Painan (ANTARA) -
Warga Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat yang mengalami buta aksara atau tidak mengenal huruf dan angka jumlahnya terus mengalami penurunan dari sekitar 9 ribu-an jiwa pada 2018 menjadi kini diperkirakan tinggal sekitar 4.000-an jiwa saja setelah pemerintah setempat terus mengampanyekan bebas buta aksara.
 
"Di era digital sekarang ini,  masyarakat yang buta aksara akan sulit berkembang, sehingga sulit untuk mengikuti perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Padahal ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diikuti dan juga diketahui agar tidak ketinggalan zaman," kata Wakil Bupati Pesisir Selatan Rudi Hariyansyah di Painan Rabu (19/1).
 
Menyadari akan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan melalui stake holder terkait saat ini melakukan upaya serius untuk penghapusan buta aksara (buta huruf) hingga ke pelosok nagari. Dijelaskannya bahwa saat ini kualitas pendidikan menjadi hal utama yang selalu mendapat perhatian di daerah itu.
 
"Namun pemberantasan buta aksara juga tidak ketinggalan, dengan sasaran adalah masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan pada masa lalunya. Karena hal itu, sehingga mereka rata-rata orang yang sudah dewasa atau telah memasuki usia lanjut," jelasnya.
 

Lebih jauh dijelaskan bahwa pemberantasan buta aksara merupakan perwujudan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab tidak pernah ada kehidupan yang cerdas di tengah bangsa yang tidak mengenal aksara.

"Dari itu pemberantasan buta aksara yang pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kemampuan baca tulis, penting dilakukan agar pengembangan budaya bangsa menuju peradaban yang lebih tinggi tercapai," ungkapnya.

Ditambahkan lagi bahwa buta aksara itu bukan hanya sekedar pembelajaran membaca, menulis dan berhitung. Tapi juga bertujuan bagaimana  kesadaran belajar seluruh warga dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tercapai.

"Buta aksara diakui merupakan persoalan mendasar dan universal, sedangkan dunia pendidikan adalah dunia yang amat kompleks, menantang dan mulia. Dikatakan kompleks, karena spektrumnya sangat luas. Dan dikatakan  menantang karena menentukan masa depan bangsa. Makanya ini tidak boleh diabaikan," tambahnya.

Diakuinya bahwa menurunkan angka buta aksara bukan perkara mudah.

"Makanya kerjasama antar instansi pemerintah sampai ke tingkat daerah di bawah koordinasi Menkokesra sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No 5 tahun 2006, dapat lebih ditingkatkan, termasuk di Pessel. Kerja sama dan kemitraan ini juga diharapkan dari organisasi dan lembaga non pemerintah seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi perempuan, perguruan tinggi, perusahaan dan Lembaga Swadaya Masyarakat," terangnya.

Diungkapkan lagi bahwa angka buta aksara di daerah itu pada tahun 2018 berada pada angka 9 ribu jiwa, dan tersebar di 15 kecamatan yang ada. Seiring perjalanan waktu, angka tersebut terus mengalami penurunan yang hingga saat ini sudah pada 4 ribu jiwa. Rata-rata adalah di atas anak usia sekolah, yang tempat tinggalnya jauh di pelosok yang sulit terjangkau.

"Agar penurunan angka buta aksara tercapai secara bertahap, sehingga kita juga melakukan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan yang ada. Seperti melalui  TP-PKK, majelis taklim, serta juga melalui pengoptimalan peran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), di samping dari jajaran dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pessel sendiri," tutupnya.


Pewarta : Teddy Setiawan
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024