badan ibu yang mengikuti badan bayi karena ibu akan merasa pegal. Apabila belum terbiasa menyusui, ibu bisa dibantu oleh suami atau baby sitter atau anggota keluarga yang lain untuk menggendong bayi dulu. Setelah ibu merasa posisinya nyaman barulah bayi diberikan kepada ibu untuk disusui," jelas Ayudya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyusui memberikan perlindungan utama dari penyakit menular sebagai penyebab umum kematian, bahkan pada populasi berpenghasilan tinggi, menyusui pun menurunkan angka kematian.

Dokter anak sekaligus konselor laktasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Citra Amelinda, SpA, IBCLC, MKes, mengatakan, tanda-tanda produksi ASI sudah mencukupi kebutuhan bayi dapat dilihat dengan mengukur berat badan, panjang, dan lingkar kepala bayi.

"Oleh karena itu, penting sekali untuk mengukur berat, panjang, dan lingkar kepala anak setiap bulan. Jadi kalau kita merasa kok ASI-nya enggak banyak atau menyusunya jarang, lihat berat badan anaknya. Kalau naiknya sesuai, begitu juga dengan panjang dan lingkar kepala, berarti ASI-nya cukup," kata Citra saat acara virtual, Kamis.

Meski begitu, lanjut Citra, merupakan hal yang wajar jika dalam satu minggu pertama anak mengalami penurunan berat badan, selama penurunannya tidak lebih dari 10 persen. Pasalnya, menurut dia, menyusui sejatinya merupakan sebuah proses.

"Menyusui adalah sebuah proses. Enggak mungkin banyak di awal. Jangan lupa bahwa kita ini bukan dispenser, jadi enggak mungkin saat anak lahir langsung banyak ASI-nya," ujar dia.

Citra juga menjelaskan, ASI yang baik bukanlah ASI yang semakin putih dan kental karena setiap ibu menghasilkan ASI dengan kandungan yang tidak sama persis dengan ibu lainnya. Bahkan di hari yang sama, kata Citra, ASI yang diproduksi pada pagi dan malam hari juga bisa memiliki kandungan yang berbeda.

"Kalau anaknya lagi sakit, kandungannya juga beda lagi. Jadi memang ASI itu dibuatnya sesuai dengan kebutuhan anak. Yang penting itu bukan semakin kental semakin baik, tapi yang penting ASI-nya lancar, berat badan anaknya juga cukup dan sesuai," kata dia.

 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024